Menempelkan Kaki Saat Sholat Berjama’ah, Adakah Anjuran Rasulullah?

Penulis Dzikir Pikir | Ditayangkan 06 Mar 2017

Menempelkan Kaki Saat Sholat Berjama’ah, Adakah Anjuran Rasulullah?

Mengawali dan menjelaskan dari judul diatas bahwa Rasulullah tidak pernah memerintahkan untuk menempelkan kaki pada saat shalat berjamaah. Mari ambil satu contoh.

Para jama'ah Syeikh Sudaisy saja, Imam Masjidil Haram, tidak menempelkan kaki mereka. Begitu pula jumhur ulama di Indonesia. Dari buku pelajaran sholat Drs Moh Rifa’i, Penerbit PT Karya Toha Putra Semarang posisi kaki Aswaja dgn mazhab Syafi’ie itu jika sholat itu tegak lurus ke atas. Bukan sejajar bahu. Kalau sejajar bahu sebagaimana anak-anak muda akhir zaman yang mencari-cari kaki orang lain untuk ditempel, niscaya akan ngangkang. Karena posisi bahu itu adalah posisi paling lebar di tubuh kita.

Menempelkan Kaki Saat Sholat Berjama’ah, Adakah Anjuran Rasulullah?

Rapat itu cukup bahu dengan bahu. Tidak perlu kaki. Yang menempelkan kaki itu cuma seorang sahabat tak dikenal. Jumlah jema’ah Nabi ada 1000 orang lebih. Lebih afdhol mengikuti 1000 orang jemaah seperti Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali ketimbang mengikuti 1 orang yang tidak dikenal.

Kaki ditempel biar setan tak bisa lewat, katanya. Lah setan itu bisa berhembus di hati manusia. Coba baca An Naas. Justru dengan membuat orang lain jengkel dengan menempel- nempelkan kaki, si penempel inilah setannya. Sholat itu untuk menghadap kepada Allah. Harus khusyu cuma untuk Allah. Bukan malah untuk mencari2 kaki manusia.

Hadits menempel kaki ini perawinya cuma 2 orang di level sahabat, yaitu Anas bin Malik dan An-Nu’man bin Basyir radhiyallahuanhuma.
Coba kita lihat dan teliti haditsnya:

1. Hadits Riwayat Anas bin Malik

حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ خَالِدٍ قَالَ: حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ عَنْ حُمَيْدٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ فَإِنِّي أَرَاكُمْ مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِي وَكَانَ أَحَدُنَا يُلْزِقُ مَنْكِبَهُ بِمَنْكِبِ صَاحِبِهِ وَقَدَمَهُ بِقَدَمِهِ»

Dari Anas bin Malik dari Nabi Muhammad shallaAllah alaih wasallam: ”Tegakkanlah shaf kalian, karena saya melihat kalian dari belakang pundakku.” Ada seorang di antara kami yang menempelkan bahunya dengan bahu temannya dan telapak kaki dengan telapak kakinya. (HR. Al-Bukhari).

Dari situ Nabi cuma bilang: “Tegakkanlah shaf kalian”. Sekali lagi Nabi cuma bilang: “Tegakkanlah shaf kalian”. Nabi tidak bilang kita harus menempel telapak kaki.

Anas bin Malik menyatakan bahwa ada SATU ORANG ( أَحَدُنَا) yang menempelkan bahunya dengan bahu temannya dan telapak kaki dengan telapak kakinya. Orang tersebut bukan sahabat Nabi yang terkenal macam Abu Bakar, Umar, Usman, Ali, dsb. Jika benar, tentu namanya sudah disebut. Jadi orangnya tidak kita kenal siapa. Cuma satu orang. Bukan semua sahabat atau pun sebagian. Tapi cuma SATU orang yg tidak dikenal. AHADUNA.

Dan Nabi juga tidak tahu apakah ada yang menempelkan kaki karena posisi Nabi ada di depan sebagai Imam. Paling banter Nabi hanya bisa melihat bahu. Nabi tidak ditanya apa menempel kaki yg dilakukan oleh seorang sahabat itu benar. Jadi menempel kaki itu bukan perintah Nabi. Bukan pula sunnah semua sahabat. Cuma sunnah seorang sahabat yang tidak kita kenal namanya.

Tegakkan sholat itu artinya tubuh dan kaki itu harus tegak. Kalau kaki ngangkang, itu bukan tegak. Rapat itu cukup bahu dgn bahu. Memangnya setan tidak bisa lewat selangkangan?

Dalam surat An Naas itu setan berhembus di hati manusia. Minal Jinnati wan Naas. Setan itu dari Jin dan Manusia. Jadi siapa saja yang mengganggu orang sholat, sehingga tidak khusyuk mengingat Allah misalnya dengan memikirkan kaki, bukan Allah, itu adalah setan.

Harusnya sholat itu khusyuk mengingat Allah. Bukan sibuk mencari-cari kaki orang lain untuk ditempel. Yang sibuk mencari kaki orang, bukan mengingat Allah, ini termasuk Fawailul lil Musholliin. Orang-orang yang sholat tapi celaka karena lalai mengingat Allah dalam sholatnya.

Kaki ngangkang dan bahu tidak nempel itu salah. Harusnya bahu yang menempel. Kaki harus tegak lurus. Tidak boleh seperti huruf X karena ngangkang.

Hadits Riwayat an-Nu’man bin Basyir

وَقَالَ النُّعْمَانُ بْنُ بَشِيرٍ: رَأَيْتُ الرَّجُلَ مِنَّا يُلْزِقُ كَعْبَهُ بِكَعْبِ صَاحِبِهِ

An-Nu’man bin Basyir berkata: Saya melihat seorang laki-laki diantara kami ada yang menempelkan mata kakinya dengan mata kaki temannya(HR. Bukhari)

Rojul (الرَّجُلَ) itu kata benda mufrad/tunggal. Satu orang. Beda dengan Rijal (banyak orang). Harus belajar dulu Nahwu dan Sharaf sehingga kita paham beda kata benda tunggal (Mufrad) dengan jamak.

Jika tidak ngerti Nahwu, susah. Nah kenapa kita mengikuti 1 orang yang tidak dikenal ketimbang sebagian besar sahabat yang justru lebih faqih seperti Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali?

Jadi harus paham hadits ini. Kata-kata yang dipakai adalah AHAD dan ROJUL yang artinya cuma 1 orang. Karena nama tak disebut, berarti tidak dikenal. Belum tentu satu orang ini lebih cerdas dari para sahabat utama seperti Abu Bakar dan Ali.

Hadits kedua ini juga diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dalam kitab As-Shshahih, pada bab yang sama dengan hadits di atas.

2. Hadits kedua ini mu’allaq dalam shahih Bukhari, hadits ini lengkapnya adalah:

حَدَّثَنَا وَكِيعٌ, حَدَّثَنَا زَكَرِيَّا, عَنْ أَبِي الْقَاسِمِ الْجَدَلِيِّ, قَالَ أَبِي: وحَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ, أَخْبَرَنَا زَكَرِيَّا, عَنْ حُسَيْنِ بْنِ الْحَارِثِ أَبِي الْقَاسِمِ, أَنَّهُ سَمِعَ النُّعْمَانَ بْنَ بَشِيرٍ, قَالَ: أَقْبَلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِوَجْهِهِ عَلَى النَّاسِ, فَقَالَ: ” أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ, ثَلَاثًا وَاللهِ لَتُقِيمُنَّ صُفُوفَكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللهُ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ ” قَالَ: ” فَرَأَيْتُ الرَّجُلَ يُلْزِقُ كَعْبَهُ بِكَعْبِ صَاحِبِهِ, وَرُكْبَتَهُ بِرُكْبَتِهِ وَمَنْكِبَهُ بِمَنْكِبِهِ

An-Nu’man bin Basyir berkata: Rasulullah menghadap kepada manusia, lalu berkata: Tegakkanlah shaf kalian!; tiga kali. Demi Allah, tegakkanlah shaf kalian, atau Allah akan membuat perselisihan diantara hati kalian. Lalu an-Nu’man bin Basyir berkata: Saya melihat laki-laki menempelkan mata kakinya dengan mata kaki temannya, dengkul dengan dengkul dan bahu dengan bahu.

Selain diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari, hadits-hadits ini juga diriwayatkan oleh para ulama hadits, diantaranya Al-Imam Abu Daud dalam kitab Sunan-nya, 1/ 178, Al-Imam Ahmad bin Hanbal dalam kitab Musnad-nya, hal. 30/378, Al-Imam Ad-Daraquthni dalam kitab Sunan-nya hal. 2/28, Al-Imam Al-Baihaqi dalam kitab Sunan-nya hal. 1/123]

Baca Juga: Jika Masih Susah Bangun untuk Tahajud, Terapkan 8 Cara ini

Setelah Nabi memerintahkan menegakkan shaf, shahabat yang bernama An-Nu’man bin Basyir radhiyallahuanhu melihat seorang laki-laki yang menempelkan mata kaki, dengkul dan bahunya kepada temannya.

PERHATIKAN: Nabi cuma berkata: Tegakkanlah shaf kalian!; tiga kali.
Perhatikan sekali lagi, Nabi cuma berkata: Tegakkanlah shaf kalian!; tiga kali.

Adakah Nabi memerintahkan kita menempel kaki dengan kaki? Tidak bukan?

Cuma Nu’man bin Basyir berkata: Saya melihat seorang laki-laki menempelkan mata kakinya dengan mata kaki temannya, dengkul dengan dengkul dan bahu dengan bahu.

Sekali lagi Nu’man cuma mengatakan dia melihat seorang laki-laki menempelkan mata kakinya dengan mata kaki temannya, dengkul dengan dengkul dan bahu dengan bahu.

Cuma seorang laki-laki yang tidak dikenal namanya. Bukan sahabat utama.

Hadits itu tidak seperti Al Qur’an yang kebenarannya dijamin Allah. Sahih Bukhari yang ditulis tahun 256 H itu antara Nabi dengan penulis hadits Imam Bukhari, ada 5-7 perawi hadits lain yang semuanya itu bukan maksum. Bisa salah. Meski banyak hadits yang mutawattir secara sanad, namun jarang sekali hadits yang mutawattir secara matan/isi. Jarang ada hadits yang susunan kata dan kalimatnya sama persis. Jadi memahami hadits itu tidak bisa lewat terjemahan apa adanya.

Contoh, bisakah anda saat sholat menempelkan bahu, dengkul, dan mata kaki anda saat sholat dengan orang-orang di kanan dan kiri anda? Bagaimana jika di kanan orangnya tinggi 190 cm sedang dikiri 150 cm. Bagaimana cara anda menempelkan dengkul ke dengkul 2 orang tersebut? Bisa tinggi sebelah badan anda. Sholat jadi tidak benar jika memahami hadits apa adanya.

Dari Abu Mas’ud al Badri, ia berkata: Dahulu Rasulullah SAW biasa mengusap bahu-bahu kami, ketika akan memulai shalat, seraya beliau bersabda: “Luruskan shafmu dan janganlah kamu berantakan dalam shaf; sehingga hal itu membuat hati kamu juga akan saling berselisih”. (Shahih: Muslim no. 432).

“Luruskanlah shaf, rapatkanlah bahu-bahu, dan tutuplah celah. Namun berlemah-lembutlah terhadap tangan-tangan saudara kalian. Dan jangan biarkan ada celah diantara shaf untuk diisi setan-setan. Barangsiapa menyambung shaf niscaya Allah akan menyambungnya, dan barangsiapa memutuskan shaf niscaya Allah akan memutusnya”(HR. Abu Daud 666 dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abu Daud).

Dari 2 hadits di atas jelas bahwa yang dirapatkan itu adalah bahu. Bukan kaki. Loh nanti setan bisa lewat kaki kalau ada celah di kaki? Kenapa tidak sekalian saja tutup celah di b*tis, p*ha, pinggang, pingg*l, d*da, dan sebagainya sehingga akhirnya seperti orang berpelukan? Ini mau sholat apa berpelukan? Jadi rapatnya itu yang wajar-wajar saja. Cukup bahu dengan bahu. Dan rapatkan kaki tidak perlu sampai menempel.

Lihat hadits sahih di bawah Ibnu Umar sholat dengan kaki rapat. Meski ini bukan utama. Yang utama adalah lurus. Tapi bukan renggang mengangkang sebagaimana kaum akhir zaman sekarang.

“Dari Sa’ad bin Ibrahim, ia berkata: ‘aku melihat Ibnu Umar shalat dengan merapatkan kedua kakinya ketika aku masih kecil’” (HR. Al Baghawi dalam Syarhus Sunnah 3/250 dengan sanad shahih).

Wahabi membantah hadits di atas dengan hadits dhoif di bawah:

“Ibnu Mas’ud melihat seorang lelaki yang shalat dengan merapatkan kedua kakinya. Beliau lalu berkata: ‘Itu menyelisihi sunnah, andai ia melakukan al murawahah (menopang dengan salah satu kakinya) itu lebih aku sukai’” (HR. An Nasa-i 969, namun sanadnya dhaif)

Kalau kaki ngangkang dan nempel, tapi bahu malah renggang, nah itu keliru. Maksudnya itu kan agar sebanyak mungkin orang bisa sholat. Itulah makna dari merapatkan shaf. Banyak orang bisa sholat. Kalau kaki ngangkang lebar-lebar misalnya 1 meter, malah makan tempat dan tidak rapat.

Sepertinya gerakan menempel ini karena pengaruh buku “Sifat Sholat Nabi” karya Syeikh Nashirudin Al-Albani yang lahir tahun 1914 Masehi. Albani ini hingga umur 20 tahun jadi tukang servis jam. Setelah itu membaca berbagai kitab hadits di perpustakaan tanpa berguru, kemudian dinobatkan jadi Ahli Hadits. Makanya pemahaman haditsnya menyalahi para Imam Mazhab.

Dianggap sebelum Albani bikin “Sifat Sholat Nabi”, orang-orang Islam termasuk Imam Syafi’ie sholatnya tidak seperti Nabi. Padahal justru Imam Mazhab yang merupakan generasi Tabi’in (anak sahabat Nabi) atau Tabi’it Tabi’in (cucu sahabat Nabi) itulah yang sholatnya mirip Nabi karena para sahabat sholat langsung dengan Nabi sementara Tabi’in sholat langsung dengan sahabat dan Tabi’it Tabi’in langsung dengan Tabi’in.

Albani yang lahir di abad 20 ini jelas bukan ulama Salaf. Aneh jika dia bikin kitab “Sifat Sholat Nabi” yang akhirnya malah menyelisihi pendapat Jumhur Ulama. Menurut Albani, sholat wanita dengan pria itu sama. Tidak ada bedanya.

Oleh karena itulah para Ulama seperti Imam Malik yang lahir tahun 96 H yang berguru dengan 900 ulama dari tabi’in (anak sahabat Nabi) dan tabi’it Tabi’in (cucu sahabat Nabi) berkesimpulan menegakkan shaf itu artinya cukup rapat bahu dengan bahu dan posisi tumit rata sehingga shafnya lurus. Dan rapatkan kaki, meski tidak sampai menempel, karena akan mengurangi kekhusukan jamaah lain.

Jadi kita tidak bisa mengartikan hadist dengan begitu saja tanpa pemahaman dan guru yang mumpuni. Semoga menambah wawasan kita. Wallahu A'lam.

SHARE ARTIKEL