Meski Kepepet, Jangan Pinjam Uang di Bank Manapun, Karena Itu Sama Saja Zina

Penulis Unknown | Ditayangkan 10 May 2018

Meski Kepepet, Jangan Pinjam Uang di Bank Manapun, Karena Itu Sama Saja Zina
foto via cariusaha.org

Label Bank Syariah sekarang mulai banyak bermunculan, padahal ujungnya ya sama ada bunga, meskipun cuma 0,000000000000001%  malah lebih banyak kalau nggak salah...

Ingat pinjam nggak boleh ada lebihan ya, itu kan sama saja zina....

Bank merupakan agen riba di masyarakat. Mereka jaya di atas penderitaan banyak orang. Berita tentang orang yang bunuh diri karena terlilit utang bank, dipukuli debt collector, rumah disita sehingga anak istri telantar, dst.

Peristiwa semacam ini bukan hal yang asing di tempat kita. Para pegawai bank duduk manis di ruang ber-AC dengan gaji besar, hanya dengan memperhatikan perhitungan angka di komputer, nyawa nasabah bisa menjadi taruhannya.

Bank merupakan agen riba di masyarakat. Mereka jaya di atas penderitaan banyak orang. Berita tentang orang yang bunuh diri karena terlilit utang bank, dipukuli debt collector, rumah disita sehingga anak istri telantar, dst.

Baca Juga : Pengertian Muamalah, Beserta Prinsip dan Penerapannya dalam Berbisnis

Peristiwa semacam ini bukan hal yang asing di tempat kita. Para pegawai bank duduk manis di ruang ber-AC dengan gaji besar, hanya dengan memperhatikan perhitungan angka di komputer, nyawa nasabah bisa menjadi taruhannya.

Lebih dari itu, pinjam dana dari bank, sejatinya kita telah melanggar ancaman laknat karena transaksi riba. Satu hadis yang sangat sering kita dengar, dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَشْرَةً: آكِلَ الرِّبَا، وَمُوكِلَهُ، وَكَاتِبَهُ، وَشَاهِدَيْهِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat 10 orang: pemakan riba, pemberi makan riba, dua saksi transaksi riba, dan orang mencatat transaksinya.” (HR. Ahmad 635).

Dalam riwayat Baihaqi terdapat tambahan:

وَقَالَ: هُمْ سَوَاءٌ

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan: “Mereka semua sama.” (Baihaqi dalam As-Shugra, 1871).

Pemberi makan riba pada hadis ini adalah para nasabah yang meminjang uang di bank, yang mempersyaratkan adanya riba, sebagaimana keterangan di Aunul Ma’bud.

Pendek kata, bagi orang yang sedang memiliki masalah keuangan, meminjam di bank sama dengan menciptakan masalah baru baginya.

Baca Juga : Cerita Menyedihkan, Bapak Tua Pensiunan PNS yang Hutang 80 jt Harus Lunasi 210 jt.


Lalu bagaimana dengan orang yang butuh banyak uang? Bukankah pinjaman bank akan sangat membantu?

Pertanyaan inilah yang mungkin menjadi alasan terbesar bagi kebanyakan orang untuk tetap gandrung dengan pinjaman bank. Namun sebenarnya, pertanyaan ini masih terlalu global, sehingga perlu kita rinci untuk bisa memberikan jawaban yang berbeda. Rincian itu sebenarnya merupakan turunan dari pertanyaan di atas:

Apa latar belakang dia butuh banyak uang?

Dan untuk tujuan apa dia butuh banyak uang?

Konsekuensi bahwa Islam adalah agama sempurna, kita bisa mendapatkan jawaban yang benar untuk semua masalah. Tak terkecuali masalah keuangan. Untuk menjawab pertanyaan di atas, ada beberapa catatan yang bisa kita jadikan pengantar:

Meski Kepepet, Jangan Pinjam Uang di Bank Manapun, Karena Itu Sama Saja Zina
foto via purnawaninfo.id

Pertama, kita yakin hampir semua orang butuh harta, karena dia butuh untuk hidup. Di lain pihak, tidak semua orang bisa mencari sendiri harta yang menjadi kebutuhan pokok hidupnya. Dalam Islam, manusia yang tidak bisa mencari kebutuhan hidup sendiri dikelompokkan menjadi dua:
A. Orang yang menjadi tanggungan keluarganya yang lain, seperti anak menjadi tanggungan orang tua, atau orang tua yang tidak mampu mencari nafkah menjadi tanggungan anak lelaki, atau saudara yang tidak mampu bekerja karena cacat fisik atau mental, menjadi tanggungan saudaranya yang lain, dst. 
B. Orang yang menjadi tanggungan kaum muslimin secara bersama atau negara, karena mereka tidak lagi menjadi tanggungan anggota keluarganya yang lain. Merekalah orang fakir, miskin, ibnu sabil, budak mukatab, jatuh pailit karena utang, dst. Untuk menutupi kebutuhan pokok hidupnya, mereka berhak mendapatkan harta zakat.
Melihat peta masyarakat muslim yang demikian, sejatinya dalam Islam tidak ada istilah manusia terlantar karena masalah harta. Karena yang mampu wajib membayar zakat dan yang kurang mampu, berhak menerima zakat. Sehingga kebutuhan pokok setiap muslim pasti akan terjamin.

Kedua, dalam Islam ada manusia yang diizinkan untuk meminta-minta. Sehingga andaipun dia tidak tercover dengan harta zakat, dia masih bisa mendapatkan harta dari sumber yang lain untuk menutupi kebutuhan pokoknya. Diantara kondisi tersebut adalah:
a. Ketika seseorang menanggung beban diyat (denda) atau pelunasan hutang orang lain, ia boleh meminta-minta sampai dia mampu melunasinya. Setelah lunas, dia wajib untuk meninggalkan mengemis. 
b. Ketika seseorang ditimpa musibah yang menghabiskan seluruh hartanya, ia boleh meminta-minta sampai ia mendapatkan sandaran hidup. 
c. Ketika seseorang tertimpa kefakiran yang sangat berat, sehingga disaksikan oleh 3 orang berakal,  pemuka masyarakatnya bahwa dia tertimpa kefakiran, maka  halal  baginya  meminta-minta  sampai  dia  mendapatkan kecukupan bagi kehidupannya.
Pada tiga kondisi ini, seseorang diperbolehkan untuk meminta-minta sumbangan. Dalil kesimpulan ini adalah hadis dari Sahabat Qabishah bin Mukhariq radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Baca Juga : "SayaTidak Punya Uang" Hindari Kalimat Seperti Itu, Sebab Efeknya Bisa Sangat Mengerikan

“Wahai Qabishah! Sesungguhnya meminta-minta itu tidak halal, kecuali bagi salah satu dari tiga orang: Seseorang yang menanggung beban (hutang orang lain, diyat/denda), ia boleh meminta-minta sampai ia melunasinya, kemudian berhenti. Dan seseorang yang ditimpa musibah yang menghabiskan hartanya, ia boleh meminta-minta sampai ia mendapatkan sandaran hidup. Dan seseorang yang ditimpa kesengsaraan hidup sehingga ada tiga orang yang berakal dari kaumnya mengatakan, ‘Si fulan telah ditimpa kesengsaraan hidup,’ ia boleh meminta-minta sampai mendapatkan sandaran hidup. Meminta-minta selain untuk ketiga hal itu, wahai Qabishah! adalah haram, dan orang yang memakannya adalah memakan yang haram.” (HR Muslim no.1044, Abu Dawud no.1640, dll)

Ada satu lagi yang boleh meminta-minta, yaitu ketika seseorang meminta sumbangan untuk kepentingan kaum muslimin, bukan kepentingan pribadinya.

Seperti untuk tujuan dakwah, pembangunan sarana keagamaan, dll. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memotivasi para sahabat untuk berinfak dalam rangka jihad atau kepentingan sosial lainnya.

Ancaman Bagi Para Pelaku Riba
Dalam kehidupan sekarang ini, banyak kita dapatkan di sekeliling kita, kaum muslimin yang bermudah-mudah mencari jalan pintas mendapatkan harta, seperti mobil dan rumah, dengan melakukan transaksi riba. Padahal, pelaku riba mendapatkan ancaman dari Allah Ta’ala. Berikut ini kami sampaikan dua ayat dalam Al Qur’an tentang ancaman bagi pelaku riba,

1. Diibaratkan seperti orang mabuk yang tidak bisa berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantara (penyakit gila).

2. Akan dimasukkan ke dalam api neraka dan kekal selamanya. (QS. 2 : 275) :

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

“Orang-orang yang memakan (mengambil) riba, tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran tekanan penyakit gila. Hal itu karena mereka mengatakan, bahwasanya jual beli itu adalah seperti riba. Dan Allah menghalalkan jual beli serta mengharamkan riba. Maka barangsiapa yang telah datang padanya peringatan dari Allah SWT kemudian ia berhenti dari memakan riba, maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu dan urusannya terserah kepada Allah. Namun barang siapa yang kembali memakan riba, maka bagi mereka adalah azab neraka dan mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.”

3. Orang yang tidak meninggalkan riba, akan diperangi oleh Allah dan rasul-Nya serta akan dikategorikan sebagai orang kafir. (QS. 2 : 278 – 279)

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ * فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لاَ تَظْلِمُونَ وَلاَ تُظْلَمُونَ*

“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”

Baca Juga : Allah Akan Melindungimu Pada Hari Kiamat Dengan Cara ini Jika Kamu Ikhlaskan Piutangmu

4. Mendapatkan laknat Rasulullah SAW. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda :

عَنْ جَابِرٍ قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ (رواه مسلم)

Dari Jabir RA beliau berkata, ‘Bahwa Rasulullah SAW melaknat pemakan riba, yang memberikannya, pencatatnya dan saksi-saksinya. Rasulullah SAW mengatakan, ‘mereka itu sama.’ (HR. Muslim)

5. Halal bagi Allah Untuk Memberikan Azab-Nya. Rasulullah SAW bersabda :

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا ظَهَرَ فِي قَوْمٍ الرِّبَا وَالزِّنَا إِلاَّ أَحَلُّوا بِأَنْفُسِهِمْ عِقَابَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ (رواه ابن ماجه)

Dari Abdullah bin Mas’ud RA dari Rasulullah SAW beliau berkata, ‘Tidaklah suatu kaum menampakkan riba dan zina, melainkan mereka menghalalkan terhadap diri mereka sendiri azab dari Allah SWT. (HR. Ibnu Majah)

6. Memakan harta riba lebih berat dosanya di bandingkan dengan tiga puluh enam kali perbuatan zina. Rasulullah SAW bersabda :

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ حَنْظَلَةٍ غَسِيْلِ الْمَلاَئِكَةِ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دِرْهَمٌ رِبَا يَأْكُلُهُ الرَّجُلُ وَهُوَ يَعْلَمُ أَشَدُّ مِنْ سِتَّةٍ وَثَلاَثِيْنَ زَنِيَّةً (رواه أحمد والدارقطني والطبراني)

Dari Abdullah bin Handzalah (ghasilul malaikah) berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Satu dirham riba yang dimakan oleh seseorang dan ia mengetahuinya, maka hal itu lebih berat dari pada tiga puluh enam perzinaan. (HR. Ahmad, Daruquthni dan Thabrani)

Baca Juga : Sama Namun Tak Serupa ini Bedanya Bank Konvensional dengan Bank Syariah

7. Riba memiliki tingkatan-tingkatan. Dan tingkatan riba terendah adalah seperti seorang laki-laki berzina dengan ibu kandungnya sendiri. Rasulullah SAW bersabda :

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الرِّبَا ثَلاَثَةٌ وَسَبْعُوْنَ بَابًا أَيْسَرُهَا مِثْلَ أَنْ يَنْكِحَ الرَّجُلُ أُمَّهُ

(روا%

Melihat klasifikasi di atas, kita akan kesulitan mencari alasan lain untuk membolehkan seseorang pinjam uang dari bank. Selain untuk tujuan yang bukan bagian dari kebutuhan utama hidupnya, semacam modal usaha. 

Jika karena latar belakang modal usaha, meminjam modal dari bank, hakikatnya adalah mengawali usaha dengan transaksi riba. Bisa jadi itu akan menghilangkan keberkahan usahanya. Sebagai solusi, dia bisa membuka investor untuk turut menanamkan modal pada sektor usaha yang dijalani.

Kesimpulannya, tidak ada alasan darurat untuk mencari pinjaman di bank. Karena dalam kondisi darurat, kaum muslimin bisa terbantukan dengan adanya zakat dan sedekah. Untuk urusan usaha dan bisnis, masih ada seribu alternatif yang halal, tanpa harus melibatkan riba.
SHARE ARTIKEL