2 Pelajar Ikut Keroyok Haringga Hingga Meninggal, PBNU Sororti Lemahnya Pendidikan Agama
Penulis Cheryl mikayla | Ditayangkan 26 Sep 2018Makam korban, Haringga sirla (foto: viva.co.id)
Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un... Turut berduka sedalam-dalamnya.
Fakta baru diungkap pihak kepolisian, dua orang pelajar ikut ditetapkan sebagai tersangka kasus pengroyokan suporter yang berujung maut.
Ini pesan yang disampaikan PBNU kepada setiap orang tua.
Kedua pelajar tersebut berinisial SM (17) dan DFA (16). Dua orang pelajar terlibat pengeroyokan yang menewaskan suporter Persija, Haringga Sirla (23).
"Dua orang ini sudah kita titipkan ke Bapas (Badan Pemasyarakatan)," ujar Kapolrestabes Bandung Kombes Irman Sugema di Mapolrestabes Bandung, Jalan Jawa, Kota Bandung, Selasa (25/9/2018).
Irman menjelaskan pihaknya tetap akan memproses pelaku yang masih berstatus pelajar tersebut. Saat ini, pihaknya terus menggali keterangan tersangka.
"Proses penyidikan sedang berjalan," kata Irman, seperti dikutip dari detik.com.
Polisi tak menjelaskan secara rinci peran yang dilakukan oleh keduanya. Namun yang pasti, keduanya terlibat dalam pengeroyokan yang terjadi di gerbang biru Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA), Minggu (23/9) siang atau sebelum pertandingan Persib melawan Persija.
Sementara Itu, PBNU Kutuk Pengeroyokan Haringga dan Soroti Lemahnya Pendidikan Agama
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menganggap tragedi tersebut adalah tragedi yang menciderai rasa kemanusiaan.“Pertama, kami mengucapkan bela sungkawa yang mendalam. Semoga keluarga yang ditinggalkan diberi kesabaran dan ketabahan. Ini tindakan keji, biadab dan tidak berperikemanusiaan. Tindakan ini sama sekali tidak dapat dibenarkan ditinjau dari segi apapun,” ujar Sekjen PBNU Helmy Faishal Zaini seperti dikutip dari kumparan.com.
Bagi Helmy, tragedi tersebut adalah bukti lemahnya pendidikan keagamaan dan moralitas di kalangan anak muda.
“Mereka menganiaya saudaranya sendiri. Bahkan dengan mengucapkan kalimat la ilaha illallah. Ini jelas kesesatan dalam beragama. Harus kita renungkan, di mana rasa kemanusiaan dan moralitas mereka?” Imbuh Helmy.
Lebih jauh, Helmy menegaskan pentingnya peran serta keluarga dan orang tua dalam mendidik anak-anaknya menjadi sangat relevan saat ini.
“Orang tua dan keluarga harus lebih meningkatkan pembelajaran akhlak dan nilai-nilai kemanusiaan bagi anak-anaknya,” ujarnya.
Agama hadir untuk melindungi umat manusia. Agama diturunkan dan disyariatkan sebagai aturan yang emansipatif terhadap umatnya. Jika tidak demikian, maka agama kehilangan ruh dan fungsi utamanya. Atau paling tidak agama disalahpamani oleh pemeluknya.
“Agama yang harusnya dijadikan sebagai alat pelindung, sekarang malah sebaliknya dijadikan sebagai pedoman untuk menyerang, menghakimi, bahkan mempersekusi pihak-pihak yang dianggap bersalah dan berbeda,” ungkap Helmy.
Baca Juga:
- Beginikah Memegang Amanah Rakyat? Bupati Tulungagung Cuma Menjabat 3 Menit Lalu Digiring KPK
- Mukjizat Allah Itu Nyata! 49 Hari Terombang-Ambing Dilautan, Ini Cara Aldi Bertahan Hidup
- Hati-Hati Jadi Kafir Cuma Karena Menghujat Dandanan Orang Lain
Hakikat olahraga, kata Helmy, adalah menjaga fisik dan akal agar tetap sehat.
Sepak bola seharusnya menjadi olahraga yang menpersatukan, mengokohkan dalam ikatan persaudaraan. Bukan semakin menjauhkan dan malah menjadi bibit saling bermusuhan.
Seperti kita ketahui, fanatik buta dalam olah raga sepak bola ini sudah menjamur diseluruh kalangan. Baik yang muda hingga anak-anak di usia masih belia.
Tidak menutup mata, anak-anak SD dilingkungan sekitar meneriakkan yel-yel ujaran kebencian kepada sebuah club sepak bola. Namun anehnya orang tua malah terkesan membiarkannya.
Semoga kasus ini menjadi pembelajaran bersama, kususnya para orang tua.