Lupa Punya Hutang Puasa Ramadhan, Bolehkah Menggantinya di Bulan Rajab?

Penulis Isfatu Fadhilatul | Ditayangkan 24 Feb 2020

Lupa Punya Hutang Puasa Ramadhan, Bolehkah Menggantinya di Bulan Rajab?

Ilustrasi bulan Rajab - Image from id.pinterest.com

Tak terasa besok sudah memasuki bulan Rajab

Cepat sekali ramadhan sudah dekat kurang lebih 61 hari lagi sudah melaksanakan puasa, nah siapapun yang belum mengganti puasa ramadhan tahun lalu segeralah mengganti karena sudah memasuki bulan Rajab, sehingga banyak yang mengganti puasa ramadhan digabung dengan puasa Rajab, bagaimana hukumnya?

Hukum Mengganti Hutang Puasa Ramadhan di Bulan Rajab

Seperti yang dilansir dari laman islam.nu, puasa Rajab adalah salah satu puasa yang dianjurkan untuk dilakukan namun tidak wajib, sebagaimana bulan-bulan mulia lainnya seperti bulan Muharram, Dzulqa’dah dan Dzulhijjah.

Meskipun tidak ada hadits shahih yang secara khusus menerangkan tentang keutamaan puasa Rajab, akan tetapi perlu diketahui bahwa kesunnahan puasa Rajab sudah termaktub dalam dalil anjuran umum berpuasa di bulan-bulan mulia.

Namun pertanyaan muncul saat sebagian orang masih memiliki tanggungan hutang puasa Ramadhan, apakah ia boleh menggabungkan keduanya, yaitu niat puasa Rajab dengan qadha’ puasa Ramadhan sekaligus?

Secara garis besar, puasa sunnah Rajab sebagaimana puasa sunnah lainnya, sah dilakukan dengan niat berpuasa secara mutlak, tidak disyaratkan ta’yin (menentukan jenis puasanya). 

Misalnya Anda melakukan puasa Rajab dengan niat “Saya niat berpuasa karena Allah”, maka Anda tidak harus menambahkan “karena melakukan kesunnahan Puasa Rajab”.

Sementara puasa Qadha Ramadhan merupakan puasa wajib yang wajib ditentukan jenis puasanya, misalnya dengan niat “Saya niat berpuasa qadha Ramadhan fardhu karena Allah Ta'ala”.

Baca Juga:
1. Bacaan Dzikir di Bulan Rajab
2. Contoh Khutbah Jum`at Keutamaan Bulan Rajab

Hukum menggabungkan niat puasa Rajab dengan puasa Qadha Ramadhan adalah diperbolehkan atau sah-sah saja, pahala keduanya pun bisa didapatkan.

Bahkan menurut Syekh al-Barizi, meskipun hanya sebatas niat mengqadha puasa Ramadhan, maka secara otomatis pahala berpuasa Rajab bisa Anda dapatkan.

Kesimpulan ini berdasar pada keterangan dalam kitab Fathul Mu’in beserta hasyiyahnya, I’anatuth Thalibin berikut:

وبالتعيين فيه النفل أيضا فيصح ولو مؤقتا بنية مطلقة كما اعتمده غير واحد

(وقوله ولو مؤقتا) غاية في صحة الصوم في النفل بنية مطلقة أي لا فرق في ذلك بين أن يكون مؤقتا كصوم الاثنين والخميس وعرفة وعاشوراء وأيام البيض أو لا كأن يكون ذا سبب كصوم الاستسقاء بغير أمر الإمام أو نفلا مطلقا

(قوله بنية مطلقة ) متعلق بيصح فيكفي في نية صوم يوم عرفة مثلا أن يقول نويت الصوم ( قوله كما اعتمده غير واحد) أي اعتمد صحة صوم النفل المؤقت بنية مطلقة وفي الكردي ما نصه في الأسنى ونحوه الخطيب الشربيني والجمال الرملي الصوم في الأيام المتأكد صومها منصرف إليها بل لو نوى به غيرها حصلت إلخ زاد في الإيعاب ومن ثم أفتى البارزي بأنه لو صام فيه قضاء أو نحوه حصلا نواه معه أو لا وذكر غيره أن مثل ذلك ما لو اتفق في يوم راتبان كعرفة ويوم الخميس انتهى

Artinya: “Dan dikecualikan dengan pensyaratan ta’yin (menentukan jenis puasa) dalam puasa fardhu, yaitu puasa sunnah, maka sah berpuasa sunnah dengan niat puasa mutlak, meski puasa sunnah yang memiliki jangka waktu sebagaimana pendapat yang dipegang oleh lebih dari satu ulama.

“Ucapan Syekh Zainuddin, meski puasa sunnah yang memiliki jangka waktu, ini adalah ghayah (puncak) keabsahan puasa sunnah dengan niat puasa mutlak, maksudnya tidak ada perbedaan dalam keabsahan tersebut antara puasa sunnah yang berjangka waktu seperti puasa Senin-Kamis, Arafah, Asyura’ dan hari-hari tanggal purnama. Atau selain puasa sunnah yang berjangka waktu, seperti puasa yang memiliki sebab, sebagaimana puasa istisqa’ dengan tanpa perintah imam, atau puasa sunnah mutlak”.

“Ucapan Syekh Zainuddin, dengan niat puasa mutlak, maka cukup dalam niat puasa Arafah dengan niat semisal, saya niat berpuasa.”

“Ucapan Syekh Zainuddin, sebagaimana pendapat yang dipegang oleh lebih dari satu ulama, maksudnya lebih dari satu ulama berpegangan dalam keabsahan puasa sunnah dengan niat puasa mutlak.”

Dalam kitabnya Syekh al-Kurdi disebutkan, dalam kitab al-Asna demikian pula Syekh Khatib al-Sayarbini dan Syekh al-Jamal al-Ramli, berpuasa di hari-hari yang dianjurkan untuk berpuasa secara otomatis tertuju pada hari-hari tersebut, bahkan apabila seseorang berniat puasa beserta niat puasa lainnya, maka pahala keduanya berhasil didapatkan.

Dalam kitab al-I’ab ditambahkan, dari kesimpulan tersebut, Syekh al-Barizi berfatwa bahwa apabila seseorang berpuasa qadha’ (Ramadan) atau lainnya di hari-hari yang dianjurkan berpuasa, maka pahala keduanya bisa didapat, baik disertai niat berpuasa sunnah atau tidak.

Ulama lain menyebutkan, demikian pula apabila bertepatan bagi seseorang dalam satu hari dua puasa rutin, seperti puasa hari Arafah dan puasa hari Kamis. (Syekh Zainuddin al-Malibari dan Syekh Abu Bakr bin Syatha, Fathul Mu’in dan Hasyiyah I’anatuth Thalibin, Surabaya, al-Haramain, tanpa tahun, juz 2, halaman 224)."

Demikianlah penjelasan tentang hukum menggabungkan niat puasa Rajab dan qadha Ramadhan ini. Semoga bermanfaat dan dapat dipahami dengan baik. Wallahu a’lam Bishawab.

SHARE ARTIKEL