Miris, DKI Terapkan Work From Home, Tapi Masyarakatnya Masih Keluyuran

Penulis Isfatu Fadhilatul | Ditayangkan 24 Mar 2020

Miris, DKI Terapkan Work From Home, Tapi Masyarakatnya Masih Keluyuran

Tak semua pekerja mendapat kebijakan work from home, terlihat antrean di Terminal Kalideres mengular - Image from kumparan.com

Sudah diberi peringatan masih saja ada yang tak patuh.

Apakah pemerintah perlu membuat surat resmi untuk perusahaan jika tidak melakukan work from home akan di PHK atau potong gaji? Seharusnya masyarakat lebih bisa mawas diri, karena corona bisa menyerang siapa saja, bahkan orang yang masih muda.

Kasus pandemi COVID-19 di DKI Jakarta terus bertambah. Juru Bicara Pemerintah dalam Penanganan COVID-19, Achmad Yurianto, lewat konferensi pers yang ditayangkan di Youtube (23/3/2020), mengatakan ada penambahan sebanyak 65 kasus, sehingga total kasus mencapai 579.

"Penambahan kasus baru sebanyak 65 orang," kata Yuri seperti yang dilansir dari laman Detik.com.

Sebelumnya, pemerintah menyatakan bahwa ada 514 kasus positif corona hingga Minggu (22/3). Dari jumlah tersebut, 48 pasien diantaranya meninggal dunia dan 29 lainnya dinyatakan sembuh.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sendiri telah melakukan berbagai upaya untuk menekan penyebaran virus, salah satunya melalui kebijakan kerja dari rumah atau work from home. Imbauan tersebut dikeluarkan melalui Surat Edaran No.14/SE/2020 tentang Imbauan Bekerja di Rumah.

Ada juga Surat edaran nomor 60/SE/2020 tentang Penutupan Sementara Kegiatan Operasional Industri Pariwisata Dalam Upaya Kewaspadaan Terhadap Penularan Infeksi Corona Virus Disease (COVID-19). Pemprov DKI Jakarta telah meminta beberapa tempat hiburan untuk ditutup sementara selama dua pekan.

Baca juga: Kisah Pilu, Polisi Tegakkan Social Distance Malah Ditertawakan Warga

Dilansir dari laman Tirto (22/3/2020), jenis tempat hiburan tersebut yaitu klub malam, diskotek, pub, karaoke keluarga, karaoke eksklusif, bar, griya pijat, spa, bioskop, bola gelinding, bola sodok, mandi uap, seluncur, dan arena permainan ketangkasan manual, mekanik dan atau elektronik untuk orang dewasa.

Aktivis Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA), Azas Tigor Nainggola menilai bahwa terus bertambahnya jumlah kasus COVID-19 di DKI Jakarta ini, lantaran kebijakan yang dikeluarkan Pemprov tidak disertai dengan jaminan ketahanan hidup bagi warga dan juga para pengusaha.

Menurut Azas, kebijakan yang sifatnya hanya imbauan, jelas tidak cukup, "Harusnya ada dukungan insentif kepada dunia usaha dan masyarakat secara ekonomi. Itu yang belum dibangun Pemprov DKI Jakarta," ujarnya seperti yang dilansir dari laman Tirto, Sabtu (21/3/2020).

Kebijakan social distancing atau pembatasan aktivitas sosial, memanglah dibutuhkan. Apalagi jika disertai dengan himbauan untuk para perusahaan meliburkan sementara karyawan atau buruhnya agar bisa bekerja di rumah. Akan tetapi akan sia-sia saja jika Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tak mampu menjamin ketahanan ekonomi masyarakat.

"Mereka juga tidak mau ambil risiko meliburkan usahanya begitu saja. Mereka butuh pemasukan. Itu harus didukung oleh insentif Pemprov berupa pajak yang dihapuskan sementara dulu," kata Azas.

Selain itu, menurut Azas, kebijakan tersebut akan kian efektif apabila Anies juga mampu menjamin kebutuhan dasar masyarakat berpenghasilan rendah. "Kalau secara ekonomi tidak ada support. Bisa panik dan berakhir kerusuhan. Ini harus dipikirkan," kata Azas.

Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Ketua Fraksi Partai Nasdem DPRD DKI Jakarta, Wibi Andrino. Wibi menilai jika pemerintah daerah harus memikirkan dampak dari kebijakan kerja di rumah. Khususnya masyarakat yang mencari uang di luar perkantoran.

"Pemerintah harus membuat kebijakan untuk sembako murah. Itu yang sangat dibutuhkan buat para pekerja di lapangan yang penghasilannya terdampak karena kebijakan work from Home," kata Wibi seperti yang dilansir dari laman Tirto.id (22/03/2020).

Baca Juga: Alasan Mengapa Jumlah Pasien Corona di Indonesia Terus Bertambah

Minimnya peran serta publik

Analisis Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah berpandangan jika kebijakan yang sifatnya mengurangi aktivitas masyarakat secara berkerumun di luar rumah, justru akan menjadi kurang efektif, manakala pemerintah daerah tidak melibatkan peran masyarakat.

Menurutnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan perlu mengedepankan peran serta masyarakat. Misalnya seperti peranan tokoh masyarakat, ataupun RT dan RW dalam melakukan implementasi social distancing tersebut.

Terlebih lagi, menurut Trubus, para ketua RT dan RW di DKI Jakarta mendapatkan tunjangan partisipasi yang dananya bersumber dari APBD.

"Kalau suatu wilayah misalnya di lingkup RT, ada pasien suspect atau ODP dan PDP. Maka tugas Ketua RT menerapkan social distancing secara ketat. Tapi jangan dikucilkan," kata Trubus.

Selain peranan Ketua RT dan RW, Trubus juga menilai pentingnya pihak Pemprov meminta agar para anggota DPRD DKI Jakarta untuk lebih pro-aktif dalam mensosialisasikan bahayanya COVID-19 ke setiap warga. Menurutnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan perlu mengeluarkan Pergub perihal hal tersebut. 

"Agar mereka [dewan] bertanggungjawab terhadap konstituennya dalam rangka sosialisasi bahaya Civid-19," katanya.

Selain itu, baru lah Pemprov harus menjadi ketahanan hidup para perusahaan dan karyawan/buruh yang terkena imbas kebijakan social distancing ini. 

Misalnya dengan memberikan kompensasi pembebasan pajak bagi perusahaan serta mempercepat bantuan bagi masyarakat, khususnya masyarakat yang berpenghasilan rendah.

"Pemprov DKI mengusahakan melalui APBD. Kalau bisa memangkas tunjangan pejabat termasuk DPRD," tambah Trubus.

Baca Juga: Miris, Tak Peduli Corona, 2 Anggota Dewan ini Malah Pesta Narkoba

Sebelumnya, diketahui meskipun Pemprov DKI sudah mengeluarkan kebijakan work from home, namun nyatanya Ibukota masih 'meriah' seperti biasanya.

Bahkan, sempat terjadi antrean panjang di Terminal Kalideres pada Senin pagi (16/3). 

Miris, DKI Terapkan Work From Home, Tapi Masyarakatnya Masih Keluyuran

Antrean di Terminal Kalideres - Image from kumparan.com

"Ini antrean untuk masuk halte TransJakarta dari jam setengah 7 pagi," ungkap Hermon Julius, salah satu warga Kalideres, seperti yang dilansir dari laman kumparan, Senin (16/3).

Hermon adalah karyawan sebuah perusahaan yang kantornya berlokasi di Mal Kota Kasablanka, Jakarta Selatan. 

Saking banyaknya orang yang mengantre, Hermon pun mengaku belum mendapatkan giliran naik bus meskipun sudah menunggu satu jam lamanya.

"Masuk haltenya saja belum. Banyak bus yang tidak beroperasi ditambah aturan bus berangkat 20 menit sekali sehingga antrean semakin panjang," ujar Hermon. 

Hermon mengatakan bahwa tidak ada pengecekan suhu tubuh sebelum masuk bus. "Di halte ini belum ada pengecekan," ujarnya.

Baca Juga: Kabar Baik, Badai Corona Pasti Berlalu, Jangan Panik!!!

Tak hanya di Terminal Kalideres, nyatanya antrean panjang juga terjadi di Stasiun MRT Fatmawati. Dimas Faiz, seorang swarga Pamulang, Tangerang Selatan, memotret kondisi antrean pada pukul 06.40 WIB.

Miris, DKI Terapkan Work From Home, Tapi Masyarakatnya Masih Keluyuran

Antrean di Stasiun MRT Fatmawati - Image from kumparan.com

Dimas menuturkan pada kumparan, bahwa para calon penumpang MRT diperiksa suhu tubuhnya sebelum masuk stasiun MRT. 

Semoga saja pemerintah bisa mengambil tindakan tentang bagaimana nasib para pekerja harian lepas yang masih belum bisa menikmati kebijakan work from home.

Bagaimanapun juga, virus corona bisa menginfeksi siapapun, bahkan anak muda yang imunitas tubuhnya kebal pun bisa menjadi carrier virus mematikan ini.

SHARE ARTIKEL