Jeritan Orangtua Korban Rubella, "Tolong lah jangan lihat haramnya"

Penulis Cheryl mikayla | Ditayangkan 19 Sep 2018

Jeritan Orangtua Korban Rubella,
Jerit dari orangtua korban Rubella (Foto: detik.com)
Bukan menakut-nakuti, Rubella itu nyata dan sudah ada yang mengalaminya.

Sambil menahan tangis, wanita ini beberkan kesedihannya saat tahu anaknya terkena rubella.

Orang tua wajib tahu bahayanya!

Salah seorang warga Lhokseumawe, Aceh, Nursiah (47) duduk di hadapan awak media, di sebelahnya ada putri keduanya Syakilla (8) yang harus mengalami rubela.

Bahkan ia sempat tak tahu bahwa saat itu ia mengalami rubella, gejalanya saat itu hanya bintik merah di kulit hingga suaminya membawanya ke dokter.

"Sampai di dokter karena yang menangani dokter dalam beliau mensyaratkan dirawat di rumah karena saya sedang hamil, jadi saya tidak bsia diberi obat," kisahnya saat ditemui di kawasan Jakarta Pusat beberapa waktu lalu.

Nursiah mengaku aktif melakukan pemeriksaan kandungan, bahkan saat itu dokter tidak mengatakan ada yang salah dari kandungan atau janin yang ada di dalamnya.

Namun, di usia 6 bulan, janinnya sempat tidak bergerak, kemudian jelang hari persalinan pun terjadi hal yang sama.

"Akhirnya kami melakukan caesar ananda sempat tidak menangis, langsung ke ruang icu dirawat 10 hari, saya pulang kerumah masih dirawat. Dua bulan berobat di daerah dengan keluhan yang sama sampai ICU kami dirujuk ke provinsi, ditangani di ICU kata dokter kemungkinan ini rubella, ini harus dilakukan tes. Namun tidak dilakukan tes, kami pulang ke daerah, dia kumat lagi," katanya sambil menahan tangis.

Nursiah berharap para orangtua untuk memberikan vaksinasi kepada anak-anaknya. Jangan sampai adalah anak yang mengalami hal serupa lagi.

"Harapan saya pada ibu-ibu yang anti vaksin jangan mengatakan vaksin tidak benar, haram, bagaimana jika seperti saya yang mengalami? Kami ada komunitas ibu yang anaknya kena rubella, keluhan kami sama, jadi kami sering mengungkan rubella itu ada, kami yang mengalami." ungkap Nursiah, seperti dilansir dari detik.com.

Ia mengatakan betapa banyak biaya yang harus dikorbankan para orangtua, belum lagi upaya untuk kesembuhan sang buah hati tidaklah mudah.

"Kena katarak harus operasi mata harus menunggu berat badan naik. Jadi harapan saya tolong lah jangan lihat haramnya, mungkin di islam yang haram memang haram, tapi bagaimana dengan kami? Masihkah haram? Bukankah kalau banyak mudharatnya menjadi mubah?" tutupnya.

Di Balik Pentingnya Vaksinasi Rubella

Ibu hamil yang terkena rubella akan menularkan virus ke janinnya karena virus tersebut dapat menembus plasenta. Vaksinasi saat persiapan kehamilan sangat penting.

Sudah banyak bukti-bukti medis yang mengingatkan betapa pentingnya imunisasi ini.

Dalam Jurnal yang disusun oleh Elise Bouthry, dkk pada 2014 menyebutkan virus rubella menular ke janin karena virusnya dapat menembus plasenta. Penularan di trimester pertama dapat menyebabkan keguguran, atau, jika janinnya tetap berkembang, mereka akan mengembangkan gangguan CRS.

Kemudian berdasar jurnal Paediatrics Child Health (2007), janin yang terinfeksi rubella saat dua minggu pertama kehamilan akan terlahir dengan gangguan paling banyak.

Yang paling umum adalah gangguan mata, pendengaran, dan kerusakan hati,” tulis jurnal tersebut, seperti dikutip dari tirto.id.

Mencermati dampak panjang yang ditimbulkan virus rubella, maka program vaksinasi MR solusi yang tepat.

Jangan ada lagi bayi-bayi yang harus lahir karena ketidaktahuan atau menolak melakukan vaksinasi.

Baca Juga:

Vaksin MR sendiri dibolehkan MUI karena dianggap darurat

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa Nomor 33 Tahun 2018 tentang penggunaan vaksin measless dan rubella untuk imunisasi.

Ada tiga alasan kenapa MUI untuk sementara ini membolehkan penggunaan vaksin MR.

  • Pertama, adanya kondisi keterpaksaan (darurat syar’iyyah).
  • Kedua, belum ditemukan vaksin MR yang halal dan suci.
  • Ketiga, ada keterangan dari ahli yang kompeten dan dipercaya tentang bahaya yang ditimbulkan akibat tidak diimunisasi vaksin MR.

Fatwa tersebut dinyatakan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, yaitu 20 Agustus 2018.

Dalam keputusan mengenai fatwa ini diteken oleh Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin AF dan Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Ni'am Sholeh.
SHARE ARTIKEL