ITB Ungkap Masa Puncak dan Berakhirnya Corona di Indonesia 

Penulis Dian Aprilia | Ditayangkan 27 Mar 2020

ITB Ungkap Masa Puncak dan Berakhirnya Corona di Indonesia 

Ilustrasi grafik corona - Image from www.asumsi.co

Peneliti ITB ungkap selesainya wabah corona

Peneliti ITB mengungkapkan prediksi masa puncak dan berakhirnya corona di Indonesia dengan berpijak pada data terbaru kasus positif Covid-19 di Indonesia. 

Pusat Pemodelan Matematika dan Simulasi (P2MS) Institut Teknologi Bandung (ITB) memperkirakan epidemi virus corona (SARS-COV-2) akan berakhir di Indonesia pada akhir Mei hingga awal Juni 2020. 

Hal ini berarti epidemi Covid-19 itu belum berakhir saat memasuki bulan Ramadhan hingga mudik lebaran 2020. 

Sebelumnya simulasi dari tim peneliti pada Pusat Pemodelan Matematika dan Simulasi (P2MS) ITB memprediksi wabah Covid-19 di Indonesia akan mengalami puncaknya pada akhir Maret 2020 serta berakhir pada pertengahan April 2020.

Salah satu peneliti yang melakukan simulasi tersebut, Nuning Nuraini mengatakan perubahan prediksi tersebut disebabkan oleh meningkatnya jumlah kasus corona di Indonesia. 

Baca juga : Tegal Lockdown, Walikota : `Lebih baik saya dibenci daripada warga mati`

Hingga 27 Maret, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah mengumumkan 893 kasus positif corona di Indonesia.

Dalam penelitian yang menjadi jurnal ilmiah tersebut, Nuning dengan tim membangun model representasi jumlah kasus dengan menggunakan model pengembangan dari model logistik yakni Richard's Curve yang dibuat oleh F.J.Richards.

Model Richard's Curve ini diuji coba dengan berbagai data kasus corona dari berbagai macam negara, seperti China, Iran, Italia, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Termasuk data akumulatif kasus corona di seluruh dunia.

Ternyata, secara matematik, ditemukan bahwa model Richard's Curve Amerika Serikat adalah yang paling cocok dengan minimnya kesalahan untuk diterapkan dengan tren data kasus corona di Indonesia. 

Sebelumnya saat jumlah kasus corona di Indonesia masih berjumlah 96 positif Covid-19, model Richard's Curve Korea Selatan adalah yang paling cocok. Oleh karena itu, Nuning mengatakan prediksi akan terus diperbarui sejalan dengan adanya pembaruan jumlah kasus corona.

"Eror estimasi akan membesar kalau tetap pakai model Korea Selatan. Kasus naik model data Korea sudah tidak relevan jadinya pindah ke data Amerika Serikat," kata Nuning.

Dengan pemodelan sebelumnya, diperkirakan kasus penambahan terbesar berada di angka sekitar 600 kasus.

Selesainya Wabah Covid-19 

Ketika ditanya waktu berakhirnya wabah Covid-19, Nuning menyebut hal itu baru bisa dihitung ketika puncak infeksi telah terjadi. 

"Masalahnya ketika kasus sudah banyak kita bisa estimasi lagi kasus Indonesia. Perlu sampai puncak benar baru bisa mengatakan sampai kapan," kata Nuning, Kamis (26/3).

Nuning yang juga merupakan Dosen Program Studi Matematika ITB mengatakan simulasi permodelan baru bisa memprediksi akhir epidemi corona saat puncak epidemi telah terjadi. Puncaknya diperkirakan terjadi pada minggu kedua atau ketiga April 2020.

"Mulai epidemi pada awal Maret 2020. Puncak epidemi pada minggu kedua atau ketiga April 2020. Akhir epidemi pada akhir Mei/awal Juni 2020," ujar Nuning.

Baca juga: Nekat Gelar Resepsi Saat Corona, 2 Pesta Pernikahan di Jambi Dibubarkan Polisi

Berdasarkan jumlah kasus per 18 Maret 2020, Nuning memprediksi maksimal jumlah kasus corona di Indonesia adalah lebih dari 60 ribu kasus. 

Meningkat dari prediksi sebelumnya yang hanya sekitar 8000 kasus. Jumlah kasus baru corona terbesar adalah kurang lebih 2000 kasus meningkat dari prediksi sebelumnya sebanyak 600 kasus.

Data harian mengenai jumlah orang yang terinfeksi Covid-19 akan dijadikan data untuk membangun model yang dapat merepresentasikan dinamika penderita Covid-19.

Sebelumnya, mereka menggunakan model penghitungan matematik Richard's Curve ala Korea Selatan. Model Richard's Curve ini terbukti berhasil memprediksi awal, puncak, serta akhir endemi dari penyakit SARS di Hong Kong tahun 2003 silam.

Namun, Nuning juga memperingatkan bahwa pemodelan yang mereka buat sangat sederhana dan sama sekali tidak memperhitungkan faktor-faktor yang kompleksitasnya tinggi.

SHARE ARTIKEL