Apakah Ayah Wajib Bayarkan Zakat Fitrah Anaknya yang Sudah Bekerja?

Penulis Isfatu Fadhilatul | Ditayangkan 21 May 2020

Apakah Ayah Wajib Bayarkan Zakat Fitrah Anaknya yang Sudah Bekerja?

Wajib membayar zakat untuk dirinya sendiri dan orang-orang yang dinafkahi.

Lalu bagaimana jika anak sudah bekerja, apakah si Ayah tetap wajib membayarkan zakat fitrah untuknya?

Menjelang berakhirnya bulan Ramadhan, kita pasti disibukkan dengan urusan zakat fitrah.

Zakat fitrah sendiri merupakan zakat yang harus ditunaikan bagi seorang muslim yang telah memiliki kemampuan untuk menunaikannya.

Zakat fitrah termasuk zakat wajib yang harus dikeluarkan sekali dalam setahun yaitu saat bulan Ramadhan menjelang Idul Fitri.

Pada prinsipnya, zakat fitrah haruslah dikeluarkan sebelum sholat Ied dilangsungkan. Hal tersebut yang menjadi pembeda zakat fitrah dengan zakat lainnya.

Zakat fitrah berarti menyucikan harta, sebab dalam setiap harta manusia ada sebagian hak orang lain.

Oleh karena itu, tidak ada suatu alasan pun bagi seorang hamba Allah yang beriman untuk tidak menunaikan zakat fitrah, karena telah diwajibkan bagi setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan, orang yang merdeka atau budak, anak kecil atau orang dewasa. Inilah perkara yang telah disepakati oleh para ulama.

Besar zakat fitrah yang harus dikeluarkan yakni sebesar satu sha’ yang nilainya sama dengan 2,5 kilogram beras, gandum, kurma, sagu, dan sebagainya atau 3,5 liter beras yang disesuaikan dengan konsumsi perorangan sehari-hari

Imam Syafi’i dalam kitab Al-Umm, menjelaskan bahwa saat seseorang telah memenuhi syarat untuk membayar zakat fitrah atas dirinya sendiri, maka dia juga diwajibkan membayar zakat fitrah atas orang-orang yang wajib dia nafkahi.

Jadi, semua orang yang wajib dinafkahi, maka wajib pula ia membayar zakat fitrah atasnya.

Lalu apakah seorang Ayah wajib membayarkan zakat fitrah anaknya yang laki-laki yang sudah bekerja?

Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata,

فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ ، وَالذَّكَرِ وَالأُنْثَى ، وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلاَةِ

Artinya: ”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah dengan satu sho’ kurma atau satu sho’ gandum bagi setiap muslim yang merdeka maupun budak, laki-laki maupun perempuan, anak kecil maupun dewasa. Zakat tersebut diperintahkan untuk dikeluarkan sebelum orang-orang keluar untuk melaksanakan shalat Id.” (HR. Bukhari, no. 1503 dan Muslim, no. 984)

Baca Juga: Orang yang Miskin Tetap Wajib Bersedekah?

Adapun hukum zakat fitrah itu wajib bagi tiap jiwa yang:

  • Mukallaf (terbebani syariat: muslim, baligh, berakal),
  • Mendapatkan waktu diwajibkannya zakat fitrah (tenggelamnya matahari pada malam Idul fitri)
  • Mudah membayar zakat fitrah (memiliki harta berlebih untuk diri dan keluarga pada malam Idul Fitri).

Apabila terpenuhi syarat-syarat di atas, maka wajib bagi mukallaf (muslim, baligh, berakal) menunaikan zakat fitrah untuk dirinya masing-masing.

Selain itu, ia juga wajib menunaikan zakat fitrah untuk orang yang ditanggung nafkah, baik karena sebab nikah atau ada hubungan kerabat.

Berarti, seseorang menanggung zakat fitrah untuk: istrinya, kedua orang tuanya, serta anak-anak yang wajib ia nafkahi (meskipun mereka telah dewasa seperti anak yang menderita penyakit kronis atau gila yang tidak punya kemampuan mencari nafkah).

Catatan dari Syaikh Prof. Dr. Muhammad Az-Zuhaily:

Adapun anak yang sudah dewasa (baligh) dan ia sudah mampu dalam hal nafkah, maka tidak diwajibkan bagi Ayahnya untuk mengeluarkan zakat fitrahnya.

Meski demikian, zakat fitrah boleh dibayarkan untuknya, asalkan sudah ada izin dari anak tersebut dan sudah dipasrahkan.

Baca Juga: Jangan Minta Didoakan Saat Memberi Sedekah, ini Alasannya

Dari penjelasan ini, dapat kita ambil kesimpulan bahwa anak yang sudah bekerja (mampu dalam hal nafkah) hendaknya membayar zakat fitrah sendiri walaupun ia satu rumah dengan orang tua.

Wallahualam bishawab.

SHARE ARTIKEL