Anakku, Disaat Engkau Melihat Diriku Semakin Tua, Janganlah Bersedih

Penulis Isfatu Fadhilatul | Ditayangkan 17 Apr 2020

Anakku, Disaat Engkau Melihat Diriku Semakin Tua, Janganlah Bersedih

Potret seorang Ibu - Image from www.kompasiana.com

Isi hati seorang Ibu kepada anaknya.

Sebagai anak, jangan selalu ingin dimengerti, sebab Ibumu juga ingin dimengerti. Mungkin Ibumu tidak mengungkapkannya secara langsung sebab tak ingin dirimu terbebani. Ibu tak ingin hartamu, tapi ingin engkau ada disisinya saat" terakhirnya

Sungguh tidak ada kecerdasan yang lebih tinggi, amal yang lebih mulia, dan pahala yang lebih agung dari diri seorang Muslim setelah ia beriman dan berjihad kecuali saat ia senantiasa memuliakan orangtuanya dan merawatnya hingga akhir hayat.

Wahai anakku,​

Disaat tua nanti, aku bukanlah lagi diriku yang dulu.

Pahamilah diriku dan bersabarlah menghadapiku.

Di saat aku tidak lagi mengingat bagaimana cara mengikat tali sepatu.

Wahai anakku,

Ingatlah bagaimana aku dulu mengajarimu, membimbingmu melakukannya.

Disaat aku mengulang-ulang ucapan sama yang membosankanmu.

Bersabarlah dalam mendengarkanku, jangan memotongku dengan kata-kata yang menyakitkan.

Ingatlah di masa kecilmu, bagaimana aku menceritakan berulang-ulang sebuah cerita.

Bahkan hingga ribuan kali, untuk mengantarkan tidurmu sehingga engkau terbuai dalam mimpi.

Disaat aku, karena keterbatasanku membutuhkanmu untuk mamandikanku.

Wahai anakku,

Janganlah menyalahkanku, ingatlah di masa kecilmu bagaimana aku dengan cara-caraku membujukmu untuk mandi.

Di saat kedua kakiku terlalu lemah untuk berjalan, maka ulurkan tanganmu yang kuat untuk memapahku, seperti saat kecilmu aku menuntun kakimu untuk belajar berjalan.

Di saat aku lupa pokok pembicaraan kita, maka berilah aku waktu untuk mengingatnya.

Pokok pembicaraan bukanlah hal terpenting bagiku, yang lebih penting bagiku adalah engkau berada di sisiku mendengarkanku. 

Disaat engkau melihat diriku semakin tua, janganlah bersedih.

Maklumilah diriku dan dukunglah aku. Ingatlah bagaimana engkau juga akan seperti diriku di kala usia senjamu.

Dulu aku menuntunmu menapaki jalan kehidupan, kini temanilah aku hingga akhir jalan hidupku. 

Berilah aku cinta kasih dan kesabaranmu.

Aku akan menerimanya dengan senyum penuh syukur.

Wahai anakku…

Di dalam senyumku tertanam kasih sayang yang tak terhingga bagimu.

Baca Juga: Antara Suami dan Orang Tua, Mana yang Harus Lebih Ditaati?

Muliakan orang tua dan rawatlah mereka hingga akhir hayat

Anakku, Disaat Engkau Melihat Diriku Semakin Tua, Janganlah Bersedih

Merawat orangtua hingga akhir hayat - Image from www.islampos.com

Secara terang-terangan Allah Ta'ala telah menyebutkan dalam firman-Nya bahwa kedudukan orangtua sangatlah mulia.

Bahkan karena begitu mulianya, Allah Ta'ala langsung memerintahkan umat Islam untuk jangan sampai salah dalam bergaul saat memuliakan orangtua, terlebih disaat usia mereka yang sudah lanjut.

Jangankan salah bergaul, berkata “ah” saja kepada orangtua, Allah sangat melarangnya.

Allah Ta'ala berfirman;

وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيماً

Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. Al- Isra': 23).

Dalam tafsir Ibn Katsir disebutkan bahwa kata qadhaa dalam ayat diatas berarti perintah. Sementara itu, mujahid berkata bahwa artinya adalah berwasiat.

Berarti ayat diatas sangat penting dan utama untuk diperhatikan dan diamalkan oleh seluruh umat Muslim, agar benar-benar bersemangat dalam memuliakan orangtua.

Terlebih perintah tersebut ditegaskan oleh Allah setelah perintah untuk ikhlas beribadah dengan tidak mempersekutukan-Nya.

Dengan kata lain, siapapun dari umat Muslim yang tidak memuliakan orangtuanya, berarti dia tidak berhak atas kemuliaan. 

Sebaliknya, kehinaan demi kehinaan akan selalu menghampiri perjalan hidupnya di dunia maupun akhirat.

Dalam banyak ayat Al-Qur'an, Allah telah mengingatkan agar manusia berbuat baik pada kedua orangtuanya.

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ

Artinya: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS: Luqman: 14)

Sebuah Hadits menyebutkan, “Sungguh hina, sungguh hina, kemudian sungguh hina, orang yang mendapatkan salah seorang atau kedua orangtuanya lanjut usia di sisinya (semasa hidupnya), namun ia (orangtuanya) tidak memasukkannya ke Surga.” (HR: Ahmad).

Baca Juga: Saat Ibumu Meminjam Uang Kepadamu `Iya Bu, nanti aku tanya istriku dulu`..

Panti jompo? Naudzubillah

Semua manusia yang hidup di muka bumi ini pasti akan bertambah usia dan berjumpa dengan kematian, begitu pula orang tua kita.

Saat mereka sudah menginjak usia senja, maka kita sebagai anaklah yang harus merawatnya. Jangan sampai karena terlalu sibuk, kita dengan tega menitipkan orang tua di panti jompo.

Sungguh kerugian yang amat besar bila ada seorang Muslim yang menjumpai orangtuanya lanjut usia, namun ia tidak merawatnya dengan tangannya sendiri, lebih mementingkan dirinya sendiri, mengkhawatirkan masa depannya sendiri, dan malah justru menitipkan mereka ke panti jompo, na’udzubillahi min dzalik.

Padahal, dirinya tumbuh dewasa dan menjadi orang yang pintar karena pengorbanan tanpa pamrih dari orangtua.

Dengan perantara orangtua lah, kita lahir di dunia, kemudian tumbuh menjadi manusia dewasa, berpengetahuan, berpenghasilan bahkan menjadi orang terpandang.

Istilahnya, tanpa pengorbanan orangtua, maka tak akan ada anak yang menjadi dewasa.

Oleh karena itu, di ayat yang lain Allah telah memerintahkan umat Islam untuk bersyukur kepada kedua orangtua setelah bersyukur kepada-Nya. 

وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْناً عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ

Artinya: “Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS. Luqman: 14).

Baca Juga: Wahai Istri, Dukunglah Suamimu Berbakti Kepada Ibunya

Jadi, memuliakan orangtua dan merawatnya merupakan perkara utama. Bahkan setara dengan jihad (perang) di jalan Allah Ta’ala.

Suatu ketika, seorang sahabat bernama Jahimah pernah datang kepada Nabi Muhammad dan berkata, “Ya Rasulullah aku ingin ikut perang dan aku datang kepadamu untuk meminta saran”. Rasulullah pun bertanya, “Apakah kamu masih mempunyai ibu?” “Ya, masih,” jawabnya. Maka beliau bersabda,

“Kalau begitu, temanilah ia, karena surga itu terletak di kedua kakinya.” (HR. Ahmad).

Dari sabda Nabi diatas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa seorang Muslim yang tidak menghormati orangtuanya, tidak memuliakannya, apalagi tidak mau merawatnya, maka jelas hidupnya akan jauh dari keberkahan.

Dan di akhirat kelak, ia tidak berhak atas surga Allah Subhanahu Wata’ala.

Hanya Allah yang memberi taufik.

SHARE ARTIKEL