Ngeri, Begini Detik-detik Video Letusan Gunung Anak Krakatau Pasca Stunami Selat Sunda
Penulis Cheryl mikayla | Ditayangkan 25 Dec 2018
Erupsi Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda, Minggu (23/12/2018) tirto.id
Tsunami yang melanda Anyer, Banten, Pandeglang dan Lampung diduga disebabkan oleh longsoran Gunung Anak Krakatau.
BPTT menyebut, longsoran Gunung Anak Krakatau mencapai 64 hektar.
Dari video pantauan udara, begini ngerinya letusan Anak Krakatau pasca Tsunami...
Bencana Tsunami Selat Sunda, setidaknya telah merenggut 373 jiwa dan 2.459 luka-luka. Jumlah ini dipastikan bertambah karena masih banyak korban yang belum ditemukan.
Tsunami yang melanda Anyer, Banten, Pandeglang dan Lampung diduga disebabkan oleh longsoran Gunung Anak Krakatau.
Gunung Anak Krakatau berada di tengah perairan Selat Sunda. Sejak Juni 2018, Gunung Anak Krakatau erupsi hampir setiap hari.
Lonsoran capai 64 hektar

Perbandingan wajah Anak Krakatau dari udara pada 11 Desember dan 23 Desember 2018.
Badan Pengkajian dan Penerapan teknologi merilis citra radar yang menunjukkan perbedaan permukaan Anak Krakatau dilihat dari udara.
Dua citra yang membandingkan kondisi pada 11 Desember dan 23 Desember 2018 itu jelas menunjukkan adanya perubahan permukaan sekitar 357 meter dan 1.800 meter.
Tampak pada citra tersebut bahwa bagian selatan atau kiri bawah pada gambar sudah hilang.
"Ini bukti bahwa ada area yang hilang atau longsor ke laut, sekitar 64 hektar," kata Widjo Kongko seperti dikutip dari Kompas.com, Senin (24/12/2018).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh ahli geologi Perancis Christine Deplus dan peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Hery Harjono, longsornya bagian selatan - barat daya Anak Krakatau bisa picu tsunami.
Dalam pesannya pada Minggu, Hery mengatakan bahwa Anak Krakatau cenderung tumbuh ke arah barat daya dan sisi tersebut juga lebih curam dari lainnya.
"Tentu ini merupakan bagian yang labil dan jika melorot atau longsor tentu dapat memicu tsunami," demikian kata Hery.
Publikasi penelitian Deplus dan Hery di Journal of Vulvanology and Geothermal Research pada 1995 juga mengungkap bahwa tsunami akibat longsoran Anak Krakatau pernah terjadi pada tahun 1981.
Pakar vulkanologi Surono mengungkapkan, berdasarkan citra BPPT tersebut, "Longsorannya besar. energinya juga pasti besar."
Widjo mengungkapkan, untuk bisa lebih pasti, perlu dilakukan perkiraan volume longsoran yang jatuh ke lautan.
Pasca tsunami 22 Desember 2018, Gunung Anak Krakatau juga masih erupsi.
Dilansir dari akun twitter Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, pasca tsunami Selat Sunda Gunung Anak Krakatau juga masih erupsi namun tidak besar.Status aktivitasnya ada di Waspada (level 2). Zona bahaya ada di dalam radius 2 km. Jalur pelayaran disebut-sebut masih aman.
Berikut videonya yang diunggah Sutopo Purwo Nugroho:
Erupsi Gunung Anak Krakatau yang terpantau dari pesawat Grand Caravan Susi Air pada 23/12/2018. Hampir setiap hari Gunung Anak Krakatau erupsi sejak Juni 2018. Erupsinya tidak besar. Status Waspada (level 2). Zona berbahaya di dalam radius 2 km. Jalur pelayaran di aman. pic.twitter.com/w5zkXPqdyh— Sutopo Purwo Nugroho (@Sutopo_PN) December 24, 2018
Baca Juga: