Benarkah Meninggal Karena Gempa Tsunami Dianggap Mati Syahid?

Penulis Alif Hamdan | Ditayangkan 18 Oct 2018
Benarkah Meninggal Karena Gempa Tsunami Dianggap Mati Syahid?
Image from tribunnews.com

Bagaimana bila semasa hidupnya penuh maksiat, apa juga bisa dikatakan mati syahid ?

Meninggal karena gempa dan tsunami bisa dikatakan mati syahid bila memenuhi syarat-syarat ini, namun yang kita ketahui Allah menurunkan musibah pasti ada sebabnya. 

Tidak lain penyebab utamanya manusia itu sendiri yang lalai akan perintah Allah SWT dan selalu mengerjakan maksiat, dan meninggal karena gempa dalam keadaan maksiat, apa bisa dikatakan mati syahid.

Gempa Bumi dan Tsunami selalu menghabiskan banyak korban. Ada yang meninggal karena reruntuhan bangunan ada juga yang meninggal karena tenggelam terseret ombak Tsunami.

Jenazah korban gempa dan tsunami ini terkadang tak bisa langsung dievakuasi, selain karena sulitnya menjangkau daerah terdampak, juga dibutuhkan peralatan yang memadai untuk mengevakuasi jenazah-jenazah tersebut. Hal ini menjadikan hati keluarga korban semakin runyam tak karuan.

Namun, jangan khawatir. Allah telah memberikan balasan yang setimpal bagi orang-orang yang meninggal karena gempa bumi maupun tsunami. Allah SWT memberikan status syahid akhirat bagi orang-orang yang meninggal karena gempa dan tsunami tersebut.

Hal ini dijelaskan dalam sebuah hadis riwayat al-Bukhari dari sahabat Abu Hurairah RA berikut:

الشُّهَدَاءُ خَمْسَةٌ الْمَطْعُونُ وَالْمَبْطُونُ وَالْغَرِقُ وَصَاحِبُ الْهَدْمِ وَالشَّهِيدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ

“Orang yang mati syahid ada lima, yakni orang yang mati karena tho’un (wabah), orang yang mati karena menderita sakit perut, orang yang mati tenggelam, orang yang mati karena tertimpa reruntuhan dan orang yang mati syahid di jalan Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis riwayat Bukhari di atas, menurut al-Aini dalam Umdatul Qari, adalah sebuah penekanan dari Imam al-Bukhari bahwa orang yang mendapatkan status syahid tidak hanya orang yang meninggal dalam keadaan berperang saja.

Akan tetapi dalam beberapa keadaan juga bisa disebut syahid. Dalam hadis di atas, Imam al-Bukhari menyebutkan lima, walaupun dalam judul babnya al-Bukhari menyebut tujuh, salah duanya adalah tertimpa reruntuhan dan tenggelam.

Selayaknya orang yang meninggal karena gempa dan tsunami, pasti penyebab meninggalnya adalah dua hal, yakni tenggelam atau tertimpa reruntuhan. Oleh karena itu, secara otomatis, korban gempa dan tsunami ini termasuk orang yang meninggal syahid.

Akan tetapi, menurut Imam an-Nawawi dalam Syarh Raudhatut Thalibin, syahid dalam lima hal tersebut tidak sama cara pengurusan jenazahnya dengan orang yang mati syahid karena berperang.

Seperti yang dilansir oleh nu.or.id, jika orang yang mati syahid karena berperang tidak perlu dimandikan, maka orang yang syahid dalam keadaan menjadi korban gempa dan tsunami tetap diurus seperti jenazah biasa, yakni tetap dimandikan, dikafani dan lain sebagainya.

 فَهُم كَسَائِرِ المَوتىَ يُغْسَلونَ وَيُصَلىَّ عَليْهِمْ وَإنْ وَرَد فِيهِمْ لفْظُ الشَّهادَةِ

“Mereka (orang yang meninggal syahid dalam kasus tenggelam dan lain sebagainya) cara pengurusan jenazahnya seperti orang yang meninggal biasa, yakni tetap dimandikan dan dishalati walaupun mendapatkan status syahid.”

Baca Juga :

Dan bagaimana meninggal karena gempa  namun semasa hidupnya penuh maksiat. Apakah juga dikatakan mati syahid?

Kami berikan sebuah permisalan:

Orang kafir yang tiga anaknya meninggal dunia sebelum mencapai usia baligh dan dia tetap bersabar. Apakah orang kafir ini akan masuk surga atau tidak? Jawabnya tentu tidak.

Begitu juga tentang orang yang memakan harta riba, orang yang memakan harta anak yatim, orang yang melakukan pembunuhan dan perbuatan buruk lainnya yang para pelakunya terancam masuk neraka. Ini juga terikat atau dengan syarat tidak ada penghalang yang menghalangi dari terlaksananya ancaman tersebut. Jika ada penghalang yang kuat, maka ancaman itu tidak ditimpakan kepada si pelaku. Karena seperti yang sudah disampaikan di awal, kaidahnya adalah segala sesuatu itu tidak sempurna kecuali setelah syarat dan sebabnya terpenuhi serta tidak yang menghalangi (intifâ’ mawâni’).

Kesimpulan : orang yang semasa hidupnya penuh dengan keimanan dan taat beribadah, insyaallah kelak di akhirat mendapat ridho dan dianggap mati syahid. Akan tetapi jika orang meninggal ketika gempa tsunami tapi semasa hidupnya penuh dengan maksiat, apakah juga akan dianggap maksiat matinya ?

Seperti halnya yang sudah kita ketahui kampung petobo terkenal dengan kampung akan maksiat.

Berikut vidio keterangan lengkapnya :


Mari berbenah, mari kembali kepada Allah agar kita selamat dunia dan Akhirat.


Wallahu A'lam
SHARE ARTIKEL