Jangan Sembarangan, Jual Beli Menjadi Haram Jika Melakukan Hal ini

Penulis Anisa Nurfadila | Ditayangkan 12 Sep 2018

Jangan Sembarangan, Jual Beli Menjadi Haram Jika Melakukan Hal ini

jual beli via ekonomiislam.net

Memang dalam Al Qur'an telah dijelaskan bahwa jika kita ingin menjadi kaya maka jadilah pedagang. 

Tapi jangan sembarang jika ingin rezeki perdagangan kita barokah.

Kenapa? Karena bisa saja jual beli kita dengan pembeli bisa dihukumi HARAM. 

Maka perhatikan hal-hal berikut ini jika melakukan jual beli.

Jual Beli adalah salah satu bentuk kegiatan muamalah dalam Islam. Hukum asal bagi jual beli adalah mubah atau diperbolehkan. 

Meski demikian, kegiatan jual beli online ini hukumnya bisa menjadi haram apabila sistemnya ijon atau apabila barang yang diperjual belikan hukumnya haram. 

Berikut ini hal-hal ynag wajib anda ketahui dalam jual beli.

Jual Beli Menurut 4 Madzhab

1. Mazhab Hanafi

Menurut mazhab Hanafi, jual beli mengandung dua makna, yakni:

Makna khusus, yaitu menukarkan barang dengan dua mata uang, yakni emas dan perak dan yang sejenisnya. Kapan saja lafal diucapkan, tentu kembali kepada arti ini.

Makna umum, yaitu ada dua belas macam, diantaranya adalah makna khusus ini.

2. Mazhab Maliki

Menurut Mazhab Maliki, jual beli atau bai’ menurut istilah ada dua pengertian, yakni:

1) Pengertian untuk seluruh satuannya bai’ (jual beli), yang mencakup akad sharaf, salam dan lain sebagainya.

2) Pengertian untuk satu satuan dari beberapa satuan yaitu sesuatu yang dipahamkan dari lafal bai’ secara mutlak menurut uruf (adat kebiasaan).

3. Mazhab Hanbali

Menurut ulama Hanbali jual beli menurut syara’ ialah menukarkan harta dengan harta atau menukarkan manfaat yang mubah dengan suatu manfaat yang mubah pula untuk selamanya

4. Mazhab Syafi’i

Ulama mazhab Syafi’i mendefinisikan bahwa jual beli menurut syara’ ialah akad penukaran harta dengan harta dengan cara tertentu.

Dari definisi-definisi di atas dapat dipahami inti jual beli adalah suatu perjanjian tukar menukar benda (barang) yang mempunyai nilai, atas dasar kerelaaan (kesepakatan) antara dua belah  pihak sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang dibenarkan oleh syara’.[3]

Apa Saja Rukun Jual Beli ?

Berikut adalah rukun dari Jual Beli dalam islam:

● Ada penjual dan juga pembeli.

● Ada uang (harga) ada barang yang akan dibeli.

● Ada Ijab dan Qabul antara penjual dan pembeli.

Itu adalah rukun jual beliyang benar. Agar jual beli tersbut sah ada beberapa syarat.

Apa saja syarat jual beli agar sah? Simak berikut ini.

Apa Saja Syarat Jual Beli ?

Berikut ini adalah apa saja syarat jual beli yang wajib dipenuhi.

  • Berakal – pihak yang bertransaksi haruslah telah baligh, memiliki kemampuan mengatur uang, dan kompeten dalam melakukan jual beli.
  • Kehendak sendiri – Para pihak yang terlibat melakukan tranasaksi dengan ridha dan sukarela, karena jika dilakukan dengan paksaan, termasuk transaksi yang bathil (Q.S An-Nissa: 29).
  • Mengetahui – Para pihak telah mengetahui barang dan harga jualnya, tidak boleh ada ketidak jelasan (ghoror) seperti membeli susu yang masih belum diperah.
  • Suci barangnya – barang yang diperjualbelikan bukan benda najis atau yang barang yang haram.
  • Barang bermanfaat – barang pada transksi jual beli memiliki manfaat sehingga tidak mubazir.
  • Barang sudah dimiliki – penjual telah memiliki hak untuk menjual barang tersebut, baik itu dengan telah membeli telebih dahulu dari suplier/produsen, atau telah memperoleh izin untuk menjual dari pemilik barang. (kecuali jika melakukan jual beli salam).
  • Barang dapat diserahterimakan – barang yang tidak dapat diserahkan, seperti jual beli burung yang sedang terbang, berpotensi besar tidak terealisasi, sehingga menimbulkan kerugian pada salah satu pihak.
  • Ijab dan qabul transaksi harus berhubungan (tidak ada pemisah) meskipun berbeda tempat (mazhab hanafi).
  • Lafadz dan perbuatan jelas – pengucapan menjual dan membeli oleh para pihak harus jelas dan saling berkait, selain itu ijab qabul juga dapat dilakukan sesuai kebiasan perdagangan setempat, seperti menyerahkan uang dan penjual menyerahkan barang.

Nah itulah apa saja syarat jual beli yang harus dipenuhi. Selanjutnya apa saja akad jual beli ? berikut ini penjelasanya.

Apa Saja Akad Jual Beli ?

Akad jual beli bisa dengan bentuk perkataan maupun perbuatan.

1. Perkataan

Bentuk perkataan terdiri dari:

Ijab yaitu kata yang keluar dari penjual seperti ucapan ” saya jual”, dan

Qobul yaitu ucapan yang keluar dari pembeli dengan ucapan “saya beli”.

2. Perbuatan

Bentuk perbuatan yaitu muaathoh (saling memberi) yang terdiri dari perbuatan mengambil dan memberi seperti penjual memberikan barang dagangan kepadanya (pembeli) dan (pembeli) memberikan harga yang wajar (telah ditentukan).

Dan kadang bentuk akad terdiri dari ucapan dan perbuatan sekaligus

Berkata Syaikh Taqiyuddin Ibnu Taimiyah rahimahullah : jual beli Muathoh ada beberapa gambaran

Penjual hanya melakukan ijab lafadz saja, dan pembeli mengambilnya seperti ucapan ” ambilah baju ini dengan satu dinar, maka kemudian diambil, demikian pula kalau harga itu dengan sesuatu tertentu seperti mengucapkan “ambilah baju ini dengan bajumu”, maka kemudian dia mengambilnya.

Pembeli mengucapkan suatu lafadz sedang dari penjual hanya memberi, sama saja apakah harga barang tersebut sudah pasti atau dalam bentuk suatu jaminan dalam perjanjian. (dihutangkan)

Keduanya tidak mengucapkan lafadz apapun, bahkan ada kebiasaan yaitu meletakkan uang (suatu harga) dan mengambil sesuatu yang telah dihargai.

Apa Saja Hukum Jual Beli ?

Jual beli adalah perkara yang diperbolehkan berdasarkan al Kitab, as Sunnah, ijma serta qiyas :

Allah Ta’ala berfirman :

وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ

“Dan Allah menghalalkan jual beli..”(Al Baqarah : 275)

Allah Ta’ala berfirman :

لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْ

“Tidaklah dosa bagi kalian untuk mencari keutaman (rizki) dari Rabbmu..” (Al Baqarah : 198, ayat ini berkaitan dengan jual beli di musim haji)

Dan Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“Dua orang yang saling berjual beli punya hak untuk saling memilih selama mereka tidak saling berpisah, maka jika keduianya saling jujur dalam jual beli dan menerangkan keadaan barang-barangnya (dari aib dan cacat), maka akan diberikan barokah jual beli bagi keduanya, dan apabila keduanya saling berdusta dan saling menyembunyikan aibnya maka akan dicabut barokah jual beli dari keduanya”. (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Nasa’i, dan shahihkan oleh Syaikh Al Bany dalam shahih Jami no. 2886)

Para ulama telah ijma (sepakat) atas perkara (bolehnya) jual beli, adapun qiyas yaitu dari satu sisi bahwa kebutuhan manusia mendorong kepada perkara jual beli. 

Karena kebutuhan manusia berkaitan dengan apa yang ada pada orang lain baik berupa harga atau sesuaitu yang dihargai (barang dan jasa) dan dia tidak dapat mendapatkannya kecuali dengan menggantinya dengan sesuatu yang lain. 

Maka jelaslah hikmah itu menuntut dibolehkannya jual beli untuik sampai kepada tujuan yang dikehendaki.

Kenapa Jual Beli Haram ?

Apakah jual beli Termasuk riba yang dilarang ? Apa saja jual beli terlarang menurut islam ? Beriku ini jawabnnya.

Jual beli adalah menukar harta dengan harta. Namun, ternyata ada jual beli yang diharamkan. 

Berikut ini jual beli yang mengandung riba yaitu :

1. Jual beli ‘inah

Definisi yang paling masyhur adalah seseorang menjual barang secara tidak tunai kepada seorang pembeli, kemudian ia membelinya lagi dari pembeli tadi secara tunai dengan harga lebih murah. 

Tujuan dari transaksi ini adalah untuk mengakal-akali supaya mendapat keuntungan dalam transaksi utang piutang

Larangan jual beli ‘inah disebutkan dalam hadits,

إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَ يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ

“Jika kalian berjual beli dengan cara ‘inah, mengikuti ekor sapi (maksudnya: sibuk dengan peternakan), ridha dengan bercocok tanam (maksudnya: sibuk dengan pertanian) dan meninggalkan jihad (yang saat itu fardhu ‘ain), maka Allah akan menguasakan kehinaan atas kalian. Allah tidak akan mencabutnya dari kalian hingga kalian kembali kepada agama kalian” (HR. Abu Daud no. 3462. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat ‘Aunul Ma’bud, 9: 242).

2. Jual beli muzabanah dan muhaqolah

Muzabanah adalah setiap jual beli pada barang yang tidak diketahui takaran, timbangan atau jumlahnya ditukar dengan barang lain yang sudah jelas takarannya, timbangan atau jumlahya. Contohnya adalah menukar kurma yang sudah dikilo dengan kurma yang masih di pohon.

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,

نَهَى النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – عَنِ الْمُحَاقَلَةِ وَالْمُزَابَنَةِ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari jual beli muhaqolah dan muzabanah” (HR. Bukhari no. 2187 dan Muslim no. 1536).

3. Jual beli daging dengan hewan

Tidak boleh melakukan jual beli semacam ini. Yang mesti dilakukan, terlebih dahulu hewan tersebut bersih dari tulang, setelah itu boleh ditukar dengan daging.

Dari Sa’id bin Al Musayyib, ia berkata,

أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى عَنْ بَيْعِ اللَّحْمِ بِالْحَيَوَانِ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari jual beli daging dan hewan” (HR. Malik dalam muwatho’nya 2: 655, Al Baihaqi 5: 296, Hakim dalam mustadroknya 5: 357.

4. Jual beli kredit lewat pihak ketiga (leasing)

Jual beli secara kredit asalnya boleh selama tidak melakukan hal yang terlarang. Namun perlu diperhatikan bahwa kebolehan jual beli kredit  harus melihat beberapa kriteria.

Kriteria pertama, barang yang dikreditkan sudah menjadi milik penjual (bank).

Kriteria kedua, barang tersebut bukan menjadi milik si penjual (bank), namun menjadi milik pihak ketiga.

Jika salah satu dari dua syarat di atas tidak bisa dipenuhi, maka akan terjerumus pada pelanggaran.

5. Jual beli utang dengan utang

Bentuknya adalah seseorang membeli sesuatu pada yang lain dengan tempo, namun barang tersebut belum diserahkan. Ketika jatuh tempo, barang yang dipesan pun belum jadi.

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,

أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى عَنْ بَيْعِ الْكَالِئِ بِالْكَالِئِ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari jual beli utang dengan utang” (HR. Ad Daruquthni 3: 71, 72. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini dho’if sebagaimana dalam Dho’iful Jaami’ 6061). Namun makna hadits ini benar dan disepakati oleh para ulama, yaitu terlarang jual beli utang dengan utang.

Kenapa Jual Beli Ijon Dilarang ?

Jangan Sembarangan, Jual Beli Menjadi Haram Jika Melakukan Hal ini

jual beli ijon via bimbinganislam.com

Sistem jual beli ijon adalah jual beli buah-buahan atau biji-bijian atau hasil tanaman yang masih di pohonnya dan belum siap untuk dipanen.

Jual beli ijon adalah jual beli yang terlarang di dalam Islam karena ia mengandung unsur gharar/ketidak jelasan.

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata :

أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه و سلم نَهَى عَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ. رواه مسلم

“Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual-beli yang mengandung unsur gharar/ketidak jelasan.” (HR. Muslim : 1513).

Dan makna dari Gharar ialah sebagaimana yang diterangkan oleh Syaikh Wahbah Az-Zuhaili :

والخلاصة أن بيع الغرر هو البيع الذي يتضمن خطرا يلحق أحد المتعاقدين فيؤدي إلى ضياع ماله

“Jual beli gharar adalah jual beli yang mengandung bahaya yang mengancam salah satu dari penjual atau pembeli sehingga menyebabkan lenyap atau musnahnya harta salah satu dari keduanya”. (Fiqih Islami Wa Adillatuhu : 4/437).

Jual beli ijon dengan tanpa keraguan sama sekali jelas mengandung apa yang beliau isyaratkan. 

Karena buah yang sudah dibeli bisa saja rusak sebelum dipanen baik karena bencana atau hama atau faktor lainnya. Maka dari itu dalam hadits lain yang lebih gamblang Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam melarang jenis jual beli seperti ini.

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه و سلم نَهَى عَنْ بَيْعِ الثَّمَرَةِ حَتَّى تُزْهِىَ قَالُوا وَمَا تُزْهِىَ قَالَ تَحْمَرُّ. فَقَالَ إِذَا مَنَعَ اللَّهُ الثَّمَرَةَ فَبِمَ تَسْتَحِلُّ مَالَ أَخِيكَ؟. متفق عليه

Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli buah-buahan hingga menua? Para sahabat bertanya ; ‘Apa maksudnya telah menua?”. Beliau menjawab ; ‘Bila telah berwarna merah.’ Kemudian beliau bersabda ; ‘Bila Allah menghalangi masa panen buah-buahan tersebut, maka apa alasannya engkau mengambil harta saudaramu ?” (HR. Bukhari : 2198, Muslim : 1555).

Syaikh Shadiq Muhammad Amin Adh-Dharir berkata ketika mengomentari hadits pertama yang tadi kita nukilkan di awal 

يستفاد من هذا الحديث ثلاثة أحكام : الحكم الأول تحريم بيع الغرر لأن صيغة النهي تدل على التحريم على القول المختار عند الأصوليين ولا تستعمل في غيره إلا مجازا. الحكم الثاني فساد عقد بيع الغرر أي عدم ترتب أي أثر عليه على رأي جماهير العلماء. الحكم الثالث شمول التحريم والفساد لكل بيوع الغرر على رأي القائلين بأن قول الصحابي : نهي النبي صلى الله عليه وسلم عن كذا يدل على العموم

“Hadits tersebut memiliki tiga faidah hukum :

Yang pertama: Pengharaman jual beli Gharar, karena redaksi larangan itu menunjukkan pengharaman berdasarkan pendapat dari para ulama ahli ushul yang terpilih dan tidak digunakan pada selainnya kecuali majaz.

Yang kedua: Rusaknya akad jual beli Gharar maksudnya tidak ada konsekwensi apapun yang harus ditanggung berdasarkan pendapat mayoritas para ulama.

Yang ketiga: Pengharaman serta rusaknya akad jual beli Gharar itu mencakup semua jenis jual beli Gharar, berdasarkan pendapat para ulama yang menyatakan bahwa perkataan sahabat : ‘Larangan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dari ini dan itu, menunjukkan keumuman”. (Al-Gharar Fil ‘Uqud Wa Atsaruhu Fit Tathbiqatil Mu’ashirah : 10).

Allah Swt mensyari’atkan jual beli sebagai bagian dari bentuk ta’awun (saling menolong) antar sesama manusia, juga sebagai pemberian keleluasaan, karena manusia secara pribadi mempunyai kebutuhan berupa sandang, pangan, papan dsb. 

Dengan memahami ketentuan jual beli serta jual beli yang dilarang tersebut semoga dapat menambah ilmu anda. Demikian artikel ini kami buat. Semoga bermanfaat. Amiin.

SHARE ARTIKEL