Jangan Sembarangan, Begini Cara yang Tepat Memberi Kabar Perceraian ke Anak

Penulis Dian Aprilia | Ditayangkan 02 Jul 2020

Jangan Sembarangan, Begini Cara yang Tepat Memberi Kabar Perceraian ke Anak

Laudya Cynthia Bella dan anak Engku Emran - Image from www.liputan6.com

Jangan berbohong dan jangan beberkan aib mantan 

Kabar perceraian perlu datang dari orang tuanya langsung bukan dari orang lain. Sebab akan munculkan luka yang lebih dalam untuk anak jika dari orang lain. Dan usia anak jadi perhatian penting dalam memberi kabar perpisahan. 

Informasi untuk anak yang masih kecil juga berbeda dengan yang sudah remaja.

Psikolog Anak dan Keluarga, Samantha Ananta, M. Psi mengatakan kenyataan perceraian memang pahit tapi jangan pernah membohongi anak. Misalnya dengan berbohong orangtua bekerja di luar kota, sebab hal itu hanya akan memperbesar kekecewaan anak. 

"Kalau harapan besar rasa kekecewaan besar, apalagi dia tahu ternyata sudah cerai (dari orang lain)," ujar Samantha dalam diskusi di Instagram Live @singlemomsindonesia beberapa waktu lalu.

Ia mengatakan jika berdasarkan perkembangan psikososial, saat orangtua berbohong tentang perceraian dan anak tahu di kemudian hari atau puluhan tahun kemudian, maka mental anak akan langsung breakdown atau hancur berkeping-keping.

Samantha juga memperingatkan untuk memberitahu perceraian kepada anak haruslah dengan hati-hati. Salah satu hal penting untuk mengatakannya adalah dengan memperhatikan usia anak kemudian disesuaikan frekuensi cerita dengan usianya. 

Jika anak tidak hanya satu, penting untuk orangtua mengumpulkan anak dan menjelasakan secara umum, sedangkan masalah detail dijelaskan secara bertahap dan sesuai usia masing-masing anak. 

"Mama siap kapan aja, kita bisa berunding terbuka dengan segala pertanyaan tapi mama mau sesuai usia. Tapi semua dikumpulin, kenapa penjelasannya beda-beda kakaknya nggak boleh ngasih tahu rahasia itu, adik itu dikasih tahunya nanti bertahap sesuai perkembangan, tiap tahun naik," tutupnya.

Perlukah Membeberkan Alasan Perceraian 

Samanta juga mengungkapkan kasus perpisahan perlu disikapi dengan jujur yang bijak. Namun jujur tidak berarti membeberkan semua aib dan kesalahan mantan pasangan. 

"Bersikaplah asertif dan bijaksana, bukan berarti jujur dan membuka aib orang tuanya. Kebingungan dan rasa bersalah kita buka menjadi alasan, namun meyakinkan pada anak secara perlahan sesuai dengan tahapan usia mereka," ucap Samanta dalam Single Moms Indonesia (SMI) Live Chat di Instagram, Selasa 9 Juni 2020.

Diketahui bahwa efek perpisahan yang mulai diketahui anak akan diingat terus sampai ia dewasa. Ketika ingin memberi tahu pada anak, idealnya dipahami terlebih dulu konflik yang terjadi. 

Jika dalam keseharian ayah dan ibu tidak ada masalah lantas diberitahu jika sudah berpisah maka akan mengejutkan anak. Sebaliknya, jika kerap bertengkar setiap hari sampai ada kekerasan, keputusan berpisah akan memberikan kelegaan pada sang anak. 

"Pada saat anak mulai beranjak besar, sekolah TK sampai SMA mereka mulai mempertanyakan kelengkapan orang tua karena melihat anak-anak yang lain lengkap. Anak yang dekat dengan ibu biasanya dia tanya kemana ayahnya, kalau anak tanya berarti dia sudah siap dengan jawaban," papar Samanta.

Anak-anak yang masih kecil butuh penjelasan yang lebih konkret, sementara remaja ingin lebih tahu detail.

Samanta mengatakan sebelum menjawab pertanyaan anak soal ayahnya, para ibu bisa memakai strategi bertanya balik kepada anak. 

"Misalnya kamu penasaran ya di mana bapak, pahami alur pemikiran anak, sebatas anak ingin tahu atau memang sudah ingin ketemu. Atau kamu penasaran ya... kembali ke kemampuan bicara anak. Bisa dijelaskan misal kalau pisah rumah, kasih tau tinggal ayah dimana," jelasnya.

Jangan lupa ketika anak kangen dengan ayah atau ibunya yang tidak tinggal bersama, bisa sambil memeluk dan memberi kehangatan, berempati dengan mengatakan kalau kita memahami perasaan sang anak. 

"Dengan cara seperti itu anak tidak mudah merasa terabaikan, tidak ditolak dan tidak dibohongi. Perasaan anak menjadi tervalidasi dan dekat dengan ibu. Sebab siapa pun yang dapat hak asuh anak memang harus saling menguatkan," papar Samanta.

Samanta juga mengatakan jika luka yang dirasakan anak bukan karena perceraian, tapi kenapa orang tuanya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. 

Bagaimana kedua belah pihak bersikap satu sama lain di depan orang tuanya. 

"Yang menjadi anak broken home adalah sikap orang tua saat mereka berpisah. Memicu konflik-konflik ke depannya. Bercerai tidak apa-apa kita siapkan efek setelahnya," tambahnya.

Perceraian tidak membuat anak menjadi broken home, tetapi membentuk anak hilang harapan. Untuk itu jangan pernah tanya anak mereka mau ikut siapa, karena trauma baru anak ialah memilih salah satu dari kedua orang yang dicintainya. 

"Sebisa mungkin kita jangan tanya anak mau pilih siapa, kecuali kasusnya berbeda lebih kompleks," pungkasnya

Itulah cara memberi informasi perceraian kepada anak. Sebaiknya sebelum perceraian, Ayah dan Bunda perlu memikirkan cara komunikasi kepada anak yang baik sehingga tidak terjadi kesalahapahaman yang bisa membuat luka semakin dalam pada anak. 

SHARE ARTIKEL