Jangan Langsung Marah, ini Cara Terbaik Menyikapi Kesalahan Istrimu

Penulis Isfatu Fadhilatul | Ditayangkan 14 Apr 2020

Jangan Langsung Marah, ini Cara Terbaik Menyikapi Kesalahan Istrimu

Menyikapi istri yang salah - Image from webmuslimah.com

Jangan langsung bentak, bahkan memukul

Kalau istri salah, begini sikap yang harus dilakukan suami

Istri juga manusia biasa yang tak luput dari kesalahan dan kekhilafan. Sebagai suami yang baik, alih-alih memukulnya, lebih baik lakukan hal ini ketika istrimu melakukan kesalahan.

Di antara sebab awetnya sebuah rumah tangga adalah sikap suami yang pemaaf dan bisa memahami kekurangan istrinya sebagaimana umumnya wanita lainnya.

Saat seorang istri berbuat kesalahan, maka tidak perlu setiap kesalahan istri itu harus ditegur oleh suami, apalagi dijadikan sebagai sebuah masalah yang besar dan serius.

Jangan menegurnya dengan kasar. Sebaiknya sebagai suami yang baik, kita harus memilah dan memilih, manakah di antara kesalahan tersebut yang perlu ditegur, dan manakah kesalahan yang tidak perlu ditegur, alias dibiarkan saja.

Hal ini sama persis sebagaimana saat kita menyikapi kesalahan dan keteledoran yang dilakukan oleh anak kecil. 

Anak kecil belumlah sempurna akalnya, terkadang mereka berlari kesana kemari tanpa henti, membuat rumah berantakan, tidak bisa diam dan tenang. Namun, hal tersebut harus bisa kita maklumi. Tinggal kita awasi saja untuk memastikan keamanannya.

Berbeda halnya jika anak kecil tersebut melakukan kesalahan yang serius, barulah kita tegur. Misalnya, saat ia mengeluarkan kata-kata dan ungkapan (umpatan) kasar yang seharusnya tidak boleh diucapkan oleh anak seusianya.

Maka apabila semua kesalahan anak kecil ditegur, yang muncul hanyalah stres dari orang-orang yang menegurnya.

Begitu juga halnya dengan menyikapi kesalahan dan keteledoran istri. Tidak perlu semuanya ditegur. Jangan saat istri salah sedikit, suami langsung menegur dan memarahinya. Itu sikap seorang suami yang kurang tepat.

Akan tetapi, sekali lagi, hendaknya suami memilah dan memilih, manakah di antara kesalahan istri yang memang perlu dan layak untuk ditegur.

Pahami kapan harus memaklumi dan harus menegur

Misalnya begini, pada pagi hari, suami meminta istri untuk membuatkannya kopi. Biasanya dengan senang hati sang istri akan membuatkan.

Namun, pagi itu istri merasa agak malas dan tidak mau melaksanakan perintah suami. Dalam kondisi ini, hendaklah suami memakluminya, dibiarkan saja, toh suami juga bisa membuat kopi sendiri.

Kita maklumi saja, mungkin istri lelah karena pag-pagi si Kecil sudah rewel, mungkin istri ingin santai-santai, mungkin ia tidak fokus, dan pemakluman yang lain.

Atau saat sore hari sepulang kerja, kita mendapati kondisi rumah masih berantakan, makanan pun belum disiapkan. Ternyata istri ketiduran, dan belum lama terbangun. Hal semacam ini hendaknya kita maklumi saja, dan tidak perlu dijadikan masalah besar.

Akan tetapi, saat suatu hari istri membentak-bentak suami, maka kesalahan ini tidak bisa ditolerir sehingga perlu atau langsung ditegur dan diluruskan.

Begitu halnya saat ia tidak melakukan kewajibannya sebagai umat muslim, tidak mau sholat misalnya, barulah suami menegurnya.

Baca Juga: Boleh Berbohong Kepada Istri, Asalkan...

Teladan terbaik dalam menyikapi kesalahan istri

Apa yang diuraikan di atas merupakan teladan dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menyikapi kesalahan-kesalahan istrinya.

Demikianlah praktik Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam saat beliau menegur istrinya, sebagaimana yang diceritakan dalam firman Allah Ta’ala,

وَإِذْ أَسَرَّ النَّبِيُّ إِلَى بَعْضِ أَزْوَاجِهِ حَدِيثًا فَلَمَّا نَبَّأَتْ بِهِ وَأَظْهَرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ عَرَّفَ بَعْضَهُ وَأَعْرَضَ عَنْ بَعْضٍ فَلَمَّا نَبَّأَهَا بِهِ قَالَتْ مَنْ أَنْبَأَكَ هَذَا قَالَ نَبَّأَنِيَ الْعَلِيمُ الْخَبِيرُ

Artinya: “Dan ingatlah ketika nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang istrinya (Hafsah) suatu peristiwa. Maka ketika (Hafsah) menceritakan peristiwa itu (kepada ‘Aisyah) dan Allah memberitahukan hal itu (pembicaraan Hafsah dan ‘Aisyah) kepada Muhammad, lalu Muhammad memberitahukan sebagian (yang diberitakan Allah kepadanya) dan menyembunyikan (membiarkan) sebagian yang lain (kepada Hafsah). Maka ketika (Muhammad) memberitahukan pembicaraan (antara Hafsah dan ‘Aisyah) lalu (Hafsah) bertanya, “Siapakah yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?” Nabi menjawab, “Allah yang Maha mengetahui lagi Maha Mengenal telah memberitakan kepadaku.” (QS. At-Tahrim: 3)

Kita semua pasti mengetahui bahwasanya istri Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah wanita-wanita utama dan pilihan.

Suatu ketika, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan beberapa perkara kepada istrinya, yakni ibunda Hafshah radhiyallahu ‘anha, dan berpesan kepada Hafshah agar tidak menceritakannya kepada siapa pun.

Akan tetapi, Hafshah radhiyallahu ‘anha tidak menunaikan wasiat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hafshah justru menceritakan perkara tersebut kepada ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha.

Kemudian, Allah Ta’ala pun memberi tahu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam perihal kejadian tersebut. Sehingga akhirnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menegur Hafshah atas sebagian kesalahannya saja, dan membiarkan (memaklumi) kesalahan yang lain.

عَرَّفَ بَعْضَهُ وَأَعْرَضَ عَنْ بَعْضٍ

Artinya: “ … lalu Muhammad memberitahukan sebagian (kesalahan yang diberitakan Allah kepadanya) dan menyembunyikan (membiarkan) sebagian (kesalahan) yang lain (kepada Hafsah) … “

Demikianlah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menegur istrinya. Yaitu beliau menegur sebagian kesalahan saja, dan memberikan toleransi atas sebagian kesalahan yang lain.

Kurang lebihnya begini, apabila seorang istri memiliki sepuluh kesalahan misalnya, maka tegurlah tiga, empat, atau lima kesalahan saja (yang memang betul-betul perlu ditegur). Dan biarkan (tidak menegur) sisa kesalahan yang lainnya.

Baca Juga: Hal yang Selalu Dilupakan Suami Istri, Padahal Bikin Rumah Tangga Awet

Ringanlah dalam memaafkan kesalahan istri

Saat istri melakukan kesalahan dan suami juga telah menegurnya, maka selanjutnya suami harus memaafkan kesalahan istri. Jangan terlalu lama memendamnya hingga menjadi penyakit hati.

Allah Ta’ala pun juga sudah memotivasi kita untuk mudah memaafkan kesalahan dan keteledoran orang-orang yang berada di bawah kita. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا يَأْتَلِ أُولُو الْفَضْلِ مِنْكُمْ وَالسَّعَةِ أَنْ يُؤْتُوا أُولِي الْقُرْبَى وَالْمَسَاكِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا أَلَا تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Artinya: “Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin, dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah. Dan hendaklah mereka memaafkan (secara lahiriyah) dan berlapang dada (yaitu, memaafkan secara batin). Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nuur: 22)

Demikianlah penjelasan ini, semoga bisa menjadi masukan dan bahan renungan untuk para suami.

SHARE ARTIKEL