Jokowi Ajak Hidup Damai dengan Corona, JK : Risikonya Mati!
Penulis Dian Aprilia | Ditayangkan 20 May 2020"Kalau virusnya ndak mau damai gimana?"
JK menilai tidak tepat keputusan hidup berdamai dengan corona. Menurutnya, damai berlaku jika dua orang sepakat untuk melakukannya. Ia menunjukkan bahayanya ketika damai dengan corona.
Mantan Wakil Presiden Indonesia, Jusuf Kalla (JK) menilai istilah 'hidup berdamai dengan virus Corona (COVID-19)' tidak tepat. JK mengatakan warga bisa kena dan bahkan meninggal dunia jika tertular corona.
"Kalau namanya berdamai itu kalau dua-duanya ingin berdamai, kalau kita hanya ingin damai tapi virusnya ndak bagaimana? Jadi istilah damai itu agak kurang pas karena damai itu harus kedua belah pihak. Tidak ada kedamaian bagi mereka. You kena you bisa sakit bisa mati," kata JK dalam Webinar UI seperti dilihat, Selasa (19/5/2020).
Menurut JK, istilah yang lebih pas dipakai adalah perubahan pola hidup. JK mengajak masyarakat hidup dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat di tengah pandemi ini.
Baca juga : MUI Kecewa Pemerintah Tutup Masjid, Tapi Buka Lebar-lebar Mall dan Bandara
"Jadi tidak ada ya, kita gencatan senjata nanti tahun depan lagi mulai. Nggak ada istilahnya. Perdamaian gitu. Mungkin yang ada kebiasaan kita yang harus berubah. Itu mungkin ingin dianggap bahwa kita hidup berbarengan, tetap pakai masker terus, cuci tangan terus, apa terus. Tidak berarti kita berdamai, karena risikonya mati," ujar dia.
JK juga menanggapi soal solusi penananganan pandemi dengan herd immunity. Menurut dia, hal tersebut bisa mengorbankan nyawa banyak orang.
Ia bahkan menunjukkan kasus Swedia yang mencoba melakukan herd immunity dan berakibat fatal. Korban yang meninggal akibat Covid-19 mencapai 5 kali lipat dibandingkan negara Eropa lainnya.
"Herd immunity bisa saja cuma korbannya banyak, apa yang dilakukan di Swedia dia tidak melakukan lockdown dibanding Finland, Norwegia. Tingkat kematian di Swedia lima kali lipat dibanding negara di sekitarnya akibat ingin mencoba herd immunity. Boleh saja tapi korbannya banyak," ujar JK.
Ia juga menegaskan, solusi herd immunity belum pasti efektif untuk tangani Covid-19. Terlebih dampaknya sangat fatal, yakni kematian banyak jiwa yang tak dapat digantikan.
"Kalau korban materi barangkali bisa saja diganti, tapi kalau korban jiwa bagaimana? Jadi jangan coba-coba yang begini. Korbannya banyak pasti, apakah kita akan memilih itu, jangan. Negara apa yang ingin seperti itu dan itu tidak dianjurkan oleh WHO atau lembaga apa pun. Itu belum pasti lagi imun, bisa saja mati. Ini kan virus ganas dan tidak milih-milih siapa dan tidak bisa diajak berdamai," sambung dia.
Istilah 'hidup berdamai dengan Corona' sebelumnya disampaikan Presiden Jokowi dalam video yang ditayangkan YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (7/5). Jokowi mengatakan, sebelum ada vaksin Corona, masyarakat harus berdamai dengan virus tersebut.
"Ada kemungkinan masih bisa naik lagi atau turun lagi, naik sedikit lagi, dan turun lagi, dan seterusnya. Artinya, sampai ditemukannya vaksin yang efektif, kita harus hidup berdamai dengan COVID untuk beberapa waktu ke depan," ujarnya.
Jokowi mengatakan pemerintah terus berusaha agar pandemi virus Corona di Indonesia cepat berakhir. Namun, Jokowi menjelaskan, berpijak dari keterangan para ahli, kasus yang turun tidak selalu berarti landai atau langsung nol.
Memang menghadapi pandemi yang sama sekali baru dan belum pernah dialami akan cukup sulit bagi setiap negara. Minimnya pengetahuan terhadap virus corona juga semakin memperparah sulitnya mengambil kebijakan yang tepat.
Bukan hal baru jika pemerintah suatu negara mengambil kebijakan yang salah. Salah satu contoh India.
Sejak pengumaman lockdown, masyarakat justru banyak yang berkerumun di jalan dan stasiun untuk pulang kampung karena takut konsekuensi dari keputusan tersebut.
Oleh sebab itu, yang bisa kita lakukan saat ini adalah tetap menjaga pola kesehatan dan kebersihan untuk mencegah penularan. Tetap patuhi physical distancing dan hindari keluar rumah jika tidak mendesak.