Tak Punya HP, Para Siswa Terpaksa Lewati Hutan Demi Bisa Kerjakan UTS

Penulis Dian Aprilia | Ditayangkan 18 Sep 2020

Tak Punya HP, Para Siswa Terpaksa Lewati Hutan Demi Bisa Kerjakan UTS

Siswa terpaksa lewati hutan dan kebun demi kerjakan uts - Image from kompas.com

Pandemi tidak berdampak pada kesehatan dan ekonomi saja

Banyak siswa yang juga berjuang pantang menyerah, seperti siswa siswi SD di Kulon Progo, DIY tempuh perjalanan yang tak mudah dengan melewati hutan dan kebun demi kerjakan UTS. Mereka tak punya banyak pilihan, meski begitu semangat belajarnya tak pernah pupus.

Sumardi hanya seorang petani yang hidup dari beternak kambing, sapi, dan juga merawat kebun pohon cokelat di Pedukuhan Sabrang Kidul, Kelurahan Purwosari, Kapanewon Girimulyo, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Purwosari berada di jajaran lereng Bukit Menoreh. Rumah Sumardi berada di balik hutan dan kebun pohon keras yang lebat pada lereng-lereng bukit. 

Rumah Warga Jadi Pos UTS 

Sejak Senin, 14 September 2020, rumah Sumardi kedatangan belasan pelajar berseragam sekolah dasar dari SD Negeri Tegalsari mulai pagi hingga siang. Mereka akan selalu datang sampai hari ini, Jumat (18/9/2020).

Belasan pelajar ini sebenarnya hendak mengikuti Ujian Tengah Semester (UTS) atau Penilaian Tengah Semester (PTS). 

Sumardi merelakan ruang tamunya dikosongkan untuk kemudian jadi tempat anak-anak saat mengerjakan soal, lantas pulang. 

Mereka duduk saling berjarak satu dengan yang lain, bercampur dari kelas 1 hingga kelas 6. 

Para siswa mengikuti ujian di bawah pengawasan Estuti yang merupakan wali kelas 6 SD Tegalsari. 

“Hari ini anak-anak menghadapi tes untuk mata pelajaran Matematika bagi kelas 1-6 dan IPA untuk kelas 4-6. Mereka mengerjakan PTS tersebut antara pukul 08.00 - 09.00 WIB,” kata Estuti di sela mengawasi para pelajar, Kamis (17/9/2020). 

Proses Belajar Tak Seperti Biasa

Pandemi Covid-19 tak hanya berdampak pada sektor kesehatan dan juga ekonomi, melainkan berdampak pula pada semua lini kehidupan. 

Tak ada yang normal seperti tujuh bulan lalu sebelum pandemi covid-19 masuk ke Indonesia. 

Proses pelaksanaan PTS di sekolah pun terkena imbas, seperti yang dilakukan SDN Tegalsari. 

Estuti menjelaskan, semua sekolah menyiasati metode belajar mengajar dan penyelenggaraan ujian dengan berbagai cara demi mencegah penularan Covid-19. 

Salah satunya dengan mengerjakan ujian secara berkelompok di rumah warga. 

Meski tak belajar di sekolah, mereka tetap harus mengenakan seragam. 

Dan terutama mengikuti protokol kesehatan, duduk berjarak, dan membawa peralatan sekolah sendiri, tidak boleh saling meminjam. 

Estuti mengungkapkan, sekolahnya menyelenggarakan ujian tidak dengan melalui daring, tetapi ujian manual atau mengisi di lembar soal. 

Anak-anak sekolahnya sudah tahu waktu dan tempat pelaksanaan ujian. 

Mereka datang dari balik hutan dan kebun lebat pohon kayu keras dan meniti perjalanan yang tak mudah. 

Lokasi Seperti dalam Hutan 

Karena rampat dan jauh dari modernisasi kota, suasananya seperti dalam hutan saja. 

Sepi dan dingin. Mereka datang dari berbagai tempat. 

Jaraknya beragam, dekat dan jauh. Ada yang naik sepeda, ada pula yang hanya berjalan kaki. 

Ada yang jaraknya cuma 200 meter, ada juga yang hingga 1 km. 

“Paling jauh 20 menit,” kata Estuti.

Kepala Sekolah SD Negeri Tegalsari Chatarina Suparti menjelaskan. 

Sekolahnya sengaja melaksanakan model ujian dalam bentuk kelompok siswa per wilayah. 

Prakteknya dilakukan dengan membuka 8 pos. Pos ini sebenarnya rumah warga, dan juga diawasi guru maupun pemilik rumah. 

Tiap pos melayani 8-15 anak. Sehingga totalnya sebanyak 84 orang. 

“Proses pembuatan soal di tingkat kapanewon, soal sama untuk semua sekolah, lantas master di distribusi ke berbagai sekolah. Dalam hal teknis pelaksanaan PTS, sekolah melaksanakan berdasarkan kebijakan masing-masing,” kata Chatarina. 

Pos itu sendiri ada yang merupakan rumah guru, hingga rumah dari orangtua murid. 

Kekerabatan dan kekeluargaan mendasari kerelaan warga untuk menjadikan rumahnya sebagai tempat ujian siswa. 

Anak-anak Bawa Peralatan Sendiri

Namun tak dipungkiri, fasilitas menjadi kendala adanya proses ini. 

Akibatnya, anak harus membawa peralatan sendiri, hanya tersedia kursi, tapi tanpa meja, bahkan ada yang cuma lesehan. 

"Kita perlu kerja sama dan saling mendukung," kata Chaterina.

Chatarina menceritakan, sekolahnya mengambil kebijakan pengerjaan manual karena tak semua siswa punya handphone. 

Siswa banyak yang hidup dalam keluarga petani dan perajin anyaman dengan kondisi ekonomi terbatas.

Mayoritas dari mereka hanya punya satu ponsel. 

“Mereka yang hanya punya HP terbatas itu bisa lebih dari 50 persen siswa,” kata Chatarina. 

Belum lagi soal sebaran anak yang jauh maupun dekat. Bahkan ada yang rumahnya sekitar 3 km atau lebih kurang 20 menit. 

Karena kondisi ini, PTS dengan membentuk pos ujian adalah pilihan tepat. 

Chatarina mengakui, persoalan belajar mengajar sudah dirasa sejak pelaksanaan belajar jarak jauh. 

Oleh karenanya, pihak sekolah menyiasati dengan mengkombinasi pengajaran via daring bagi mereka yang bisa menggunakan ponsel atau antar jemput tugas oleh orangtua siswa bagi yang tidak bisa melalui daring. 

“Kita juga menjalankan kunjung ke rumah siswa, karena tidak bisa, kurang jelas, dan bahkan sampai sekarang setiap pagi ke rumah siswa ini. Kebetulan ada satu siswa yang memiliki keterbatasan karena slow learner,” kata Chatarina. 

Semoga anak-anak ini diberikan kelancaran dan kemudahan dalam melaksanakan ujian. 

Serta keselamatan dari berangkat hingga pulang kembali ke rumah. 

Mudah-mudahan kelak mereka menjadi generasi bangsa yang sukses memajukan bangsa, agama dan tanah air. 

SHARE ARTIKEL