Makelar Menaikkan Harga Barang, Bagaimana Hukumnya?

Penulis Cheryl mikayla | Ditayangkan 10 Dec 2018
Makelar Menaikkan Harga Barang, Bagaimana Hukumnya?
Gambar ilustrasi dilansir dari tarunalaut.blogspot.com

Usaha makelaran memang diperbolehkan dalam islam...

Namun bagaiman dengan makelaran yang suka menaikkan harga barang dagangannya?

Simak ulasan tentang cara makelaran yang benar, agar usaha menjadi berkah...

Makelaran dalam islam diperbolehkan, sebagaimana yang dinyatakan oleh Ibnu Abbas dan beberapa ulama tabi’in.

Dalam shahih Bukhari terdapat judul bab,

بَابُ أَجْرِ السَّمْسَرَةِ

Bab tentang upah makelaran.

Di bawah bab ini, Imam Bukhari menyatakan,

وَلَمْ يَرَ ابْنُ سِيرِينَ، وَعَطَاءٌ، وَإِبْرَاهِيمُ، وَالحَسَنُ بِأَجْرِ السِّمْسَارِ بَأْسًا

Menurut Ibnu Sirin, Atha’, Ibrahim, dan Hasan al-Bashri bahwa upah makelar dibolehkan.


Kemudian Imam Bukhari membawakan beberapa riwayat dari sahabat dan Tab’in.

Riwayat pertama,

وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: ” لاَ بَأْسَ أَنْ يَقُولَ: بِعْ هَذَا الثَّوْبَ، فَمَا زَادَ عَلَى كَذَا وَكَذَا، فَهُوَ لَكَ

Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma mengatakan,

Tidak masalah pemilik barang mengatakan, ‘Jualkan kain ini, jika laku lebih dari sekian, maka kelebihannya milik kamu.

Riwayat kedua,

وَقَالَ ابْنُ سِيرِينَ: ” إِذَا قَالَ: بِعْهُ بِكَذَا، فَمَا كَانَ مِنْ رِبْحٍ فَهُوَ لَكَ، أَوْ بَيْنِي وَبَيْنَكَ، فَلاَ بَأْسَ بِهِ

Ibnu Sirin mengatakan,

Jika penjual mengatakan, ‘Jualkan barang ini seharga sekian, jika nanti ada untung, itu punya kamu.’ Atau ‘Jika nanti ada untung, kita bagi.’ Seperti ini dibolehkan.” (Shahih Bukhari, 3/92).

Berdasarkan riwayat di atas, bisa kita simpulkan bahwa makelaran ada 2 cara:

[1] Makelar diizinkan untuk menaikkan harga barang, sehingga upah makelar dari margin.

Misalnya, Si A pemilik mobil meminta si B untuk menjadi makelar menjualkan mobilnya dan si B diizinkan. Si A mengatakan kepada si B, ‘Pokoknya saya terima bersih 100jt. Kamu kalau mau ambil untung, silahkan dinaikkan sendiri.’

Dengan skema ini, makelar berhak menaikkan harga barang sesuai yang dia inginkan.

Dilansir dari konsultasisyariah.com. cara semacam ini sebagaimana yang ditunjukkan dalam riwayat Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma.

Ibnu Qudamah mengatakan,

إذا قال: بع هذا الثوب بعشرة فما زاد عليها فهو لك: صح، واستحق الزيادة، لأن ابن عباس كان لا يرى بذلك بأساً، ولأنه يتصرف في ماله بإذنه، فصح شرط الربح له في كالمضارب والعامل في المساقاة

Ketika pemilik barang mengatakan, jualkan kain ini dari saya 10 dirham, jika laku lebih, itu milik kamu, maka akadnya sah, dan makelar berhak mendapatkan tambahan itu. Karena menurut Ibnu Abbas itu dibolehkan, dan makelar melakukan transaksi terhadap barang orang ini, atas izinnya. Sehingga sah adanya kesepakatan pembagian keuntungan menjadi miliknya, seperti mudharib dan amil dalam akad musaqah. (al-Mughni, 5/108).

[2] Makelar diminta untuk menjual senilai harga tertentu, dan dia mendapatkan fee sesuai yang disepakati.

Ketika pemilik sudah menetapkan harga, maka makelar tidak berhak untuk menaikkannya tanpa seizin pemilik. Karena makelar dalam hal ini adalah wakil dari pemilik, sehingga dia harus bekerja sesuai instruksi. Jika dia menaikkan harga tanpa seizin pemilik, berarti dia menyalahi amanah dan itu dilarang.

Dalam fatwa Syabakah Islamiyah ada pertanyaan,

"Saya menjadi penghubung antara penjual dengan pembeli. Saya sepakat dengan penjual harga sekian dengan pembeli harga sekian. Misal dari penjual 100 dan saya jual ke pembeli 150.. saya terima uang dari pembeli, kemudian saya serahkan ke penjual."

Jawaban Lembaga Fatwa Syabakah Islamiyah,

فلا يجوز لك فعل ذلك، ما لم تخبر المشتري بالثمن الحقيقي، وأن الزائد عمولة لك على سمسرتك، أو تتفق مع البائع على أنك ستبيع له بضاعته بسعر كذا، وما زاد فهو لك. وأما أن توهم المشتري أن السعر هو مائة وخمسون مثلا، والحقيقة أنه مائة، أو تخبر البائع أنك بعت بضاعته بمائة فقط، والحقيقة أنك بعتها بمائة وخمسين، فلا يجوز لك ذلك؛

"Tidak boleh anda melakukan seperti itu, selama anda tidak menyebutkan kepada pembeli harga yang sebenarnya, dan nanti tambahan margin menjadi hasil dari makelaran anda. Atau anda bersepakat dengan penjual bahwa nanti akan akan menjual barang itu dengan harga sekian, sehingga selisihnya menjadi milik anda.

Namun jika pembeli menyangka bahwa harga dasarnya memang 150 padahal aslinya 100, atau anda memberi tahu pemilik bahwa anda menjualnya seharga 100 padahal aslinya 150, maka semacam ini tidak boleh." Sumber: https://fatwa.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=194601

Demikian, Wallahu A'lam.
SHARE ARTIKEL