Petaka Tragedi 257 Siswa SMPN 1 Turi Hanyut, Manajemen Sungai: `Aduh, ini konyol!`

Penulis Dian Aprilia | Ditayangkan 22 Feb 2020

Petaka Tragedi 257 Siswa SMPN 1 Turi Hanyut, Manajemen Sungai: `Aduh, ini konyol!`

Korban hanyut tragedi SMPN 1 Turi susur sungai - Image from Instagram.com

Petaka, 257 siswa hanyut dalam kegiatan pramuka susur sungai yang diadakan di sekolah!

Tangis histeris para orang tua tumpah ketika tiba di lokasi evakuasi. Mereka tidak pernah membayangkan tragedi ini bisa menimpa putra-putri mereka. 

Apalagi mengetahui jumlah korban dari tragedi ini, sebanyak 23 siswa yang luka-luka dan 7 tewas. Berikut penjelasan kronologis dan pendapat Pakar manajemen sungai UGM 

Kronologis Hanyutnya 257 Siswa SMPN 1 Turi 

Tragedi ini bermula pada saat SMP Negeri 1 Turi, Sleman mengadakan kegiatan pramuka berupa susur sungai di Kali Sempor sekitar pukul 15.20 WIB, tanggal 21 Februari 2019. Siswa masuk kedalam aliran sungai dan diduga air banjir datang secara tiba-tiba saat kejadian. 

Memang, kondisi saat itu sedang hujan deras dan cuaca buruk, seperti yang sebelumnya sudah diinformasikan oleh pihak BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) Yogya.

Baca juga : 

Mas'ud Rofiqi, Supervisor Pusat Pengendalian dan Operasi Penanggulangan (Pusdalops) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY menyampaikan "Menurut BMKG saat itu sedang terjadi hujan di lereng Gunung Merapi. Harusnya bisa diwaspadai peringatan dari BMKG itu. Waktu sebelum kejadian kan sudah ada peringatan dini juga," ujarnya.

Hingga pagi ini, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan, korban meninggal akibat terseret banjir Sungai Sempor, Sleman bertambah menjadi tujuh siswa. Sedangkan tiga siswa lainnya belum ditemukan.

Berdasarkan update dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi DIY, Sabtu (22/2/2020) pukul 04.20 WIB, total jumlah siswa SMPN 1 Turi Sleman adalah 248 siswa dengan rincian Kelas 7 sebanyak 124 siswa, dan Kelas 8 sebanyak 125 siswa.

"Update data terkini korban adalah terkonfirmasi selamat 216 siswa, terkonfirmasi luka luka 23, meninggal dunia 7 siswa dan, belum ditemukan 3 siswa," kata Kapusdatinkom BNPB Agus Wibowo dalam keterangan tertulisnya. Siswa yang belum ditemukan adalah Yasinta Bunga, Zahra Imelda, dan Nadine Fadilah.

Sedang siswa yang terkonfirmasi meninggal dunia karena terseret banjir Sungai Sempor adalah Sovie Aulia, Arisma Rahmawati, Nur Azizah, Lathifa Zulfaa, Khoirunnisa Nurcahyani Sukmaningdyah, Evieta Putri Larasati, dan Faneza Dida.

"Sebanyak 23 siswa luka, 21 siswa rawat jalan/pulang dan 2 siswa menjalani rawat inap di Puskesmas Turi atas nama Teta Versya dan Hapsari Teta," kata Agus.

Berikut postingan instagram dari @lambe_turah

Pakar Manajemen Sungai, Agus Maryono : 'Aduh, ini Konyol!' 

Pakar Manajemen Sungai UGM Agus Maryono menyebut tewasnya 7 siswa SMPN 1 Turi Sleman di Sungai Sempor adalah hal konyol! Kenapa kegiatan susur sungai dilakukan anak-anak, tepat saat musim hujan pula.

Agus Maryono menyesalkan tragedi hanyutnya siswa SMPN 1 Turi Sleman di Sungai Sempor, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, Jumat (21/2/2020), yang menelan 7 korban jiwa.

Menurut pakar dari Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut, peristiwa itu menjadi preseden buruk bagi kegiatan susur sungai. Pasalnya, kegiatan dilakoni tanpa mempertimbangkan banyak hal.

"Aduh, ini konyol, saya sangat sangat sedih sekali, mengapa ini bisa terjadi, susur sungai dilakukan anak-anak, ini menjadi preseden buruk bagi susur sungai," ucapnya sembari menghela nafas panjang di ujung telepon.

Kata Agus, kegiatan susur sungai ada standarnya. Misalnya, tidak boleh dilakukan anak hingga remaja. Yang boleh hanya kalangan profesional seperti TNI atau anggota Mapala. 

Selain itu susur sungai tidak dilakukan di dalam area sungai, tetapi hanya memantau di luar sungai kemudian melakukan penanganan ketika ada sesuatu yang perlu menjadi catatan.

"Tidak boleh anak ikut, remaja juga tidak boleh ikut susur sungai, hanya TNI, Mapala dan kalangan profesional yang sudah punya pengalaman susur sungai. Dan susur sungai itu tidak di dalam sungai tetapi di luar mengamati tidak di dalam sungai," ujarnya.

Selain itu, kata dia, susur sungai jangan dilakukan di saat musim hujan. Pelaksanaan harus dilakukan di musim kemarau. Jika ada yang ingin melakukan di musim hujan, harus dilakukan oleh kalangan profesional. Selain itu harus dilengkapi dengan berbagai peralatan seperti helm dan pelampung, serta berbagai alat lapangan lainnya.

"Meski pun itu di sungai kecil, tetap harus sesuai prosedur, karena sungai kecil itu justru malah lebih berbahaya, aliran air bisa tiba-tiba besar," katanya.

Ia meyakini pengetahuan soal susur sungai ini tidak diketahui oleh penyelenggara kegiatan di SMPN 1 Turi. Karena faktanya anak-anak justru diajak masuk sungai di saat musim hujan dan tanpa perlengkapan yang memadai.

"Kalau niatnya mau kerja bakti harus ada orang yang di atas untuk memantau, waduh, musim hujan ngapain juga, musim hujan kan sampah juga sudah tidak ada," ujarnya

Tragedi tersebut menjadi bukti minimnya proses analisis medan dan risiko sebelum melaksanakan kegiatan sekolah. Sekaligus bisa menjadi pelajaran bagi pihak sekolah agar lebih teliti lagi terhadap menganalisis dan menyetujui kegiatan tertentu. 

Jangan sampai kecolongan karena nyawa bisa jadi taruhannya. Selanjutnya, masalah keamanan dan keselamatan siswa harus menjadi perhatian utama dari pihak sekolah sebelum mengadakan kegiatan apapun. 

Dan pihak orang tua, bisa berperan aktif dalam keikutsertaan putra-putrinya dalam kegiatan tertentu. Salah satunya adalah dengan menanyakan kepada guru atau pihak sekolah yang berkepentingan terkait detail kegiatan serta bentuk pengawasan dari sekolah. 

Jika dirasa kurang aman, pihak orang tua tentu saja boleh memprotes, memberi saran dan kritik atau bahkan melarang anaknya untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut. 

SHARE ARTIKEL