Memang Isra’ Mi’raj Diluar Nalar Manusia, Tapi ada Penjelasan Sains yang Sangat Logis

Penulis Dzikir Pikir | Ditayangkan 24 Apr 2017


Memang Isra’ Mi’raj Diluar Nalar Manusia, Tapi ada Penjelasan Sains yang Sangat Logis
smm.org

Night Journey berada di luar akal manusia dan hanya bisa di dekati dengan metodologi iman. Namun menariknya, ribuan tahun setelah peristiwa itu terjadi, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dicapai oleh peradaban manusia modern dapat menyulam untaian demi untaian perjalanan magis Rasulullah SAW itu menjadi satu frame utuh yang logis.

Jarak Makkah dan Yerusalem yang begitu jauh, lebih kurang 1.234 km (767 mil) hanya ditempuh dalam waktu satu malam adalah sesuatu yang mustahil. Ditambah pula, naik ke Surga yang sama sekali tak terbayangkan seberapa jauh jaraknya dan dimana letaknya serta bagaimana bentuknya. Dahulu kala, orang-orang Arab Quraisy hanya mengenal unta dan kuda sebagai alat transportasi. Selain kedua hewan itu, mereka juga biasa menggunakan keledai sebagai pengangkut barang. Belum dikenal dan belum ditemukan alat transportasi canggih seperti pesawat terbang atau pesawat luar angkasa (aerospace) yang dapat mengantarkan seseorang dari satu tempat ke tempat lain yang jauh dalam waktu singkat.

Sejarah penerbangan setidaknya baru bermula pada sekitar tahun 400 M di Yunani. Dan itu pun hanyalah sebuah alat sederhana berbentuk burung yang dilengkapi dengan baling-baling dan diyakini tidak dapat terbang. Pada abad 9 M, Abbas ibn Firnas, seorang penyair/pemikir Muslim Andalusia (Spain), dilaporkan telah membuat percobaan dengan gliders, sebuah alat penerbangan tanpa mesin yang hanya melayang di udara dengan bantuan angin. Percobaan demi percobaan terus dilakukan hingga Wright Bersaudara berhasil terbang dengan pesawat bermesin pada tahun 1905.

Baca Juga: Ini Alasan Marcell Pindah-Pindah Keyakinan Hingga Masuk Islam yang Harmonis Menurutnya

Allah Maha Mengetahui, tapi bukankah hukum-hukum Allah SWT itu begitu menarik untuk ditelusuri dan dipahami?

Unta adalah hewan mamalia yang cukup unik dan hanya ada di wilayah semenanjung Arab, Afrika Utara, dan Australia Tengah secara natural. Hewan tersebut telah menjadi simbol padang pasir dan menjadi raja transportasi gurun sejak dahulu kala.

Unta mampu melintasi gurun pasir tanpa air selama sekitar 6 bulan. Seekor unta yang beratnya 600 kg bisa menghabiskan 200 liter air dalam waktu 3 menit. Sepertiga bagian tubuhnya adalah air. Punuk unta yang dipercaya sebagai tempat penyimpanan cadangan air adalah keliru. Punuk adalah tempat penyimpanan jaringan lemak. Dengan memusatkan lemaknya di bagian tubuh tertentu maka unta dapat mengendalikan penguapan air hasil metabolisme tubuhnya. Jaringan lemak tersebut akan menghasilkan 1 gram air—selain energi—dari masing-masing 1 gram lemak yang menguap dari paru-parunya saat ia bernafas. Demikianlah unta mampu bertahan hidup di padang pasir.

Seekor unta dewasa dapat berlari maksimal 40 km/jam secara terus menerus, dan melakukan sprint (berlari cepat dalam waktu yang singkat) maksimal 65 km/jam. Seekor unta yang berjalan pelan di bawah teriknya matahari—mencapai suhu 24.8ºC – 55ºC—memerlukan waktu 3 hari untuk sampai di Madinah yang berjarak 337 km (209 mil) dari Makkah.

Al-Buraq yang Super Cepat
Tanpa suatu alat transportasi khusus, mustahil Isra` Mi`raj dapat terjadi. Dan sudah pasti, jawabannya bukanlah dengan menunggangi unta apalagi pesawat terbang. Allah SWT telah mendatangkan seekor hewan putih untuk menjadi tunggangan Nabi SAW selama perjalanan.

Buraq bukanlah pesawat terbang atau UFO, Unidentified Flying Object atau benda terbang tak dikenal.

Buraq adalah hewan makhluk ciptaan Allah SWT. Ia berwarna putih, berbentuk seperti kuda (yang berkaki empat), berukuran sedikit lebih besar daripada seekor keledai namun lebih kecil daripada seekor baghal (mule), peranakan kuda dan keledai.

Anas ibn Malik RA menceritakan: Rasulullah SAW berkata, “Aku dibawakan al-Buraq, sejenis hewan berwarna putih dan panjang, lebih besar dari keledai dan lebih keci dari baghal, yang jarak telapak kakinya sejauh mata memandang.” (Anas ibn Malik – HR. Muslim, buku 1 nomor 309)

Nabi SAW telah mendeskripsikan bentuknya sebagai seekor kuda. Hal itu mudah dipahami, karena hewan mamalia bergenus Equus ini sudah ada dan sudah dikenal di bumi ini sejak setidaknya 2.000 tahun Sebelum Masehi. Tapi, Buraq bukanlah seekor kuda yang kita kenal. Bukan pula Unicorn—kuda bertanduk satu dalam mitos Yunani—apalagi kuda bersayap. Tidak ada hadist-hadist Nabi SAW yang menjelaskan bahwa hewan tersebut memiliki sayap. Namun yang jelas, Buraq bukanlah UFO (Unidentified Flying Object), benda terbang tak dikenal.

Buraq bergerak sangat cepat, itu adalah suatu keharusan. Hewan tersebut memiliki jarak tempuh yang yang sangat jauh. Dikatakan bahwa jarak satu langkahnya dapat mencapai sejauh mata memandang. Dapat dibayangkan, bila jarak satu langkahnya saja sejauh itu maka tak mustahil Buraq mampu sampai di Yerusalem dalam waktu sekejap, terlebih-lebih bila ia berlari.

Dalam hadist tersebut, ‘sejauh mata memandang’ bukanlah dalam jarak pandang manusia biasa yang normalnya adalah 6 m (20 feet) melainkan suatu jarak pandang yang dapat melihat jauh ke depan hingga ke batas cakrawala. Biasanya hal itu bisa didapatkan ketika kita sedang berada di atas suatu ketinggian tertentu atau ketika sedang berada di pinggir pantai atau ketika sedang melayang di udara dan melihat jauh ke depan hingga ke batas horizontal bumi.

Baca Juga: Isra’ Mi’raj, Nabi Ibrahim dan Kewajiban Shalat Fardhu 5 Waktu

Dari sisi bahasa yang digunakan, ‘sejauh mata memandang’ bisa dipahami sebagai sebuah ungkapan betapa jauhnya jarak yang dapat ditempuh Buraq dalam satu kali ia melangkah terhadap geografis semenanjung Arab yang cenderung rata. Semenanjung Arab adalah dataran padang pasir yang maha luas berhiaskan pegunungan dan lembah-lembah berbatu di sebelah barat dan sedikit di selatan serta bagian timurnya. Tidak ada halangan seperti hutan-hutan di tanah gersang seperti itu dimana 95% permukaannya terdiri dari campuran tanah dan pasir.

Salah satu contoh jarak pandang yang dapat mendekati kriteria-kriteria tersebut di atas adalah jarak pandang seorang pilot dalam keadaan cuaca baik dan cerah. Pandangan seorang pilot dalam keadaan seperti ini dapat mencapai hingga 278 km (173 mil). Dari angka ini, maka dapat kita simpulkan secara kasar bahwa, bila jarak antara Makkah dan Yerusalem adalah 767 mil, maka Buraq hanya perlu 4 langkah saja untuk sampai di Yerusalem—wallahu a`lam.

Mengapa mengambil analogi jarak pandang pilot?

Karena jarak pandang seorang pilot yang terbang dalam keadaan cuaca yang cerah dapat merepresentasikan apa yang dimaksudkan dalam hadist tersebut. Dia dapat melihat hingga jauh ke depan ke batas horizontal bumi dan tanpa halangan.

Disamping itu, adalah mustahil bagi Buraq bila ia harus melangkah, atau berlari di atas permukaan tanah yang memiliki hambatan seperti pegunungan dan lembah-lembah yang membentang di sepanjang jarak antara Makkah dan Yerusalem. Untuk bisa sampai dengan cepat maka Buraq haruslah melayang di atas udara, ia harus terbang.

Kondisi Tubuh Di Atas Kecepatan Cahaya
Perjalanan Isra` Mi`raj dilakukan dalam kecepatan yang luarbiasa adalah suatu keharusan. Hanya orang-orang lalai, para musyrikin, atau orang-orang atheist saja yang masih akan mempermasalahkan hal ini kelak hingga Hari Kiamat itu tiba.

Teori Relativitas, yang dipopulerkan oleh Albert Einstein—seorang fisikawan Nasrani keturunan Yahudi Jerman berkebangsaan Amerika Serikat—mampu menjelaskan peristiwa itu secara logis. Teori itu membuktikan bahwa, Perjalanan Di Malam Hari yang dialami oleh Nabi SAW ribuan tahun yang lalu itu benar-benar terjadi.

Teori Relativitas adalah sebuah teori yang membahas tentang kontraksi ruang dan dilatasi, perlambatan waktu berkaitan dengan gravitasi. Dalam konteksnya dengan Isra` dan Mi`raj, ada satu teori Relativitas yang bisa menjelaskan bagaimana hal itu bisa terjadi. Teori itu disebut teori Relativitas Khusus (Special Relativity), atau yang dikenal juga sebagai Special Theory of Relativity (STR).

Teori tersebut menjelaskan: Semakin dekat nilai kecepatan suatu benda terhadap kecepatan cahaya, maka semakin besar pula efek (perlambatan waktu) yang dialaminya, hingga ketika kecepatan benda mencapai kecepatan cahaya maka benda itu akan mencapai keadaan nol.

Itu artinya, apabila suatu benda bergerak dalam kecepatan yang cepat dan semakin mendekati kecepatan cahaya (±300.000 km/detik), maka pergerakannya akan terlihat lebih lambat dari yang sebenarnya. Dan apabila benda tersebut bergerak dalam kecepatan yang sama dengan kecepatan cahaya, maka ia akan terlihat diam.

Sederhananya, perhatikan video dibawah berikut.


Video diatas diambil dengan menggunakan lensa kamera berkecepatan shutter tinggi yang hampir menyamai kecepatan baling-baling. Tampak jelas rotor bergerak dan berkontraksi dalam perlambatan waktu.

Itu menjelaskan mengapa Nabi SAW menyebutkan ukuran Buraq yang panjang sementara ukuran sebenarnya tidak lebih besar dari seekor keledai. Kata ‘panjang’ dalam kalimat tersebut tentunya disebabkan karena mata Nabi SAW melihat Buraq berkontraksi terhadap relativitas ketika hewan tersebut bergerak dalam kecepatan yang sangat tinggi.

Lantas, bagaiman kondisi tubuh Nabi SAW dapat bertahan dalam kecepatan yang ekstrim seperti itu? Bukankah Allah SWT telah berfirman bahwa, Muhammad SAW itu adalah seorang manusia biasa. Surat Al-Isra,

أَوْ يَكُونَ لَكَ بَيْتٌ مِّن زُخْرُفٍ أَوْ تَرْقَىٰ فِي السَّمَاءِ وَلَن نُّؤْمِنَ لِرُقِيِّكَ حَتَّىٰ تُنَزِّلَ عَلَيْنَا كِتَابًا نَّقْرَؤُهُ ۗ قُلْ سُبْحَانَ رَبِّي هَلْ كُنتُ إِلَّا بَشَرًا رَّسُولًا

“Atau engkau mempunyai sebuah rumah (terbuat) dari emas, atau engkau naik ke langit. Dan kami tidak akan mempercayai kenaikanmu itu sebelum engkau turunkan kepada kami sebuah kitab untuk kami baca. Katakanlah (Muhammad), ‘Maha suci Tuhanku, bukankah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi rasul?’ ” (QS. Al-Isra’ : 93)

Sebuah hadist (Bukhari) mendukung kemanusiaan Nabi SAW tersebut.

Beradaptasi Dengan Kecepatan
Sebelum Nabi SAW berangkat, Allah SWT telah mengkondisikan tubuh beliau (SAW) agar dapat bertahan, dan beradaptasi dengan kecepatan, kontraksi serta dilatasi.

Malik ibn Sa`sa`a RA bercerita: Nabi SAW bersabda, “Ketika aku berada di Baitullah antara tidur dan terjaga, (seorang malaikat mengenaliku) seorang lelaki yang sedang berbaring diantara dua orang. Sebuah nampan emas penuh hikmah dan iman dibawa kepadaku dan tubuhku dibelah mulai dari leher hingga bagian bawah perut kemudian perutku dibasuh dengan air Zam-zam dan (hatiku) diisi dengan hikmah dan iman.” (Malik ibn Sa`sa`a – HR. Bukhari, volume 4 buku 54 nomor 429)

Apa yang ada di atas ‘nampan emas’ itulah yang merubah wujud manusia Nabi SAW menjadi bentuk lain, bentuk yang lebih adaptif terhadap relativitas. Dan, benda yang ada di atas baki itu bukanlah sesuatu yang berasal dari bumi.

Kata ‘hikmah’ yang artinya ilmu atau pengetahuan yang menjadi pemahaman, dapat juga berarti sebuah alat—a tool. Sementara ‘iman’, yang artinya percaya atau yakin, dapat diartikan sebagai, sesuatu yang mendukung kehidupan—life supports. Bisakah Anda bayangkan, bagaimana bila manusia hidup tanpa kedua hal tersebut, alat dan pendukung kehidupan. Bukankah setiap manusia membutuhkannya? Sebut saja misalnya, air, udara, atau energi. Atau bahkan, benda-benda atau alat kreasi manusia, seperti misalnya kendaraan.

Hikmah dan iman itulah yang membantu Muhammad SAW mampu untuk dapat melewati dimensi lain, ‘… (Hatiku) diisi dengan hikmah dan iman’, sehingga baik secara fisik maupun mental, beliau (SAW) menjadi aware dengan keadaan disekitarnya yang berubah sedemikian cepat. Beliau (SAW) mampu melihatnya secara fisik, mengalaminya, berinteraksi dengannya, dan beliau (SAW) mampu memahaminya.

Sementara, ‘perutku dibasuh dengan air Zam-zam’ berarti, pembersihan. Tubuh beliau (SAW) telah dibersihkan dengan air yang sangat istimewa, yang membuatnya mampu beradaptasi dengan kecepatan yang ekstrim.

Air Zam-zam berasal dari sebuah sumur bernama Sumur Zam-Zam yang ada di dekat Kabah di Makkah. Airnya tidak berbau, tidak berwarna, dan terbukti secara medis sebagai air yang sangat sehat. Air Sumur Zam-Zam memiliki tingkat keasaman (pH) yang sangat rendah yakni pH 7.9-8.0. Secara medis, air semacam ini mampu meningkatkan pH alami tubuh menjadi lebih sehat, lebih alkaline (basa), dan dapat melawan radikal bebas yang merusak tubuh.

Sebagai perbandingannya, air kemasan dan air kran yang dimasak pada umumnya memiliki pH Asam, pH < 6.0, air soda bahkan memiliki tingkat keasaman tinggi, pH < 4.0. Dan jika Anda belum mengetahuinya, tubuh yang bersifat asam akan mudah terserang berbagai macam penyakit dan lemah.

Air Zam-Zam memiliki molekul-molekul air yang sangat kecil (micro cluster). Itu artinya bahwa, air semacam itu dapat diserap oleh sel-sel tubuh dengan mudah. Molekul air mendorong kotoran-kotoran yang ada di dalam sel ke dalam sistem pembuluh darah untuk dibuang keluar dari tubuh melalui sistem metabolisme tubuh. Bila molekul air itu mudah diserap, maka bayangkanlah sendiri bagaimana jadinya stamina tubuh Nabi SAW pada saat itu.

Tubuh yang lebih sehat akan lebih berenergi, lebih kuat, dalam menghadapi berbagai macam serangan kuman, bakteri, dan penyakit-penyakit lainnya yang akan merusak tubuh. Tubuh yang lebih sehat, juga akan lebih mampu beradaptasi dengan perubahan suhu dan udara. Sebagai contoh sederhana, coba perhatikan seorang anak kecil yang—pada umumnya—sangat energik, lincah berlari kesana-kemari, seperti tidak pernah ada capek-capeknya. Hal itu disebabkan karena, tubuh anak-anak cenderung memiliki tingkat keasaman yang lebih basa daripada tubuh seorang dewasa.

Langit Dan Lapisan Surga
Bagian kedua dari perjalanan di malam hari adalah Mi`raj, naik ke Surga. Mi`raj terjadi ketika Nabi SAW sudah berada di Baitul Maqdis (Yerusalem). Bila kita cermati hadist yang diceritakan oleh Malik ibn Sa’sa’a RA itu, beberapa kali kata ‘naik’ disebutkan. Naik berarti berpindahnya posisi dari yang tadinya di bawah, sekarang berada di atasnya.

Apa yang ada di atas Yerusalem? Apa yang ada di atas Bumi yang kita pijak ini? Langit.

Apakah langit yang berwarna biru itu adalah surga? Apakah langit itu benar-benar ada tujuh lapis?

Surga dan neraka adalah tempat yang insyaAllah pasti akan Anda temukan –tergantung amal kebaikan atau keburukan Anda– nanti setelah kematian dan hari pembalasan. Sambil menunggu waktunya tiba, mari kita sedikit uraikan tentang langit.

Ilmu manusia yang sedikit takkan pernah bisa menentukan koordinat Surga hingga kiamat terjadi.

Langit bila di siang hari akan terlihat berwarna biru disebabkan hamburan cahaya matahari oleh partikel-partikel gelombang pendek athmosphere yang menyelubungi bumi. Hamburan ini disebut hamburan Rayleight. Warna biru adalah hasil akhir spektrum warna cahaya matahari yang bisa terlihat oleh mata telanjang. Jadi, ini artinya adalah apa yang terlihat sebagai langit biru itu adalah semu.

Penjelajahan antariksa yang pernah dilakukan manusia selama ini membuktikan bahwa atmosfer, atau yang selama ini kita lihat sebagai langit itu, tebalnya tidak lebih dari 688 km atau 428 mil, terbagi atas lapisan troposphere, stratosphere, mesosphere, thermosphere, dan exosphere. Lapisan-lapisan ini dibagi-bagi berdasarkan perbedaan tekanan dan ketebalan, temperatur dan kecepatan suara, densitas dan massa. Disamping itu masih ada bagian-bagian yang berada diantaranya yang disebut ozone, ionosphere, homosphere, heterosphere, dan lapisan batas planet (planetary boundary layer).

Jika kita bergerak naik melewati lapisan atmosfer itu artinya kita akan berada di ruang antariksa yang hampa udara. Mustahil manusia bisa hidup tanpa alat pendukung hidup di dalam ruang seperti ini. Di ruang antariksa kita akan temukan bermacam-macam benda seperti planet, bintang, debu, awan, bebatuan, dan bidang magnet yang tak diketahui, blackhole atau wormhole.

Dan bila kita bergerak lebih keluar lagi kita akan berada di ruang galaksi yang berisi susunan planet-planet, sistem bintang, gugus bintang, dan awan-awan antar bintang. Dilaporkan setidaknya ada lebih kurang 170 galaksi yang dikenali manusia hingga saat ini. Dan planet Bumi adalah salah satu planet yang berada di dalam galaksi Milky Way, Bimasakti.

Begitu luas dan besarnya galaksi namun tak satu pun yang mengindikasikan letak Surga seperti yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan hadist. Lantas, dimana surga itu dan berapa jauh jaraknya dari bumi?

Simaklah kembali ayat dalam surat Al-Isra` berikut ini,

وَإِذْ قُلْنَا لَكَ إِنَّ رَبَّكَ أَحَاطَ بِالنَّاسِ ۚ وَمَا جَعَلْنَا الرُّؤْيَا الَّتِي أَرَيْنَاكَ إِلَّا فِتْنَةً لِّلنَّاسِ وَالشَّجَرَةَ الْمَلْعُونَةَ فِي الْقُرْآنِ ۚ وَنُخَوِّفُهُمْ فَمَا يَزِيدُهُمْ إِلَّا طُغْيَانًا كَبِيرًا

“Dan (ingatlah) ketika Kami wahyukan kepadamu, ‘Sungguh, (ilmu) Tuhanmu meliputi seluruh manusia.’ Dan Kami tidak menjadikan mimpi yang telah Kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia dan (begitu pula) pohon yang terkutuk (zaqqum) dalam Al-Qur’an. Dan Kami menakut-nakuti mereka, tetapi yang demikian itu hanyalah menambah besar kedurhakaan mereka.” (QS. Al-Isra’ : 60)


Sumber: agamalangit.wordpress.com
SHARE ARTIKEL