Orang Shaleh Harus Kaya dan Punya Kekuasaan, Ini Penjelasan Gus Baha

Penulis Dian Editor | Ditayangkan 05 Jan 2021

Orang Shaleh Harus Kaya dan Punya Kekuasaan, Ini Penjelasan Gus Baha

Ilustrasi orang shaleh yang kaya - Image from muslim.okezone.com

Mengapa orang shaleh harus kaya? 

Bukankah orang miskin cepat dihisab dan jadi salah satu golongan yang banyak masuk surga? Lantas mengapa orang shaleh harus kaya dan berkuasa. Bukankah kekaaan dan kekuasaan adalah fitnah duniawi? Ini penjelasan Gus Baha.

Menjadi kaya bukanlah suatu hal yang memalukan ataupun kesalahan, justru hal itu adalah perintah dari Allah SWT. Hal ini diterangkan dalam Al Quran, surat Al Jumuah ayat 10 yang berarti: 

"Lantas, apabila selesai shalat, bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah, dan berzikirlah banyak-banyak pada Allah agar kamu beruntung." (QS Aljumuah [62]: 10).

KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau yang biasa dipanggil Gus Baha menegaskan bahwa penting bagi kiai, orang saleh, dan sebagainya untuk menjadi kaya. 

Sebab harta di tangan orang yang saleh akan membawa pada kebaikan. 

Berbeda halnya, jika harta di tangan orang yang fasik maka akan menjadi alat untuk mengantar pada kemaksiatan. 

“Kalau pakai logika fikih, harta itu fitnah. Oke, seakan-akan harta itu masalah. Tapi kalau ini (harta) dimiliki orang dzalim, maka akan menjadi masalah besar. Sehingga orang saleh juga harus menguasai harta,” terangnya saat menjadi penceramah dalam Haul Majemuk Masyayikh dan Keluarga Besar Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo, Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, Jumat (1/1). 

Kisah Imam Malik yang Kaya Raya 

Menurutnya, Imam Syafi’i, meskipun hidupnya sangat sederhana dan mengagumi orang miskin, tapi ia tetap menginginkan orang saleh memiliki harta. 

Hal ini sebagaimana yang dikisahkan saat Imam Syafi’i bertanya pada gurunya, Imam Malik, mengenai orang yang alim selain dia. 

“Jawaban Imam Malik lucu. ‘Dulu Imam Abu Hanifah, tapi sekarang orangnya sudah meninggal, ilmunya diwariskan kepada Muhammad bin Hasan Asy-Syaiban’, begitu jawaban Imam Malik,” ujar Gus Baha. 

Imam Malik adalah sosok yang alim tapi jadi orang yang kaya raya. Ia terbiasa dengan pakaian mewah, surban menjuntai, kendaraan yang berganti-ganti dari jenis kuda dan unta mahal, serta aksesoris mahal lainnya. 

Bahkan saat wafat, Imam Malik meninggalkan harta yang cukup banyak. Seperti halnya karpet, bantal berisi bulu, dan lainnya yang saat itu terjual dengan harga lima ratus dinar. 

“Jadi Imam Malik itu kaya, dan Muhammad bin Hasan Asy-Syaiban juga kaya, tapi juga alim. Itu diakui sendiri oleh Imam Malik,” ucap Gus Baha. 

BACA JUGA

Perbedaan Harta di Tangan Orang Shaleh dan Fasik

Gus Baha melanjutkan, Imam Syafi’i dibiayai oleh Imam Malik untuk pergi ke Irak untuk menemui Muhammad bin Hasan Asy-Syaiban. 

Ketika tiba di kediamannya, Imam Syafi’i kaget karena si tuan rumah juga sangat kaya, bahkan saat itu ia tengah sibuk menata uang dan emas di ruang tamunya yang mewah. 

Dalam hati Imam Syafi’i sempat timbul tudingan bahwa Muhammad bin Hasan Asy-Syaiban adalah orang yang materialistis dan keduniawian. 

Menanggapi pandangan Imam Syafii yang tampak aneh, Muhammad bin Hasan Asy-Syaiban langung berucap padanya. 

“Anda kagum ini, anda kaget ini. Kalau kamu menyoal orang saleh kaya, ini (harta) saya kasihkan kepada orang-orang fasik biar dipakai judi, selingkuh, maksiat, dan sebagainya,” ujar Muhammad bin Hasan Asy-Syaiban. 

Lalu Imam Syafi’i menjawab: “Jangan, jangan, harta ini harus tetap di tangan orang saleh. Kalau jatuh ke tangan orang fasik, bahaya.” 

Percakapan antara Imam Syafi’i dengan Muhammad bin Hasan Asy-Syaiban ini mengisyaratkan bahwa orang saleh boleh bahkan harus menguasai harta atau menjadi kaya raya. 

Jadi bukan hal yang aneh jika orang yang alim mendambakan jadi orang yang kaya. 

Sebab, jika harta dikuasai orang fasik maka akan menimbulkan mudarat dan juga maksiat. 

“Berarti kiai boleh kaya, dan sejak saat itu ada gerakan kiai kudu sugih (harus kaya). Cuma ada yang kesampaian, ada yang tidak (kesampaian),” ujar Gus Baha. 

Kebolehan bahkan keharusan orang alim kaya, juga diqiyaskan pada kekuasaan. 

Jadi cara berpikirnya sama, kekuasaan juga harus dipegang orang-orang saleh. Sebab jika kekuasaan jatuh ke tangan orang fasik, akan menimbulkan bahaya. 

“Maka banyaklah kiai menjadi bupati, dan sebagainya,” pungkasnya.

Jadi bagi kamu yang ingin kaya, tak perlu khawatir dengan akhiratmu. Asalkan kekayaan yang kamu gunakan adalah untuk kebaikan dan juga berpijak pada perintah Allah SWT. 

SHARE ARTIKEL