"Gapapa kamu berzina, asal gak ketahuan" Benarkah Hal ini? 

Penulis Dian Aprilia | Ditayangkan 22 Apr 2020

Pacaran sembunyi-sembunyi - Image from timesindonesia.co.id

Benarkah hanya zina yang dilakukan terang-terangan saja yang dilarang?

Zina sembunyi-sembunyi diperbolehkan? 

Larangan zina sempat disebut-sebut hanya berlaku jika perbuatan tercela itu dilakukan secara terang-terangan. Namun jika tidak diketahui oleh orang orang, menjadi tidak masalah. Benarkah?

Muhammad Syahrur, tokoh tokoh liberal yang sedang ramai dibicarakan sebab menyerukan konsep halalnya zina. 

Ia mengatakan bahwa zina yang terlarang adalah yang zina yang dilakukan terang-terangan. Sedangkan zina yang dilakukan sembunyi-sembunyi diperbolehkan. 

Diapun mengutip ayat:

Baca juga : Jangan Kesal Ketika Haid, Ternyata Banyak Manfaat dan Hikmahnya

لَا تُخْرِجُوهُنَّ مِنْ بُيُوتِهِنَّ وَلَا يَخْرُجْنَ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ

“Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan fahisyah mubayyinah. Itulah batasan-batasan Allah” (QS. Ath Thalaq: 1).

Dia menafsirkan “fahisyah mubayyinah” dengan “zina terang-terangan”. Sehingga menurutnya, zina yang sembunyi-sembunyi diperbolehkan. 

Hal ini sempat menjadi kontroversi dengan banyak pandangan umum di masyarakat. Sebab selama ini yang sering terdengar adalah larangan untuk berzina. 

Apapun jenisnya, baik sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. 

Bahkan berkembang berbagai jenis zina, mulai dari zina mata, zina hati, dan lain sebagainya. 

Lalu benarkah pandangan yang menyatakan bahwa zina yang dilakukan sembunyi-sembunyi diperbolehkan.

Tafsiran ini tidak dikenal 

Tafsiran ini belum pernah disebutkan baik dari kalangan para sahabat, tabi’in dan juga para ulama tafsir. Sehingga bisa disebut tafsiran ini tak berdasar. 

Beda mengartikan 'fashiyah mubayyinah' dengan pandangan umum 

Para ahli tafsir memaknai “fahisyah mubayyinah” dengan zina secara umum. Al Hasan Al Bashri, Mujahid, Ibnu Zaid dan yang lainnya mengatakan:

الزنى، قال فتُخْرَج ليُقام عليها الحدّ

“Maksudnya zina, maka istri yang berzina dikeluarkan dari rumah untuk dijatuhkan hukuman hadd” (lihat Tafsir Ath Thabari).

Bahkan Ibnu Abbas dan Qatadah memaknai “fahisyah mubayyinah” adalah semua bentuk kemaksiatan. 

عن ابن عباس ( إِلا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ ) والفاحشة: هي المعصية

“Dari Ibnu Abbas tentang ayat [kecuali mereka mengerjakan fahisyah mubayyinah], fahisyah di sini maknanya maksiat” (lihat Tafsir Ath Thabari).

Dan “mubayyinah” di sini maksudnya perbuatan tersebut jelas termasuk perbuatan maksiat dan jelas keburukannya. As Sa’di menjelaskan:

{ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ } أي: بأمر قبيح واضح، موجب لإخراجها، بحيث يدخل على أهل البيت الضرر من عدم إخراجها

“[kecuali mereka mengerjakan fahisyah mubayyinah], maksudnya perkara yang jelas keburukannya. Yang mewajibkan dia untuk dikeluarkan dari rumah, karena menimbulkan bahaya bagi penghuni rumah jika tidak dikeluarkan” (Tafsir As Sa’di).

Maka “mubayyinah” di sini bukan hanya melakukan terangan-terangan di depan banyak orang. Walaupun hal itu termasuk dalam golongan mubayyinah. 

Artinya, jika ia melakukan maksiat terang-terangan tentu lebih parah dibandingkan dengan sembunyi-sembunyi. 

Larangan zina bersifat mutlak untuk semua zina, tanpa pengecualian. 

Allah Ta’ala berfirman:

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

"Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk” (QS. Al Isra: 32).

Bahkan Di zaman Rasulullah SAW pelaku zina dijatuhi hukuman hadd meskipun tidak melakukan secara terang-terangan. 

Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu beliau berkata,

“Ada seorang lelaki, yang sudah masuk Islam, datang kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mengakui dirinya berbuat zina. Nabi berpaling darinya hingga lelaki tersebut mengaku sampai 4 kali. Kemudian beliau bertanya: ‘Apakah engkau gila?’. Ia menjawab: ‘Tidak’. Kemudian beliau bertanya lagi: ‘Apakah engkau pernah menikah?’. Ia menjawab: ‘Ya’. Kemudian beliau memerintah agar lelaki tersebut dirajam di lapangan. Ketika batu dilemparkan kepadanya, ia pun lari. Ia dikejar dan terus dirajam hingga mati. Kemudian Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mengatakan hal yang baik tentangnya. Kemudian menshalatinya” (HR. Bukhari no. 6820).

Ada wanita dari Bani Ghamid mengaku berzina. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

“Celaka engkau! Pulanglah dan mintalah ampun kepada Allah serta bertaubatlah!” Kemudian wanita itu menjawab, “Aku melihat engkau menolak (pengakuan)ku sebagaimana engkau menolak (pengakuan) Ma’iz bin Malik.” Beliau bersabda, “Apa yang terjadi padamu?” Wanita itu menjawab, “Ini adalah kehamilan dari perzinaan.” Beliau meyakinkan, “Apakah engkau melakukannya?” Ia menjawab, “Benar.” Lalu beliau bersabda kepadanya, “Sampai engkau melahirkan apa yang engkau kandung.” (Perawi) berkata, “Lalu wanita itu ditanggung kesehariannya oleh seorang laki-laki dari Anshar sampai melahirkan.” (Perawi) melanjutkan, “Kemudian ia (laki-laki Anshar) mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, ‘Perempuan Ghamidiyyah itu sudah melahirkan.’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Kalau begitu, kita tidak akan merajamnya dan membiarkan anaknya yang masih kecil tanpa ada yang menyusui.’ Lalu seorang laki-laki dari Anshar berkata, ‘Aku yang akan bertanggung jawab atas penyusuannya, wahai Nabi Allah.’” (Perawi) berkata, “Maka Nabi pun merajam wanita tersebut” (HR. Muslim no.1695).

Dua kasus zina di atas, pelakunya berzina secara diam-diam, tidak terang-terangan. Namun tetap dijatuhi hukuman atas dasar pengakuan. 

Andaikan mereka terang-terangan maka sudah dilaporkan oleh masyarakat sekitar bukan karena pengakuan. 

Perihal dosa dengan hukuman hadd. 

Terkadang pelaku dosa tidak terkena hukuman hadd, sebab tidak dilaporkan ataupun tidak ketahuan, namun jelas ia tetap berdosa.

Bahkan terkadang orang yang berbuat maksiat karena terjerumus, padahal ia termasuk orang baik, maka hendaknya dimaafkan dan tidak dilaporkan kepada ulil amri agar tidak dijatuhi hukuman. 

Namun jika sudah dilaporkan wajib dijatuhi hadd. Rasulullah SAW bersabda:

“Maafkanlah ketergelinciran orang-orang yang baik” (HR. Ibnu Hibban 94).

An Nawawi mengatakan:

“Maksudnya adalah menutupi kesalahan orang yang memiliki nama baik dan semisal mereka yang tidak dikenal gemar melakukan gangguan dan kerusakan. Adapun orang yang gemar melakukan gangguan dan kerusakan maka dianjurkan untuk tidak ditutup-tutupi kesalahannya bahkan dianjurkan untuk diajukan perkaranya kepada waliyul amri, jika tidak dikhawatirkan terjadi mafsadah” (Syarah Shahih Muslim, 16/135).

Dari sini bisa disimpulkan bahwa zina yang tidak ketahuan, sembunyi-sembunyi, tidak ada 4 saksi, maka memang tidak bisa dijatuhi hadd. Namun pelakunya tetap berdosa besar. 

Zina mata, zina lisan, zina hati saja dilarang

Maka bagaimana mungkin zina yang betulan namun sembunyi-sembunyi diperbolehkan?

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

“Sesungguhnya Allah telah menakdirkan bahwa pada setiap anak Adam memiliki bagian dari perbuatan zina yang pasti terjadi dan tidak mungkin dihindari. Zinanya mata adalah penglihatan, zinanya lisan adalah ucapan, sedangkan nafsu (zina hati) adalah berkeinginan dan berangan-angan, dan kemaluanlah yang membenarkan atau mengingkarinya” (HR. Al Bukhari 6243).

Ibnu Bathal menjelaskan: “Zina mata, yaitu melihat yang tidak berhak dilihat lebih dari pandangan pertama dalam rangka bernikmat-nikmat dan dengan syahwat, demikian juga zina lisan adalah berlezat-lezat dalam perkataan yang tidak halal untuk diucapkan, zina nafsu (zina hati) adalah berkeinginan dan berangan-angan. Semua ini disebut zina karena merupakan hal-hal yang mengantarkan pada zina dengan kemaluan” (Syarh Shahih Al Bukhari, 9/23).

Zina dalam bentuk apapun tetap diharamkan 

Telah disepakati oleh para ulama bahkan semua agama samawiyah mengharamkan perbuatan zina. Haramnya zina juga disepakati oleh orang-orang waras dan berakal. 

Selain itu zina menimbulkan berbagai dampak negatif yang luar biasa. Bukan hanya untuk diri sendiri melainkan juga pada masyarakat.

SHARE ARTIKEL