Pentingnya Edukasi pada Warga, agar Tak Tolak Pemakaman Jenazah Corona

Penulis Dian Aprilia | Ditayangkan 02 Apr 2020

Pentingnya Edukasi pada Warga, agar Tak Tolak Pemakaman Jenazah Corona

Ilustrasi pemakaman jenazah corona - Image from wajibbaca.com

Netizen: "Meninggal karena corona kan bukan aib dan bukan keinginan mereka meninggalnya karena corona"

⁣Para warga Yth, apa jadinya bila keluarga anda yg terkena musibah, kemudian meninggal, dan pemakamannya ditolak atas dasar jenazah positif Corona???

Hal ini membuat kesulitan petugas rumah sakit yang bertugas untuk memakamkan jenazah tersebut. Bahkan ada jenazah yang harus tertahan di ambulans selama berjam-jam. 

Selain itu ada jenazah yang baru dimakamkan keesokan harinya. Salah satu alasannya adalah minimnya edukasi pada warga terkait penanganan jenazah corona. Berikut penjelasan lengkapnya.

Fenomena penolakan sejumlah pemakaman jenazah corona terjadi di beberapa wilayah di Indonesia. 

Salah satunya dialami seorang Pasien Dalam Pemantauan (PDP) Corona yang meninggal dunia di RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar, pada Minggu, 29 Maret 2020 dini hari. 

Baca juga : Ironi, Pemakaman dan Ambulance Pembawa Jenazah Corona Banyak yang Ditolak

Ironisnya warga yang berada di sekitar TPU Baki Nipa-Nipa Antang, Kecamatan Manggala, Makassar, menolak serta mengusir saat jenazahnya hendak dimakamkan di sana.

Padahal jenazah tersebut, telah ditangani sesuai dengan prosedur penanganan pasien yang diduga terinfeksi virus Corona. 

Alhasil jenazah PDP Corona Covid-19 yang berdomisili di Kelurahan Paccinongan, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa itu pun terpaksa dimakamkan di tempat lain. Padahal liang lahat di tempat pemakaman sebelumnya sudah digali dan siap digunakan. 

Nasib serupa juga dialami seorang pasien Covid-19 berinisial MI yang meninggal dunia pada Senin (30/3). Jenazahnya tertahan selama satu hari hingga Selasa (31/3) pagi, karena rencana pemakamannya tersebut menuai penolakan dari warga setempat.

Sedangkan di Tasikmalaya, jenazah pasien Covid-19 sempat tertahan di ambulans setelah pemakamannya juga ditolak warga setempat. Namun setelah petugas dinas kesehatan setempat memberikan sosialisasi akhirnya warga mengizinkan pemakaman tersebut dilaksanakan.

Ganjar Minta Warga Tak Tolak Jenazah COVID-19: Jaga Perasaan Keluarga:

Warga Menolak karena Minimnya Sosialisasi

Fenomena warga menolak jenazah pasien Covid-19 itu diduga karena minimnya sosialisasi pemerintah terhadap masyarakat mengenai penanganan pasien tersebut. Hal itu dinilai sebagai salah satu penyebab warga di sejumlah wilayah menolak wilayahnya dijadikan tempat pemakaman pasien Covid-19.

"Penolakan itu dilatari satu minimnya sosialisasi kemudian komunikasi publiknya, ketiga mengenai edukasinya. Itu yang umum dulu mengenai bahaya Corona itu. Itu kan minim," kata Analis Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah, kepada merdeka.com, Selasa (31/3).

Ia menyampaikan, salah satu indikator minimnya edukasi oleh pemerintah tersebut misalnya dapat dilihat dari tidak adanya buku panduan tentang penanganan Covid-19. Hal ini berbeda dengan komunikasi yang dilakukan oleh pemerintah China dalam memberikan sosialisasi untuk masyarakatnya.

China Beri Buku Panduan Gratis tentang Covid-19 

Di China, lanjut Trubus, pemerintahnya memberikan buku panduan secara cuma-cuma agar masyarakat dapat mengetahui informasi mengenai Covid-19. Sedangkan menurut dia, cara sosialisasi maupun komunikasi pemerintah kepada warga mengenai Covid-19 pun sulit dimengerti.

"Komunikasinya kita juga menggunakan bahasa yang tidak dimengerti masyarakat. Misalnya social distancing, physical distancing, lockdown, PDP, ODP. Masyarakat kan tidak tahu. Karena tidak ada komunikasi yang baik antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Koordinasi juga minim," lanjut dia.

Menurut Rahadiansyah, minimnya komunikasi publik tersebut diperparah dengan tidak sinkronnya kebijakan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Ketidaksinkronan kebijakan dapat dilihat dari tindakan serta kebijakan yang diambil kedua belah pihak. 

"Kebijakan pemerintah pusat dan daerah selama ini tidak sinkron artinya pemerintah pusat maunya sekedar physical distancing tapi Pemda maunya lockdown atau karantina wilayah. Itu nggak sinkron," jelasnya. 

"Karena informasi yang minim tadi, kemudian tidak ada koordinasi yang tidak optimal menyebabkan banyak jenazah itu masih mending ada yang ditolak. Ada yang sampai tidak ada yang menangani sama sekali. Dibiarkan saja," tutur dia. 

Oleh sebab itu penting untuk memperbaiki komunikasi publik. Pemerintah pusat maupun daerah harus mulai memberikan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat.

"Sosialisasinya itu harusnya menjelaskan Covid-19. Terus Komunikasi, yang sosialisasi itu harus dari siapa? Ya tentu dari pemerintah daerah dan pemerintah pusat terutama," ujar dia.

Selain itu, lanjutnya, perlu disediakan tempat pemakaman tersendiri bagi pasien Covid-19. Pemakanan tersebut harus dipisahkan dengan tempat pemakaman jenazah pada umumnya. 

"Mungkin dalam pengertian ditempatkan tersendiri. Misalnya di sebelah sana (TPU) beberapa hektar (untuk pasien Covid-19). Supaya masyarakat juga paham kalau jenazah yang lagi mau dimakamkan ini adalah pasien Covid-19," tandasnya.

SHARE ARTIKEL