Ilmuwan Dunia Khawatirkan Indonesia dalam Tangani Wabah COVID-19
Penulis Dian Aprilia | Ditayangkan 24 Mar 2020Wabah corona di Indonesia semakin meningkat - Image from matamatapolitik.com
Indonesia menjadi negara terburuk dalam tangani corona
Ilmuwan dunia menyoroti Indonesia dan menempatkannya pada posisi terbawah dibandingkan seluruh negara Asia Tenggara dalam menangani wabah corona. Mengapa? Simak berita lengkapnya berikut ini.
Singapura dan Hong Kong Jadi Negara Terbaik Se-Asia Tenggara dalam Tangani COVID-19
Para ilmuwan dunia menyoroti kesiapan negara-negara di Asia Tenggara dalam menghadapi wabah virus corona.
Mereka sepakat memutuskan bahwa diantara negara lainnya, Singapura menjadi yang terbaik. Sedangkan Indonesia menempati Indonesia sebagai negara terburuk dalam tangani wabah corona.
Singapura mengumumkan kasus COVID-19 pertama kali pada 23 Januari 2020 silam. Saat ini jumlah penduduk yang terinfeksi di negara tersebut mencapai 455 orang. Dua orang diumumkan meninggal dunia, sedangkan yang berhasil sembuh mencapai 144 orang.
Baca juga :
- Tidak untuk Semua, ini Kriteria Orang yang Dapat Ikuti Tes Massal COVID-19
- Viral, 7 Potret Miris APD Dokter yang Menangani COVID-19
- Kisah Pilu Wafatnya Para Dokter dalam Peperangan Melawan Corona
Asisten profesor penyakit menular National University of Singapore, Clarence Tam, menyebut Singapura dan Hong Kong adalah negara yang telah menangani wabah virus corona dengan baik.
Faktor keberhasilan ini salah satunya adalah luas wilayah yang sempit serta jumlah penduduk yang relatif sedikit. Sehingga keduanya tidak terlalu sulit dalam melakukan pelacakan kontak.
Selain itu, mereka sudah berpengalaman dalam menghadapi epidemi SARS pada 2003 silam. Hal ini berarti dalam 15 tahun terakhir, baik Singapura maupun Hong Kong, telah memiliki kapasitas dan infrastruktur yang baik guna menangani wabah sejenis.
Dari kedua negara tersebut, ada perbedaan dalam menangani wabah corona, khususnya kebijakan dalam menutup atau membuka sekolah. Hong Kong telah menutup sekolah-sekolah tersebut sejak tahun baru Imlek. Sementara Singapura memutuskan untuk tetap membuka sekolah.
"Untuk COVID-19, saat ini kami tidak tahu berapa banyak anak yang berkontribusi terhadap penularan. Mungkin banyak kasus pada anak-anak yang tidak terdeteksi karena penyakit pada anak-anak cenderung ringan, tetapi kami juga tidak melihat banyak wabah di sekolah," kata Tam, seperti dikutip The Sydney Morning Herald.
Selain Singapura dan Hong Kong, dua negara Asia lainnya, Taiwan dan Korea Selatan, juga dianggap cukup baik dalam menangani wabah virus corona.
Beberapa langkah penanganan yang diambil dianggap sebagai kunci keberhasilan pengendalian diantaranya ialah, menguji sejak awal secara luas, menerapkan isolasi yang efektif, serta penelusuran kontak dan karantina.
"Setiap negara yang belum dapat menerapkan langkah-langkah ini dengan cepat, untuk alasan apapun, berisiko tinggi penularan masyarakat yang tidak terkendali, seperti yang kita lihat sekarang di sejumlah negara Eropa dan Amerika Serikat," tambahnya.
Baca juga: Quraish Shihab: `Virus Corona bukan tentara Allah`
Indonesia Dinilai Lambat Tangani kasus COVID-19
Sementara itu, Indonesia dinilai sebagai negara yang riskan dalam menghadapi penyebaran virus corona. Indonesia memang baru mengumumkan kasus pertama positif pada 2 Maret 2020 silam.
Dengan populasi penduduk mencapai 50 kali dari Singapura, jumlah kasus terus melonjak signifikan dan persentase kematian mencapai angka 9,3 persen.
Hingga Selasa (24/3), sudah ada 579 pasien dilaporkan terinfeksi COVID-19 dan 49 di antaranya meninggal dunia. Hal tersebut memicu kekhawatiran tidak hanya masyarakat Indonesia, namun juga dunia internasional.
Dalam laporan The Sydney Morning Herald, pemerintah Indonesia dinilai telah membantah adanya penyebaran virus corona selama berminggu-minggu. Di awal, Indonesia hanya menguji sekitar 1.500 orang dari sekitar 270 juta total penduduk.
Tentu jumlah tersebut terbilang rendah dari negara lain yang jumlah populasinya jauh di bawah Indonesia.
Contoh, Australia yang kurang lebih telah melakukan tes pada 80 ribu penduduknya, sementara Korea Selatan telah mengetes 250 ribu penduduknya.
Menteri Kesehatan Indonesia, Terawan Agus Putranto, dalam menangani wabah COVID-19 juga mendapat kritikan dari dunia internasional.
Saat virus corona telah menyebar dan menjadi perhatian serius masyarakat dunia, Terawan justru menyebut doa dapat membebaskan Indonesia dari virus bernama resmi SARS-CoV-2 itu.
Di sisi lain, Presiden Joko Widodo sebelumnya justru mendorong untuk meningkatkan kunjungan pariwisata, bahkan memberikan promo tiket pesawat hingga 50%. Langkah antisipasi COVID-19 di Indonesia pun dinilai sangat terlambat.
Baru pada Kamis (19/3), Presiden Joko Widodo akhirnya mengambil tindakan untuk melakukan pengujian di seluruh negeri untuk mengendalikan penyebaran virus corona. Namun, langkah tersebut pun masih dipertanyakan apakah dapat berjalan efektif dan cepat dalam menangani penyebaran wabah COVID-19.
Populasi Sangat Besar dan Birokrasi Tidak Efisien
Profesor virologi Universitas Queensland, Ian Mackay, menyoroti situasi di Indonesia saat ini yang dianggap berpotensi menyebabkan kondisi lebih buruk di waktu mendatang.
"Ketika Anda melihat banyak kematian dalam waktu singkat (seperti yang terjadi di Indonesia), itu menunjukkan ada beberapa kasus selama beberapa waktu. Juga, kami telah melihat banyak wisatawan yang terinfeksi keluar dari Indonesia sehingga itu bukanlah tempat yang aman dari virus corona," ujar Mackay.
"Mereka (angka infeksi saat ini) hanya belum cukup diuji."
Tingkat kematian di Indonesia saat ini lebih tinggi daripada rata-rata seluruh negara di dunia. Hal itu membuat dosen ahli politik Asia Tenggara di Griffith University, Lee Morgenbesser, paling mengkhawatirkan kondisi wabah COVID-19 di Indonesia.
"Dari semua negara di Asia Tenggara, Indonesia yang paling saya khawatirkan. Populasinya sangat besar dan birokrasi yang tidak efisien," kata Morgenbesser.
Morgenbesser menyebut Singapura telah terbukti berhasil mengendalikan wabah corona sedangkan negara lain di Asia Tenggara masih jauh dibawahnya.
Data per Selasa (24/03) di Malaysia terdapat 1.518 kasus; Thailand 721 kasus; Indonesia 579 kasus; Singapura 509 kasus; Filipina 462 kasus; Vietnam 123 kasus; Brunei Darussalam 91 kasus; Kamboja 87 kasus; sementara Laos dan Myanmar masih mengklaim nihil kasus.
Namun, Morgenbesser sendiri mengaku tidak percaya dengan laporan nihil kasus dari Laos dan Kamboja. Transparansi pemerintah disebutnya menjadi kunci penting dalam mengendalikan wabah COVID-19 ini.
"Ini adalah tes terhadap sesuatu yang tidak bisa kamu lihat dan kamu hanya punya sedikit kontrol. Yang diuji adalah seberapa transparan dirimu, akuntabel dirimu, dan seberapa efisien sistem yang telah kamu tempatkan," jelas Morgenbesser.