Mengenang Pidato Bung Tomo di 11 November yang Berapi-api, 'Merdeka atau Mati'

Penulis Dian Editor | Ditayangkan 10 Nov 2020

Mengenang Pidato Bung Tomo di 11 November yang Berapi-api, 'Merdeka atau Mati'

Bung Tomo, Merdeka atau Mati - Image from www.an-najah.net

Merdeka atau Mati

"Selama banteng-banteng Indonesia masih mempoenjai darah merah jang dapat membikin setjarik kain poetih mendjadi merah & putih, maka selama itoe tidak akan kita maoe menjerah kepada siapapoen djuga!"

Hari ini, Selasa 10 November 2020 masyarakat Indonesia memperingati Hari Pahlawan yang rutin diadakan setiap tahun pada tanggal 10 November.

Peristiwa 10 November adalah salah satu peristiwa bersejarah yang menjadi momentum untuk mengingat masa perjuangan.

Terutama saat pertempuran 10 November yang terjadi di Surabaya, yang menjadi tonggak sejarah perjuangan, sekaligus akhirnya dipilih menjadi peringatan Hari Pahlawan.

Sosok yang paling monumental dan populer dalam setiap peringatan Hari Pahlawan adalah Bung Tomo.

Ia merupakan Pahlawan Nasional, yang sekaligus memimpin dan mengobarkan semangat Arek-arek Suroboyo ketika pertempuran Surabaya bergejolak. 

Isi pidato Bung Tomo yang disiarkan melalui radio saat itu menjadi awal pertempuran sengit melawan pasukan sekutu, yang kini diperingati sebagai Hari Pahlawan.

Isi Pidato Bung Tomo 

Berikut adalah isi pidato Bung Tomo pada tanggal 10 November. 

"Bismillahirrahmanirrahim. Merdeka!!!

Saoedara-saoedara ra’jat djelata di seloeroeh Indonesia, teroetama, saoedara-saoedara pendoedoek kota Soerabaja

Kita semoeanja telah mengetahoei bahwa hari ini tentara Inggris telah menjebarkan pamflet-pamflet jang memberikan soeatoe antjaman kepada kita semoea.

Kita diwadjibkan oentoek dalam waktoe jang mereka tentoekan, menjerahkan sendjata-sendjata jang kita reboet dari tentara djepang.

Mereka telah minta supaja kita datang pada mereka itoe dengan mengangkat tangan.

Mereka telah minta supaja kita semoea datang kepada mereka itoe dengan membawa bendera poetih tanda menjerah kepada mereka.

Saoedara-saoedara,

Didalam pertempoeran-pertempoeran jang lampaoe, kita sekalian telah menundjukkan bahw ra’jat Indonesia di Soerabaja

Pemoeda-pemoeda jang berasal dari Maloekoe,

Pemoeda-pemoeda jang berasal dari Soelawesi,

Pemoeda-pemoeda jang berasal dari Poelaoe Bali,

Pemoeda-pemoeda jang berasal dari Kalimantan,

Pemoeda-pemoeda dari seloeroeh Soematera,

Pemoeda Atjeh, pemoeda Tapanoeli & seloeroeh pemoeda Indonesia jang ada di Soerabaja ini,

Didalam pasoekan-pasoekan mereka masing-masing dengan pasoekan-pasoekan ra’jat jang dibentuk di kampoeng-kampoeng,

Telah menoenjoekkan satoe pertahanan jang tidak bisa didjebol,

Telah menoenjoekkan satoe kekoeatan sehingga mereka itoe terdjepit di mana-mana

Hanja karena taktik jang litjik daripada mereka itoe, saoedara-saoedara

Dengan mendatangkan presiden & pemimpin-pemimpin lainnja ke Soerabaja ini, maka kita toendoek oentoek menghentikan pertempoeran.

Tetapi pada masa itoe mereka telah memperkoeat diri, dan setelah koeat sekarang inilah keadaannja.

Saoedara-saoedara, kita semuanja, kita bangsa Indonesia jang ada di Soerabaja ini akan menerima tantangan tentara Inggris ini.

Dan kalaoe pimpinan tentara Inggris jang ada di Soerabaja ingin mendengarkan djawaban ra’jat Indonesia, ingin mendengarkan djawaban seloeroeh pemoeda Indonesia jang ada di Soerabaja ini

Dengarkanlah ini hai tentara Inggris, ini djawaban ra’jat Soerabaja, ini djawaban pemoeda Indonesia kepada kaoe sekalian

Hai tentara Inggris!,

kaoe menghendaki bahwa kita ini akan membawa bendera poetih takloek kepadamoe, menjuruh kita mengangkat tangan datang kepadamoe,

kaoe menjoeroeh kita membawa sendjata-sendjata jang kita rampas dari djepang oentoek diserahkan kepadamoe

Toentoetan itoe walaoepoen kita tahoe bahwa kaoe sekalian akan mengantjam kita oentoek menggempoer kita dengan seloeroeh kekoeatan jang ada,

Tetapi inilah djawaban kita:

Selama banteng-banteng Indonesia masih mempoenjai darah merah jang dapat membikin setjarik kain poetih mendjadi merah & putih,

maka selama itoe tidak akan kita maoe menjerah kepada siapapoen djuga!

Saoedara-saoedara ra’jat Soerabaja, siaplah keadaan genting, tetapi saja peringatkan sekali lagi, djangan moelai menembak,

baroe kalaoe kita ditembak, maka kita akan ganti menjerang mereka itu.

Kita toendjoekkan bahwa kita adalah benar-benar orang jang ingin merdeka.

Dan oentoek kita, saoedara-saoedara, lebih baik kita hantjur leboer daripada tidak merdeka.

Sembojan kita tetap: MERDEKA atau MATI.

Dan kita jakin, saoedara-saoedara, pada akhirnja pastilah kemenangan akan djatuh ke tangan kita, sebab Allah selaloe berada di pihak jang benar
pertjajalah saoedara-saoedara,Toehan akan melindungi kita sekalian

Allahu Akbar..! Allahu Akbar..! Allahu Akbar…! MERDEKA!!!"

Sungguh benar-benar isi pidato yang menggetarkan. Saya yakin setiap orang yang membacanya dengan jiwa nasionalis yang membara akan merinding seolah menyaksikan langsung kondisi saat itu. 

Dari sejarah ini, kita tahu pentingnya komunikasi yang bisa menggerakkan jiwa-jiwa nasionalisme masyarakat pada titik puncak. 

Sehingga rakyat Indonesia memiliki kekuatan untuk berjuang dan membaktikan seluruhnya termasuk nyawa kepada negara.

Mari rayakan Hari Pahlawan dengan mendoakan para pahlawan agar diberikan tempat yang mulia di sisi Allah SWT.

SHARE ARTIKEL