Kisah Pilu, Pasangan ini Bayar Biaya Lahiran Anak Pakai Uang Koin

Penulis Arief Prasetyo | Ditayangkan 18 Jan 2020

Kisah Pilu, Pasangan ini Bayar Biaya Lahiran Anak Pakai Uang Koin

Image from jabar.tribunnews.com

Biayanya pun hasil menabung selama sembilan bulan

Beruntung kita yang dapat melahirkan anak tanpa kesusahan dari segi biaya, tidak seperti pasangan ini yang harus menabung uang koin 1000an selama sembilan bulan untuk biaya lahiran anaknya. Gaji suami tidak menyukupi ditambah ada hutang bank 1.8jt perbulan yang harus dicicl.

Pasangan suami istri di Cianjur Riska (27) dan Yanto Kuswanto (30) membayar biaya kelahiran putra pertama mereka memakai pecahan uang koin Rp 1.000.

Mereka memiliki uang koin hasil menabung di celengan selama sembilan bulan.

Riska mengatakan, sehari-hari suaminya bekerja sebagai pelayan toko di kawasan kota Cianjur.

Sebulan gajinya Rp 900 ribu, kalau dihitung perharinya cuma Rp 30 ribu. Sisa dari biaya untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari biasanya dimasukkan ke dalam celengan.

Riska mengatakan, saat anaknya lahir suaminya langsung memecahkan celengan dan memasukkannya ke dalam kresek untuk biaya lahiran.

"Jumlahnya sekitar Rp 500 ribu, langsung dimasukkan ke dalam kresek dan dibawa ke Puskesmas," ujar Riska.

Baca Juga:

Riska mengatakan, total biaya persalinannya semua Rp 1,4 juta. Namun pihak puskesmas akhirnya memberi keringanan kepada Riska dan bayinya.

"Uang koin dikembalikan lagi dan saya diberi santunan Rp 200 ribu sama kepala puskesmas," ujarnya.

Riska (27) dan suaminya Yanto Kuswanto (30), tinggal di Kampung Mekarsari RT 05/02, Desa Rahong, Kecamatan Cilaku, Kabupaten Cianjur.

Mereka tinggal di rumah yang dibagi tiga, untuk ibu yang dipakai warung, dirinya, dan adiknya. Panjang tanah totalnya ada 10 meter. Satu bagian mendapat masing-masing tiga meter.

Dulu, kata Riska, rumahnya panggung dan mau roboh. Sempat mau ada bantuan perbaikan rumah tidak layak huni namun tak kunjung tiba.

"Akhirnya daripada roboh kami pinjam ke bang emok, total pinjaman kami Rp 27 juta untuk membangun rumah yang kami bagi tiga meter untuk adik dan ibu ini," katanya.

Utang untuk membangun rumah kepada bang emok kini mempunyai empat kali tagihan dalam sebulan. Ada yang dibayar setiap hari Senin dan Kamis, lalu ada yang harus dibayar setiap dua minggu.

Riska mengatakan, total utang masih besar dan berharap ada bantuan agar meringankan beban keluarga. "Sekarang lahir anak dan tentu ada biaya yang harus diperlukan untuk sehari-hari," katanya.

Riska mengatakan, sejak rumahnya panggung yang mau roboh ia tak masuk ke dalam keluarga yang menerima PKH demikian juga dengan ibunya yang sudah renta. Demikian halnya dengan program baru Bantuan Pangan Non Tunai beras.

"Kami tak pernah dapat bantuan PKH maupun BPNT, sekarang kami terlilit utang bank emok karena bangun rumah yang mau roboh, kami sangat berharap bantuan," katanya.

SHARE ARTIKEL