Jokowi Tegaskan Tak Ada Lockdown, Tapi Pembatasan Sosial Berskala Besar

Penulis Dian Aprilia | Ditayangkan 31 Mar 2020

Jokowi Tegaskan Tak Ada Lockdown, Tapi Pembatasan Sosial Berskala Besar

Presiden Joko Widodo - Image from www.thejakartapost.com

Meski didesak berbagai pihak, jokowi tetap bersikeras tidak akan lockdown. 

Jokowi pilih PSBB yakni Pembatasan Sosial Berskala Besar. Cara ini disebut sebagai cara yang paling cocok diterapkan di Indonesia dalam tangani wabah corona. Lantas apa itu PSBB? 

Corona menggemparkan berbagai penjuru dunia. Jangankan Indonesia, Negara Adidaya sekelas Amerika dan China pun kewalahan menghadapi serbuan makhluk kecil tak kasat mata tersebut. 

Untuk menghadapi peperangan melawan corona ini, setiap negara memiliki pilihan dan kebijakan yang berbeda-beda. 

Utamanya terkait pilihan lockdown dan tidak, sebagaimana yang sering dibicarakan, bukan hanya di kalangan masyarakat. Namun juga kalangan tenaga medis, masyarakat umum, hingga pemerintah. 

Baca juga : Mengungkap Cocokologi Netizen : Sebut Corona Ada dalam Ayat Al-Quran

Lockdown ialah karantina terhadap suatu daerah atau wilayah tertentu dalam rangka mencegah perpindahan orang baik masuk maupun keluar wilayah tersebut, karena suatu alasan mendesak.

Lockdown ada dua jenis, pertama lockdown parsial yakni hanya menutup akses masuk atau keluar wilayah.

Sedangkan yang kedua adalah lockdown total, yakni menambahkan aturan larangan pada warga untuk keluar rumah ecuali ada urusan yang sangat mendesak. Ditambah juga dengan menghentikan semua transportasi publik. 

Terkait pilihan tersebut, sejak awal Jokowi sudah memutuskan untuk tidak memilih opsi lockdown dalam menangani pandemi corona ini. Ia mengungkapkan bahwa setiap negara memiliki karakter yang berbeda-beda. 

Alasan Jokowi Tidak Pilih Lockdown 

"Ada yang tanya kepada saya kenapa kebijakan lockdown tidak kita lakukan. Perlu saya sampaikan bahwa setiap negara memiliki karakter berbeda-beda, budaya berbeda, memiliki kedisiplinan berbeda. Oleh sebab itu kita tidak memilih jalan itu," ucap Jokowi dalam rapat online yang dilakukan Selasa (24/3) 

Ketika ditanya lebih lanjut, pada Senin 30 Maret, Presiden Joko Widodo tetap bersikukuh untuk tidak melakukan lockdown di Indonesia sebagai upaya menangani corona. 

Dibandingkan lockdown, Jokowi lebih memilih adanya pembatasan sosial atau physical distancing dalam skala yang lebih besar.

Apa itu PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar)?

“Saya minta kebijakan pembatasan sosial berskala besar, physical distancing dilakukan lebih tegas lebih disiplin dan lebih efektif lagi. Sehingga tadi juga sudah saya sudah sampaikan bahwa perlu didampingi adanya kebijakan darurat sipil,” ujarnya dalam Telekonferensi Rapat Terbatas, di Istana Kepresidenan Bogor, Senin (30/3).

Untuk memberlakukan pembatasan sosial dalam skala besar, tersebut Jokowi meminta agar dipersiapkan aturan detil pelaksanaannya. 

Hal ini, lanjut Jokowi, perlu dilakukan agar seluruh provinsi, kota dan kabupaten di Indonesia mendapatkan panduan yang jelas dan sinergi terkait hal ini. 

Dalam skema pembatasan sosial berskala besar ini, Jokowi menginstruksikan agar apotek dan toko atau supermarket bahan makanan pokok tetap buka untuk melayani masyarakat. Dengan syarat tetap memprioritaskan aturan jaga jarak yang sangat ketat.

Pihaknya juga telah menyiapkan program perlindungan sosial serta langkah-langkah untuk menstimulus ekonomi. Hal tersebut diperuntukkan bagi pelaku UMKM serta pekerja informal yang terdampak akibat pandemi global ini.

Kebijakan tersebut, masih proses disusun oleh pemerintah dan akan segera diumumkan kepada masyarakat.

Lockdown Kewenangan Pusat Bukan Daerah 

Dalam kesempatan tersebut, Jokowi juga menegaskan kembali bahwa kebijakan karantina wilayah atau lockdown merupakan kewenangan dari pemerintah pusat.

“Saya ingatkan kebijakan kekarantinaan kesehatan termasuk karantina wilayah adalah kewenangan pemerintah pusat, bukan kewenangan pemerintah daerah. Saya berharap seluruh Menteri memastikan bahwa pemerintah pusat, pemerintah daerah, harus memiliki visi yang sama. Harus satu visi. Memiliki kebijakan yang sama. Semuanya harus dikalkulasi, semuanya harus dihitung, baik dari dampak kesehatan maupun dampak sosial ekonomi yang ada,” ujarnya.

SHARE ARTIKEL