Mengapa Takbiran Harus Dikumandangkan Selama 3 Hari Setelah Idul Adha?

Penulis Dian Aprilia | Ditayangkan 03 Aug 2020

Mengapa Takbiran Harus Dikumandangkan Selama 3 Hari Setelah Idul Adha?

Ilustrasi takbiran - Image from www.idntimes.com

Kok masih takbiran ya, walau sudah lewat hari raya?

Tak seperti hari raya Idul Fitri, takbiran di Idul Adha berlangsung lebih lama. Takbiran di Idul Adha berlangsung juga selama 3 hari setelahnya. Lantas, apakah hal ini sekedar budaya atau perintah oleh Allah SWT?

Selama tiga hari tasyriq yakni di tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah atau 1-3 Agustus, kita sering mendengar lantunan takbir dikumandangkan umat Islam. Terutama dilakukan seusai sholat lima waktu. 

Padahal Idul Fitri yang juga parayaan besar umat Islam, bertakbir tidak dilantunkan hingga tiga hari seperti halnya hari tasyriq pasca Idul Adha. 

Sebenarnya dari mana asal muasal perintahnya? Apakah ini hanya budaya saja ataukah memang ada hukumnya?

Pakar Fiqih dari Rumah Fiqih Indonesia Ustaz Ahmad Sarwat Lc.MA menyampaikan bahwa bertakbir pada hari tiga hari tasyriq itu bukan sekadar budaya, melainkan bagian dari mematuhi syariah yang didasarkan pada perintah Allah SWT dalam Alquran yaitu surat Al-Baqarah ayat 203 :

واذْكُرُوا اللَّهَ فِي أيّامٍ مَعْدُوداتٍ

“Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang. (QS Al-Baqarah : 203)

Lafal 'wadz-kurullah' (واذكروا الله) dalam ayat ini secara bahasa sebenarnya bermakna berdzikirlah kepada Allah SWT. Namun para ulama umumnya memaknainya lebih khusus menjadi mengumandangkan takbir. Sebab kita tahu bahwa takbir itu sendiri juga sebagian kecil dari dzikir.

Kapan waktunya? Ustaz Ahmad Sarwat kembali menyampaikan, bahwa di dalam ayat itu juga disebutkan kapan waktunya, yakni dalam lafal 'ayyaman ma'dudat' (أياما معدودات) yang artinya secara bahasa : 'pada beberapa hari yang berbilang'. 

Para ulama umumnya menyepakati bahwa yang dimaksud dengan 'beberapa hari yang berbilang' itu tidak lain adalah di 3 hari tasyriq. Salah satunya sebagaimana yang disebutkan mufassir Rasulullah SAW, yaitu Ibnu Abbas RA. 

"Keterangan ini bisa kita baca dalam tafsir Ibnu Katsir (jilid 1 halaman 417)," katanya dikutip dari Republika.co.id, Ahad (2/8). 

Sebagai pembanding, dalam Alquran juga dikenal istilah yang mirip, yaitu 'ayyaman ma'dudat (أياما معدوجات) sebagaimana yang terdapat di dalam surat Al-Hajj ayat 28. Namun yang dimaksud adalah 10 hari pertama di bulan Dzulhijjah. 

Waktu Membaca Takbir 

Sedangkan waktu untuk membaca takbir di hari tasyriq ini para ulama membedakan menjadi dua, ada waktu mutlaq dan waktu muaqqat. 

Waktu mutlaq bermakna sunnah bertakbir kapan saja tanpa terikat waktu asalkan selama hari tasyriq. 

Sedangkan waktu muaqqat adalah sunnah yang lebih utama yakni pada waktu seusai mengerjakan sholat lima waktu. 

Ustaz Ahmad menjelaskan tentang hari tasyrik. Menurutnya hari tasyriq itu yang populer di negeri kita adalah tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah. 

Sebenarnya ini adalah pendapat Mazhab Asy-Syafi'i. Sedangkan pendapat mazhab lainnya seperti Mazhab Maliki, ternyata mereka menghitung hari tasyriq itu hanya sampai 12 Dzulhijjah.

"Hari tasyriq sering juga disebut dengan ayyamu Mina atau hari-hari Mina," katanya. 

Lalu mengenai hukum bertakbir di hari tasyriq. Kata Ustaz Ahmad, bahwa adapun hukumnya, kebanyakan para ulama mengatakan tidak wajib, meskipun lafalnya datang dalam bentuk fi'il amr (perintah). 

Dengan pengecualian bahwa ada pendapat dari kalangan Mazhab Hanafi yang menjelaskan bahwa hukumnya wajib bertakbir di hari tasyriq. 

Namun umumnya para ulama baik dari kalangan Mazhab Asy-Syafi'iyah, Al-Hanabilah termasuk sebagian kalangan Al-Hanafiyah memberi hukum sunnah. Dasarnya karena Nabi SAW memang sering melakukannya (muwazhabatun-nabi), tapi beliau tidak mewajibkannya.

SHARE ARTIKEL