Biar Nggak Salah Persepsi! Ini Alasan Hijab di Judo Dilarang, Bisa Bahayakan Atlit

Penulis Cheryl mikayla | Ditayangkan 09 Oct 2018
Biar Nggak Salah Persepsi! Ini Alasan Hijab di Judo Dilarang, Bisa Bahayakan Atlit
Miftahul Jannah meninggalkan arena setelah didiskualifikasi dari pertandingan kelas 52 kg blind judo Asian Para Games 2018 di JIExpo, Kemayoran, Jakarta, Senin (8/10). (Foto: dok. Antara Foto)

Mungkin Anda bertanya-tanya, mengapa hijab di Judo dilarang?

Seperti yang baru-baru ini  dialami Miftahul Jannah, atlet judo yang tolak lepas hijab hingga di diskualifikasi banyak menjadi perbincangan.

Biar nggak salah persepsi, ini penjelasannya kenapa hijab dilarang dalam Judo.

Miftahul Jannah didiskualifikasi karena menolak memenuhi aturan cabor judo di Asian Para Games, yakni melepas hijabnya. Keamanan menjadi alasan utama pelarangan tersebut.

Miftahul, yang turun di blind judo kategori Low Vision, diminta melepas hijab sebelum bertarung melawan Oyun Gantulga. Miftahul menolak memenuhi aturan tersebut dan dia harus menerima keputusan diskualifikasi.

"Permasalahan itu karena aturan. Aturan di judo itu atlet tidak diperkenankan memakai hijab pada saat masuk matras. Hanya masuk matras saja. Tapi, karena atlet ini tidak mau melepas dan memang sudah prinsip, mau bagaimana lagi. Itu juga sudah peraturan," kata penanggung jawab pertandingan judo Asian Para Games 2018, Ahmad Bahar, seperti dikutip dari detik.com.


Sebenarnya, pelarangan terhadap judoka bertarung memakai hijab pernah juga terjadi di Olimpiade 2012, yang saat itu dilangsungkan di London.

Judoka asal Arab Saudi, Wojdan Shaherkani, sempat dilarang main karena memakai hijab.

Juru bicara federasi judo dunia ketika itu, Nicolas Messner, mengatakan pelarangan penggunaan hijab semata karena alasan keamanan.

Karena di judo kedua petarung saling rangkul dan piting, dikhawatirkan hijab bisa mencekik leher dan membahayakan si atlet sendiri.

"Di judo, kami saling mencengkeram dan memiting leher, jadi hijab bisa berbahaya," ucap Messner sambil menambahkan bahwa cabang bela diri dari Jepang itu tidak mengenal perbedaan politik atau agama.

"Satu-satunya perbedaan di antara kompetitor (petarung judo) adalah level kemampuan judo mereka," tegas Messner dikutip dari Aljazeera.

Pada saat itu, Wojdan Shaherkani pada akhirnya bisa tetap bertanding dan mencetak sejarah menjadi atlet Arab Saudi pertama yang tampil di Olimpiade.

Dia bisa bertarung setelah mengganti hijab dengan semacam penutup kepala.


Untuk diketahui

Ketua Umum Komite Paralimpiade Nasional (NPC) Indonesia, Senny Marbun, mengatakan pelatih judo atlet disabilitas Indonesia tidak mengetahui aturan larangan penggunaan jilbab di kompetisi internasional seperti Asian Para Games 2018.

Itulah alasan Miftahul Jannah, akhirnya terpaksa harus didiskualifkasi saat akan bertanding melawan wakil Mongolia, Oyun Gantulga, di kelas 52 kg, Senin (8/10/2018).

Senny Marbun menjelaskan, para pelatih judo sebenarnya sudah diberitahu tentang aturan itu.

Namun, aturan larangan berjilbab itu kemungkinan belum dimengerti karena terkendala bahasa.

"Pelatih judo kami tidak dapat berbahasa Inggris dan tidak tahu aturan larangan berjilbab ketika ada rapat delegasi teknis dari Komite Paralimpiade Asia," kata Senny dalam jumpa dikutip dari Antara.com.

"Dia juga tidak meminta tolong kepada sesama pelatih untuk menerjemahkan aturan itu. Prinsipnya dalam olahraga tidak ada diskriminasi," ujar Senny menambahkan.

Senny kemudian meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia karena NPC juga turut bertanggung jawab sehingga Miftahul Jannah didiskualifikasi.
SHARE ARTIKEL