Menyimpan Uang di Bank Berupa Tabungan Termasuk Riba?

Penulis Taufiq Firmansah | Ditayangkan 10 May 2018

Menyimpan Uang di Bank Berupa Tabungan Termasuk Riba?
Foto via kompasiana.com

Kalau menabung di bank termasuk riba, terus menyimpan uangnya dimana ?

Hayo dimana...?

Ada yang bilang menyimpan uang di bank itu tidak termasuk riba karena bunga bank kecil lebih besar potongannya bila berhutang, dan yang termasuk riba itu pinjam uang di bank

Yang benar riba atau bukan? Mari kita bahas bersama...

Ada sebuah pertanyaan:

Apakah boleh menyimpan uang di bank karena ketika disimpan di rumah dikhawatirkan hilang?

Jawaban:

Dimaklumi bahwa tempat penyimpanan uang, baik bank maupun lembaga keuangan lain, tidak lepas dari dua keadaan:

  1. Tidak mengandung unsur riba dan hal yang diharamkan.
  2. Mengandung riba dan hal yang diharamkan.
  3. Tentunya, pada keadaan pertama, tidaklah mengapa bila menyimpan uang di bank atau lembaga keuangan yang lain karena tidak ada pelanggaran syariat di dalamnya.

Adapun pada keadaan kedua, tentang menyimpan uang pada bank atau lembaga keuangan yang mengandung riba dan hal yang diharamkan, Kita perlu memerhatikan dua perkara:

Baca juga : Benarkah Lebih Afdol Baca Bismillah Daripada 'Allahumma Bariklana' Sebelum Makan?

Pertama: keperluan si penyimpan.

Siapa saja yang berada dalam kondisi darurat atau terdesak untuk menyimpan uangnya di bank karena takut dirampok, khawatir rusak, penyimpanan di rumahnya akan mendatangkan bahaya, dan semisalnya, insya Allah tidak mengapa bila menyimpan uang di bank dengan menjaga diri agar tidak bergampangan dengan muamalah bank dan tidak mengambil bentuk riba apapun yang bank berikan.

Allah Subhânahu Wa Ta’âlâ telah berfirman,

وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ

 “Padahal sesungguhnya Dia telah menjelaskan kepada kalian segala sesuatu yang Dia haramkan atas kalian, kecuali apa-apa yang terpaksa kalian makan.” [Al-An’âm: 119]

Kalau keperluan menyimpan uang bukanlah hal yang mendesak, penyimpanan tersebut adalah hal yang tidak diperbolehkan. Allah ‘Azza Wa Jalla telah berfirman,

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

“Dan tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, tetapi janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” [Al-Mâ`idah: 2]

Kedua: tingkat keharaman yang dilakukan oleh pihak bank atau lembaga keuangan.

Bila seluruh bentuk transaksi dan muamalah mereka adalah dalam hal yang diharamkan, Kita tidak boleh menyimpan uang pada mereka.

Bila sebagian kegiatan mereka ada yang halal, tetapi ada pula yang haram, tidaklah mengapa Kita menyimpan uang bila dalam kondisi mendesak atau darurat.

Berikut beberapa fatwa dari beberapa ulama terkemuka pada masa ini yang berkaitan dengan pertanyaan diatas.

Fatwa Al-Lajnah Ad-Dâ`imah

Pertanyaan

“Apakah boleh harta yang dikhawatirkan dari pencuri untuk disimpan di bank-bank riba, kemudian dia mengambilnya di waktu yang dia perlukan tanpa mengambil bunga dan tidak dipungut biaya dalam penyimpanan tersebut, ataukah tidak (boleh)?”

Jawaban

“Tidak boleh menyimpan uang dan semisalnya di bank dan lembaga-lembaga keuangan dan yayasan-yayasan lainnya yang mengandung riba, baik penyimpanan tersebut adalah dengan mengambil bunga maupun tanpa bunga, karena hal tersebut mengandung bentuk bahu-membahu dalam dosa dan permusuhan, padahal (Allah) Ta’âlâ telah berfirman,

وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

“Dan janganlah kalian tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” [Al-Mâ`idah: 2]

Kecuali, kalau harta itu dikhawatirkan hilang karena dicuri, dirampok, atau semisalnya, juga misalnya tidak ditemukan jalan untuk menjaga (harta tersebut) kecuali dengan menyimpan (harta) itu di bank-bank riba, (seseorang) boleh menyimpannya di bank-bank dan lembaga-lembaga keuangan semisalnya yang mengandung riba, (tetapi) tanpa mengambil bunga sebagai penjagaan terhadap harta karena menyimpannya di bank terhitung sebagai mengerjakan hal teringan di antara dua hal terlarang ….”

[Fatawa Al-Lajnah Ad-Dâ`imah 13/346-347, ditandatangani oleh Syaikh Ibnu Bâz, Syaikh Abdurrazaq ‘Afîfy, Syaikh Abdullah Al-Ghudayyân, dan Syaikh Abdullah bin Qa’ûd rahimahumullâh]

Baca juga : Berdoa Usai Berwudhu di Kamar Mandi ada Toilet, Bolehkah?

Dalam fatwa lain disebutkan,

“Tidak boleh menyimpan harta di bank-bank dan lembaga-lembaga keuangan yang bermuamalah dengan riba, kecuali dalam kondisi darurat. Apabila terdesak untuk hal tersebut guna menjaga hartanya, seseorang (boleh) menyimpan pada (bank-bank tersebut) tanpa mengambil manfaat dari harta yang disimpan.”

[Fatawa Al-Lajnah Ad-Dâ`imah 13/350, ditandatangani oleh Syaikh Ibnu Bâz, Syaikh Abdurrazaq ‘Afify, Syaikh Abdullah Al-Ghudayyân, dan Syaikh Abdullah bin Qa’ûd rahimahumullâh]

Dalam fatwa lain juga disebutkan,

Pertanyaan

“Telah terjadi pembahasan tentang masalah rekening-rekening yg beraneka ragam milik suatu jam’iyyah ‘lembaga, organisasi, yayasan’ pada bank-bank setempat guna memudahkan penyampaian bantuan, partisipasi, zakat-zakat, sedekah-sedekah, dan selainnya untuk jam’iyyah dengan rekening-rekening jam’iyyah yang berbilang agar mempermudah pembayaran dari pihak pribadi, bank-bank, dan serikat-serikat, yang hal tersebut akan memperdekat rekening jam’iyyah kepada setiap pihak dan setiap pribadi. Kami mengangkat pembahasan ini kepada para Syaikh yang mulia agar para Syaikh memberi pengarahan dengan pandangannya. Semoga Allah menjaga dan memelihara para Syaikh sekalian.”

Jawaban

Tidaklah mengapa membuka rekening-rekening untuk jam’iyyah kebaikan dan selainnya di bank-bank bila maksudnya adalah hal yang tersebut dalam pertanyaan karena hal tersebut mempermudah dan tidak ada hal yang terlarang di dalamnya. Yang dilarang adalah membuka rekening untuk investasi yang terlarang dan pengambilan manfaat-manfaat riba pada tabungan berdasarkan hadits,

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) آكِلَ الرِّبَا، وَمُوكِلَهُ، وَشَاهِدَيْهِ، وَكَاتِبَهُ

“Rasulullah (shallâllahu ‘alaihi wa sallam) melaknat pemakan riba, orang yang memberi makan berupa riba, dua saksi, dan penulisnya.”

Hanya kepada Allah-lah kita mengharap taufiq. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi kita, Muhammad, (serta kepada) keluarga dan para shahabatnya.”

[Fatawa Al-Lajnah Ad-Dâ`imah 13/375-376, ditandatangani oleh Syaikh Ibnu Bâz, Syaikh Abdul Aziz Âlu Asy-Syaikh, Syaikh Abdullah Al-Ghudayyân, Syaikh Shalih Al-Fauzân, dan Syaikh Bakr Abu Zaid]

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullâh ditanya,

“Apa pendapat Antum tentang bank-bank tempat kami menyimpan? Bank apa yang Engkau nasihatkan, wahai Syaikh?

Beliau menjawab,

“Adapun tentang menyimpan uang di bank-bank, Saya tidak berpendapat (bahwa boleh) menyimpan. Kecuali, untuk suatu keperluan (mendesak), seperti seseorang takut terhadap uangnya yang berada di rumah, dia (boleh) menyimpan (uang)nya di bank-bank ini untuk suatu keperluan dalam hal tersebut. Saya menegaskan bahwa boleh menyimpan uang di bank-bank disebabkan oleh suatu keperluan (mendesak) karena bank-bank bukanlah riba 100%.

Bank-bank memiliki banyak muamalah bagus yang bukan haram. Andaikata muamalah bank adalah riba 100%, pastilah Kami mengatakan bahwa, andaikata uangmu terbakar, janganlah engkau menyimpannya di bank karena engkau akan berserikat bersama mereka dalam riba.

Dibangun di atas hal ini, kami menegaskan bahwa, apabila ada keperluan (mendesak) untuk menyimpan uang di bank-bank, bila bank-bank itu tidak bermuamalah, kecuali dengan riba, selamanya janganlah engkau menyimpan uang tersebut di bank-bank, walaupun uangmu terbakar, atau engkau menggalikan sebuah lubang untuk (uangmu) kemudian engkau meletakkan uangmu di lubang itu dan janganlah engkau menyimpannya di bank.

Adapun kalau bank-bank tersebut bekerja dengan hal yang boleh dan hal yang haram, tidaklah mengapa engkau menyimpan uangmu di bank-bank untuk keperluan (mendesak).

Adapun tentang bank yang terbaik, Saya tidak mengetahui bank yang muamalahnya paling baik. Akan tetapi, ada yang mengatakan bahwa Syarikat Ar-Rajihy adalah yang paling selamat di antara yang lain dalam muamalah riba.”

[Liqâ` Al-Bâb Al-Maftûh no. 14]

Guru kami, Syaikh Muqbil bin Hâdy Al-Wâdi’iy rahimahullâh, ditanya,

“Apa hukum orang yang menyimpan uangnya di bank, dan mereka memberinya bunga. Di antara (para penyimpan) itu, ada yang mengambil (bunga), tetapi di antara mereka ada (pula) yang meninggalkan (bunga) tersebut untuk bank?

Beliau menjawab,

“Kewajiban dia adalah meninggalkan (bunga) itu untuk bank karena keselamatan (terhadap dosa) tidak bisa dinilai dengan suatu apapun. Nabi shallallahu ‘alaihi wa âlihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَرَكَ شَيْئًا للهِ أَبْدَلَهُ اللهُ خَيْرًا مِنْهُ

“Siapa saja yang meninggalkan sesuatu karena Allah, (Allah) akan menggantikan (untuknya) dengan hal lebih baik daripada sesuatu itu.” [1]

Kalau mengambil (bunga) tersebut, dia diperhadapkan kepada laknat,

لَعَنَ اللهُ آكِلَ الرِّبَا، وَمُوكِلَهُ، وَكَاتِبَهُ، وَشَاهِدَيْهِ

“Allah melaknat pemakan riba, orang yang memberi makan berupa riba, penulis, dan dua saksinya.” [2]

Telah berlalu bahwa Kami mengatakan: seseorang tidak boleh menyimpan di bank, kecuali bagi orang yang mengkhawatirkan hartanya terhadap para pencuri atau dia takut bila hartanya rusak.

Adapun kalau tidak khawatir, dia tidak pantas menyimpan (harta)nya di bank karena hal tersebut membantu mereka (pihak bank) untuk menggunakan uang tersebut dan mengambil keuntungannya.

[Tuhfatul Mujîb hal. 64]

[1] Diriwayatkan oleh Muslim dari hadits Jâbir radhiyâllahu ‘anhumâ, (pen.).

[2] Dalam kitab Ash-Shahih Al-Musnad Mimmâ Laisa Fi Ash-Shahîhain 2/443 no. 1523 karya

Syaikh Muqbil, beliau menshahihkan hadits di atas dengan lafazh,

إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئًا اتِّقَاءَ اللهِ إِلَّا أَعْطَاكَ اللهُ خَيْرًا مِنْهُ

“Sesungguhnya, tidaklah engkau meninggalkan sesuatu karena ketakwaan kepada Allah, kecuali bahwa Allah akan memberikan kepadamu hal yang lebih baik daripada sesuatu itu.” [Diriwayatkan oleh Ahmad dan An-Nasâ`iy -dalam Al-Kubrâ– dari seorang shahabat badui]

[3] Diriwayatkan oleh Muslim, Ahmad (lafazh hadits milik beliau), Abu Dawud, At-Tirmidzy, dan Ibnu Mâjah dari hadits Abdullah bin Mas’ûd radhiyâllahu ‘anhu

Wallahu A'lam
SHARE ARTIKEL