Bolehkah Mengambil Keuntungan Diatas 100%? Bagaimana Hukumnya Dalam Islam

Penulis Dian Aprilia | Ditayangkan 11 Sep 2020

Bolehkah Mengambil Keuntungan Diatas 100%? Bagaimana Hukumnya Dalam Islam

Ilustrasi jualan - Image from wartapilihan.com

Haram atau halal mengambil keuntungan diatas 100%?

Dalam menjalankan usaha, tentu sebagai umat Islam kita tidak boleh berlepas dari syariat atau hukum Islam yang mengatur perihal itu. Lantas, bolehkah kita mengambil keuntungan 100% dalam penjualan?

Islam tidak membatasi berapa persentase keuntungan yang boleh diambil penjual asalkan mampu memenuhi syarat ini. 

Dikutip dari buku Harta Haram Muamalat Kontemporer karya Erwandi Tarmizi, Islam memperbolehkan seorang penjual mengambil laba hingga mencapai 100 persen dari modal atau bahkan lebih. Namun harus memenuhi syarat tidak ada ghisysy atau penipuan harga maupun barang. 

Hal ini sebagaimana yang dikisahkan dalam kasus Urwah al-Bariqi RA:

Rasulullah SAW memberikan uang satu dinar kepada Urwah agar ia membelikan seekor kambing untuk Nabi Muhammad SAW. Maka, Urwah segera mendatangi para pedagang yang menjual kambing di pasar. 

Ia menawarnya dan mendapatkan dua ekor kambing dengan harga satu dinar. 

Dalam perjalanan menuju Rasulullah, ada seseorang yang menawar seekor kambing seharga satu dinar maka kemudian ia pun menjualnya. Lalu ia memberikan kepada Nabi Muhammad SAW satu dinar dan seekor kambing. 

Maka, Nabi SAW mendoakannya agar diberkahi dalam setiap jual-belinya. Sehingga, bila berdagang ia selalu untung, meskipun yang dijual hanyalah segenggam tanah. (HR Bukhari). 

Diriwayatkan juga oleh Bukhari bahwa Zubair bin Awwam RA pernah membeli sebidang tanah di pinggiran kota Madinah dengan harga 170 ribu keping uang emas. 

Setelah ia wafat tanah itu dijual oleh anaknya yaitu Abdullah seharga 1,6 juta dinar. 

Keuntungan yang diambil Abdullah dalam penjualan ini bahkan hampir mencapai 1.000 persen.

Memang keuntungan yang lebih rendah biasanya cenderung lebih afdhal dan lebih berkah bagi pedagang. 

Syuraih meriwayatkan bahwa Ali bin Abi Thalib RA pada saat menjadi khalifah melakukan pemeriksaan di pasar kota Kufah sambil membawa tongkat, ia berkata,

"Wahai para pedagang, beli dan juallah dengan cara yang benar niscaya kalian akan selamat! Jangan tolak keuntungan yang sedikit, jika kalian tolak, khawatir kalian tidak mendapatkan keuntungan yang besar!" (Al Muttaqi, dalam Kanzu al- Ummal). 

Adapula fatwa yang disampaikan Lajnah Daimah sebagai berikut: 

Keuntungan perdagangan tidak memiliki batasan tertentu. Namun mengikuti kondisi persediaan- permintaan barang, serta ketersediaan barang. Hanya saja dianjurkan bagi para pegadang untuk memberi kemudahan bagi konsumen dalam bertransaksi. Jangan sampai memanfaatkan kesempatan kelalaian pembeli, kemudian melakukan ghabn (pembodohan) dalam melakukan transaksi jual beli. Sehingga dia harus memperhatikan hak ukhuwah islamiyah. (Fatwa Lajnah Daimah, yang ditanda-tangan Syaikh Ibnu Baz, Fatwa no. 6161).

Jadi kesimpulannya, dibolehkan bagi pedagang mengambil keuntungan lebih dari 100% asalkan barang yang dijual tak melebihi harga pasar sebab termasuk pembodohan pada konsumen. 

Serta pedagang boleh menaikan harga barang jika terjadi perubahan harga pasar karena jumlah persediaan dan permintaan terhadap barang. 

Selain itu, jangan sampai lalai untuk memberikan sebagian keuntungan yang didapat untuk sedekah di jalan Allah SWT, diberikan pada orang-orang yang membutuhkan serta keluarga dan kerabat. 

Dengan begitu, harta yang dimiliki akan suci dan berkah. 

SHARE ARTIKEL