Benarkah Itikaf Saat Pandemi Bisa Dilakukan di Rumah?

Penulis Dian Aprilia | Ditayangkan 27 Apr 2020

Benarkah Itikaf Saat Pandemi Bisa Dilakukan di Rumah?

Ilustrasi itikaf di masjid - Image from www.tribunnews.com

Apakah bisa itikaf dirumah?

Saat pandemi seperti ini, kita dianjurkan untuk beribadah di rumah. Bahkan shalat tarawih pun dianjurkan dilaksanakan di rumah. Lantas bagaimana dengan itikaf? Apakah itikaf juga bisa dilakukan di rumah selama pandemi?

​Pembahasan kali ini diambil dari bahasan Al-Mu’tamad fii Al-Fiqh Asy-Syafi’i karya Syaikh Muhammad Az-Zuhaily pada pembahasan itikaf Aturan-aturan berikut yang dipakai madzhab Syafii saat iktikaf. 

Semoga bisa membantu dalam memahami iktikaf saat masa pandemi yang mengharukan kita tetap di rumah. 

Pengertian iktikaf

Iktikaf secara etimologi berarti menetapi, tidak meninggalkan. Menurut Imam Syafii, menetapnya seseorang pada sesuatu disebut dengan iktikaf, terserah ada yang menetap pada kebaikan atau kemaksiatan. 

Baca juga : Panen Pahala Berlimpah Saat Ramadhan, Cukup dengan Amalan ini

Hal ini sebagaimana disebutkan dalam ayat,

إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ وَقَوْمِهِ مَا هَٰذِهِ التَّمَاثِيلُ الَّتِي أَنْتُمْ لَهَا عَاكِفُونَ

“(Ingatlah), ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: “Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadat kepadanya?” (QS. Al-Anbiya’: 52)

Tentang iktikaf (menetap) dalam kebaikan disebutkan dalam ayat,

وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ ۗ

“(Tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beriktikaf dalam masjid.” (QS. Al-Baqarah: 187)

Iktikaf secara istilah syari adalah menetap di dalam masjid, dilakukan oleh orang tertentu, dengan niat yang khusus. Istilah iktikaf di sini hanyalah iktikaf dalam hal kebaikan saja. 

Rukun dan Syarat Itikaf 

Pertama: Orang yang beriktikaf haruslah memenuhi tiga syarat yaitu Islam, berakal, dan bersih dari hadats besar (yaitu junub, haidh, dan nifas).

Yang masih sah iktikafnya: (1) anak kecil yang sudah tamyiz, (2) wanita yang sudah bersuami dengan syarat telah diizinkan suaminya. Jika wanita ini iktikaf tanpa izin suami, berarti ia dianggap menyelisihi. Iktikafnya memang tetap sah, namun melakukan keharaman.

Kedua: Masjid

Iktikaf hanya sah jika dilakukan di masjid, baik untuk laki-laki maupun perempuan. 

Syaikh Prof. Dr. Muhammad Az-Zuhaily menyatakan, “Iktikaf di musala rumah wanita atau di musala laki-laki. Tempat semacam ini masih bisa diubah dan orang junub masih boleh berdiam di dalamnya. Para wanita di masa dulu selalu melakukan iktikaf di masjid. Karena memang iktikaf itu hanyalah di masjid." 

Hal ini sebagaimana firman Allah,

وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ ۗ

“(Tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beriktikaf dalam masjid.” (QS. Al-Baqarah: 187).” (Al-Mu’tamad fii Al-Fiqh Asy-Syafi’i, 2:228)

Berdasarkan ittiba’ dan ijmak, masjid adalah syarat dilakukannya iktikaf.

Iktikaf ini bisa dilakukan di setiap masjid. Masjid jamik yang didirikan shalat Jumat di dalamnya lebih utama dan afdal karena Rasulullah SAW melakukan iktikaf di masjid jamik. 

Alasan afdal lainnya, jumlah jamaah di masjid biasa lebih banyak. Memilih masjid jamik juga akan lepas dari perselisihan pendapat, karena ada yang berpendapat bahwa iktikaf di masjid jamik itu jadi syarat wajib. 

Kalau yang dipilih adalah masjid jamik, tentu tidak perlu keluar untuk shalat Jumat ke masjid lainnya.

Ketiga: Berniat

Hukumnya adalah wajib untuk mengawali iktikaf dengan niat, yakni berniat menetap di masjid selama waktu tertentu untuk ibadah.

Keempat: Menetap di masjid

Orang yang beriktikaf haruslah menetap di masjid selama waktu tertentu yang disebut diam secara urf (menurut kebiasaan). 

Para ulama Syafiiyah katakan sekadar lamanya thumakninah ketika rukuk dan semacamnya. Kalau hanya lewat dari satu pintu menuju pintu lainnya tidaklah disebut iktikaf. 

Diamnya di masjid tidaklah harus satu malam penuh. Namun disunnahkan melakukan itikaf selama seharian. 

Waktu iktikaf

Itikaf boleh dilakukan pada waktu malam atau siang, juga termasuk pada waktu terlarang untuk shalat, boleh juga itikaf dilakukan saat hari raya Idul fitri dan Idul adha, serta hari-hari tasyrik.

Syarat itikaf adalah berdiam di masjid, boleh dalam waktu lama, bisa pula dalam waktu sebentar saja, sampai satu jam atau sebentar, bisa pula seharian, atau sebulan.

Bisakah Itikaf di Rumah Selama Pandemi?

Kalau kita melihat dari penjelasan diatas, itikaf haruslah dilakukan di masjid, tidak bisa di rumah, walaupun ada musala rumah. Berdiam di musala rumah tidak disebut sebagai iktikaf.

Sebagai gantinya di masa pandemi, perbanyaklah ibadah di rumah dengan rajin membaca Al-Qur’an, kaji tafsirnya, berdzikir, perbanyak shalat sunnah, dan lainnya. 

Perbanyak amalan sunah di rumah ketika masuk pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. 

Semoga kita tetap mendapatkan pahala iktikaf karena pandemi ini jadi uzur yang membuat kita hanya bisa beribadah di rumah.

Dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ سَافَرَ ، كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا

“Jika seorang hamba sakit atau melakukan safar (perjalanan jauh), maka dicatat baginya pahala sebagaimana kebiasaan dia ketika mukim dan ketika sehat.” (HR. Bukhari, no. 2996)

Dari hadits itu, Ibnu Hajar Al-Asqalani mengatakan,

وَهُوَ فِي حَقّ مَنْ كَانَ يَعْمَل طَاعَة فَمَنَعَ مِنْهَا وَكَانَتْ نِيَّته لَوْلَا الْمَانِع أَنْ يَدُوم عَلَيْهَا

“Hadits di atas berlaku untuk orang yang ingin melakukan ketaatan lantas terhalang dari melakukannya. Padahal ia sudah punya niatan kalau tidak ada yang menghalangi, amalan tersebut akan dijaga rutin.” (Fath Al-Bari, 6:136)

SHARE ARTIKEL