Ini yang Dilakukan Umar bin Khattab Ketika Istri Memarahinya

Penulis Dian Aprilia | Ditayangkan 18 Apr 2020

Ini yang Dilakukan Umar bin Khattab Ketika Istri Memarahinya

Sikap Umar bin Khattab pada istri - Image from desabojongkulur.id

MasyaAllah, para suami wajib tau

Umar bin Khattab dikenal sebagai sosok yang tegas dan keras. Dia tak segan memerangi orang-orang yang tidak sejalan dengan kebenaran. Lantas bagaimana sikapnya ketika dimarahi istri?

Umar bin Khattab adalah salah satu tokoh Islam yang dikenal memiliki karakter tegas, keras, pemberani, dan didukung dengan fisik yang sangat kuat. 

Kepribadiannya tegas dan pemberaninya itu pernah ditunjukkan pada saat sebelum ia masuk Islam. Saat itu beliau bersikeras ingin membunuh Nabi Muhammad SAW. 

Baca juga : Naudzubillah, Beratnya Ancaman Kejahatan Ghibah Lebih Besar dari Zina

Kepribadian tersebut masih tercermin setelah masuk Islam. Bedanya, ketegasan dan keberanian yang dimiliki ditujukan untuk membela kebenaran lalu berubah menjadi lembut ketika berhubungan dengan orang mukmin. 

Lantas bagaimanakah sikap Umar bin Khattab ketika dimarahi oleh istrinya?

Diriwayatkan bahwa seorang pria datang ke rumah Umar bin Khaththab hendak mengadukan keburukan akhlak istrinya. Kemudian ia berdiri di depan pintu menunggu Umar keluar. 

Pada saat itu, ia mendengar istri Umar bersuara keras pada suaminya dan membantahnya. Sedangkan Umar diam tidak membalas ucapan istrinya. 

Pria itu lalu berbalik hendak pergi sambil berkata, “Jika begini keadaan Umar dengan sikap keras dan tegasnya, dan ia seorang Amirul Mu’minin, maka bagaimana keadaanku?”

Umar keluar dan melihat orang itu berbalik dan berjalan keluar dari pintunya. Maka Umar memanggilnya dan berkata, ”Apa keperluanmu wahai pria?”

Ia menjawab, “Wahai Amirul Mu’minin semula aku datang hendak mengadukan kejelekan akhlak istriku dan sikapnya yang membantahku. Lalu aku mendengar istrimu berbuat demikian, maka akupun kembali sambil berkata, ”Jika demikian keadaan Amirul Mu’minin bersama istrinya maka bagaimana dengan keadaanku?"

Kemudian Umar menimpali, ”Wahai saudaraku, sesungguhnya aku bersabar atas sikapnya itu karena hak-haknya padaku. Dia yang memasakkan makananku, yang membuat rotiku, yang mencucikan pakaianku, yang menyusui anak-anakku dan hatiku tenang dengannya dari perkara yang haram karena itu aku bersabar atas sikapnya."

Pria itu berkata, ”Wahai Amirul Mu’minin demikian pula istriku”. Berkata Umar, ”Bersabarlah atas sikapnya wahai saudaraku...” (Lihat kitab Al-Kabair oleh Adz-Dzahabi, hal 79 cetakan Darun Nadwah Al Jadidah).

Dari peristiwa itu, nampaklah Umar bin Khattab adalah sosok suami yang lembut dan sangat menghargai istrinya. 

Meskipun saat itu kekuasaannya tinggi, diiringi ketegasan dan keberaniannya, ia tetap tawadhu’ serta bersabar jika berkomunikasi dengan pasangan hidupnya. 

Sungguh romantika kehidupan rumah tangganya penuh pesona dan bisa dijadikan teladan bagi semua umat muslim. 

Sifatnya arif bijaksana dan beliaulah tipikal suami yang bertanggung jawab. Sungguh beruntung wanita yang memiliki suami seperti sosok mengagumkan, Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu.

Hikmah bagi Pasangan Suami-Istri

Suami hendaklah mampu menahan diri

Sikap diamnya Umar bukan berarti ia tak membela diri, justru sebaliknya. Atau akhirnya mendapat julukan suami-suami takut istri. 

Namun, perangai itu ialah sikap mulia seorang suami sekaligus sebagai pemimpin rumah tangga ia telah memberikan teladan dalam kebaikan akhlak. 

Bukan pula ia membiarkan kesalahan istri, tapi saat situasi memanas, sama sekali tak kondusif untuk menasehati istri. Terlebih lagi ketika ia segera membalas kemarahan istri, maka justru akan terjadi konflik yang semakin besar. 

Disinilah, sosok suami shalih yang mampu mengendalikan diri, menjaga keadaan tetap stabil sehingga tak membuka kesempatan sekecil apapun bagi setan untuk masuk dan mengacaukan suasana.

Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya. Dan orang yang paling baik akhlaknya diantara kalian adalah yang paling baik pergaulannya terhadap istri” (HR. Imam Ahmad dengan sanad yang shahih dari seluruh jalannya (2/472)

Senantiasa mengingat kebaikan pasangan

Ketika suami melihat kekurangan atau keburukan istri, hendaklah ia segera mengingat-ingat kelebihan dan kebaikan istrinya. 

Ini kiat praktis agar suami tidak fokus pada kekurangan yang justru akan mengantarkan pada konflik hingga perceraian. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Tidak sepantasnya seorang suami benci pada istrinya. Karena kalaupun ia membenci sebagian akhlak istrinya, di sisi lain ia akan menyukai akhlak-akhlaknya yang lain” (HR. Muslim).

Meyakini setiap kesabaran pasti berbuah manis

Salah satu kunci harmonisnya sebuah pernikahan adalah sabar dalam berinteraksi dengan pasangan ketika ada perkara-perkara yang membuatnya kurang berkenan. 

Ketika sebuah sikap atau perbuatan masih bisa ditoleransi sebatas tidak bertentangan dengan prinsip syariat Islam maka berlapang dadalah dan terimalah keadaan dengan berbaik sangka.

Jadilah orang yang mudah beradaptasi dan lembut demi keharmonisan dan keawetan pernikahan. Ingat pesan bijak Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam,

إِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ, لَنْ تَسْتَقِيْمَ لَكَ عَلَى طَرِيْقَةٍ, فَإِنِ اسْتَمْتَعْتَ بِهَا اِسْتَمْتَعْتَ بِهَا وَفِيْهَا عِوَجٌ

“Wanita itu seperti tulang rusuk yang bengkok. Bila engkau luruskan maka patah dan apabila engkau bernikmat-nikmat dengannyapun dapat engkau lakukan. Tetapi padanya terdapat kebengkokan” (HR. Bukhari [5184] dan Muslim [1091] dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu).

Meskipun demikian seorang suami harus terus menerus membina istri untuk menjadi wanita shalihah dan lebih baik. 

Selain itu, seorang istri hendaknya berjuang agar mampu menunaikan hak-hak suami dan taat terhadap nasehat suami. 

Ketika keduanya mampu memenuhi tanggung jawabnya, saling menghargai dan mendukung, inshaallah rumah tangga akan dipenuhi kebahagiaan dan keberkahan.

SHARE ARTIKEL