Tata Cara Hukum Cambuk dan Rajam Bagi Seseorang yang Terbukti Berbuat Zina

Penulis Taufiq Firmansah | Ditayangkan 27 Mar 2018
Tata Cara Hukum Cambuk dan Rajam Bagi Seseorang yang Terbukti Berbuat Zina
Foto via grid.id

Wanita ini dicambuk 100 kali oleh orang-orang dan dilecehkan didepan umum

Ia dituduh suaminya berselingkuh...

Baru-baru ini viral video wanita yang diduga selingkuh sedang dihukum suami dicambuk 100 kali didepan umum dan ditambah dilecehkan puluhan orang yang menyaksikan hukum cambuk itu, namun dalam syariat agama islam apakah dibenarkan hukum cambuk seperti ini?

Lalu bagaimana tata cara yang benar?

Sungguh malang nasib seorang perempuan di India ini. Ia diikat ke sebatang pohon lalu dipukuli sang suami dengan menggunakan ikat pinggang kulit di hadapan puluhan orang yang hanya diam terpaku.

Perempuan itu dicambuk menggunakan sabuk kulit sebanyak 100 kali setelah disidang pengadilan desa karena dituduh berzina.

Baca juga : Ini Akibatnya Kalau Wanita Suka Menggoda Suami Orang

Insiden itu terjadi di Bulandshahr, negara bagian Uttar Pradesh, tak jauh dari New Delhi. Tak diketahui kapan peristiwa itu terjadi tetapi video nya tersebar pada Jumat (23/3/2018).

Tata Cara Hukum Cambuk dan Rajam Bagi Seseorang yang Terbukti Berbuat Zina

Dalam video itu terlihat seorang perempuan yang mengenakan sari dengan tangan terikat ke sebuah batang pohon di atas kepalanya.

Di hadapan puluhan orang, seorang pria yang mengenakan kaus hijau dan jaket yang diduga suami perempuan tersebut, memukulinya dengan menggunakan ikat pinggang kulit.

Terdengar suara perempuan itu menjerit setiap kali lecutan ikat pinggang kulit tersebut mengenai tubuhnyanya.

Bahkan, dikabarkan setelah dicambuk dengan menggunakan ikat pinggang, perempuan itu kemudian dilecehkan secara seksual oleh puluhan orang yang menyaksikan penyiksaan tersebut.

Setelah video itu viral, polisi kemudian menggelar penyelidikan dan mengatakan telah menangkap tiga orang yang mengorganisir penyiksaan dan penyerangan itu.

Dari tiga orang yang ditangkap, dua di antaranya adalah suami dan putra kandung perempuan yang disiksa itu.

Pernah Berzina dan Bertobat, Haruskan Dirajam dan Dicambuk?

Ada sebuah pertanyaan yang kami kutip dari konsultasisyariah:
Assalamualaikum Warohmatuallahi wabarokatuh konsultasi syariah yg saya hormati saya memohon penjelasan tentang apa yg pernah saya alami saat ini,saya mempunyai rencana untuk menikah dengan seseorang,tapi ada yg menjadi kebimbangan bagi saya. 

Setelah kami menjalani hubungan pacaran kami sepakat untuk saling terbuka dan saya jujur kalau 
saya pernah Melakukan zina dengan seseorang perempuan dan itu saya lakukan sebelum saya menikah,dan akhirnya saya menikah dengan perempuan tersebut, tapi pernikahan Saya dengan istri saya hanya berlangsung selama 3 tahun dan istri Saya minta cerai dengan alasan sudah tidak suka dengan Saya. 

Akhirnya saya dan istri saya cerai dan sekarang saya sudah menemukan seseorang yg akan saya jadikan istri saya dia seorang gadis tapi dia jujur kepada saya kalau dia juga pernah melakukan zina dengan pacar nya dulu, yang saya pertanyakan adalah bagaimana hukumnya atas apa yg saya perbuat sebelum saya menikah telah melakukan zina, dan bagaimana hukumnya setelah pertemuan yg saya zinahi itu saya nikahi.

Apakah hukuman bagi saya menurut syariat islam, apakah saya harus di cambuk karena melakukan zina tersebut apakah hanya cukup dengan taubat nasuha saja. 

Terus bagaimana hukumnya bagi seseorang yang akan saya nikahi sekarang karena dia jg pernah Melakukan zina dengan pacar nya apakah harus di rajam atau cukup dengan taubat nasuha saja dan bagaimana menurut syariat islam yg benar dan baik jika saya akan menikahi perempuan yg pernah berzina. 

Begitupun dengan saya yg pernah melakukan zina apakah kami bisa melangsungkan pernikahan jika kami sudah Sama-sama taubat dan bolehkah saya melangsungkan pernikahan karena kami Sama-sama pezina. 

Bagaimana hukumnya nya kalau kami menikah,terima kasih sebelumnya nya besar harapan Saya untuk bisa menikah dengan dia dan saya mohon tolong di jelaskan dengan jelas karena saya pribadi masih belum begitu paham dan masih awam akan hal ini terima kasih assalamualaikum Warohmatuallahi wabarokatuh

Dari Seseorang

Baca juga : Hukum Mempercayai Ramalan Paranormal yang Berasal dari Bisikan Jin, Menurut Islam

Jawaban: 

Wa’alaikumus salam Warohmatuallahi wabarokatuh

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Pertama, tidak semua orang bisa menerapkan hukuman had (potong tangan, cambuk, rajam, atau pancung).  Pihak yang berhak menegakkan hukuman had adalah pemerintah. Rakyat sama sekali tidak memiliki wewenang untuk itu, apapun statusnya, bahkan sekalipun dia tokoh agama di masyarakat.

Dalam Mausu’ah al-Fiqh al-Islami dinyatakan,

يتولى إقامة الحد إمام المسلمين، أو من ينيبه، بحضرة طائفة من المؤمنين، فلا يجوز لفرد أن يتولى إقامة الحد بنفسه، إلا السيد فيجوز له أن يقيم حد الجلد على مملوكه

Yang berwenang menyelenggarakan penegakan hukuman had adalah pemimpin kaum muslimin atau orang yang mewakilinya, dengan disaksikan sekelompok kaum muslimin. Seseorang tidak boleh menerapkan hukuman had sendiri, kecuali seorang tuan, dia boleh menerapkan hukuman cambuk untuk budaknya. (Mausu’ah al-Fiqh al-Islami, 5/108).

Syaikhul Islam menjelaskan kaidah penting tentang hukuman had,

Allah menjelaskan tentang hukuman had dan masalah hak dengan penjelasan umum. Seperti firman Allah,

وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا

“Pencuri laki-laki dan pencuri wanita, potonglah kedua tangannya..”

Atau firman Allah,

الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ

“Pezina lelaki dan pezina perempuan cambuklah masing-masing 100 kali cambukan..”

Baca juga : Haji Antri Puluhan Tahun, Umrah Langsung Berangkat. Mana yang Lebih Utama Didahulukan?

Atau firman Allah

وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً

”Orang yang menuduh wanita baik-baik berzina dan dia tidak bisa mendatangkan 4 saksi, pukullah dia 80 kali…”

Dan kita tahu bahwa orang yang diperintahkan untuk melakukan suatu perbuatan, dia orang yang mampu melakukan perbuatan itu, sementara orang yang tidak mampu, tidak wajib melakukannya… dan perintah semacam ini sifatnya fardu kifayah bagi yang mampu. Bentuk kemampuan itu adalah keterlibatan sultan (penguasa). Oleh karena itu, wajib menegakkan had bagi penguasa atau wakilnya. (Majmu’ Fatawa, 34/175).

Kedua, di negara kita, pemerintah tidak menyelenggarakan hukuman had. Sementara rakyat tidak boleh proaktif dengan melaksanakan hukuman had sendiri. Sehingga mereka yang melakukan pelanggaran dengan ancaman hukuman had, tidak bisa ditegakkan hukuman had untuknya.

Ketiga, bukan syarat diterimanya taubat zina, dia harus dihukum had, baik cambuk maupun rajam. Dan bagian paling penting bagi mereka yang melakukan maksiat semacam ini adalah bertaubat. Memohon ampunan kepada Allah Ta’ala.

Jika seseorang serius bertaubat, dan Allah mengampuninya, statusnya sebagaimana orang yang tidak memiliki dosa.

Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

التَّائِبُ مِنَ الذَّنْبِ، كَمَنْ لَا ذَنْبَ لَهُ

“Orang yang bertaubat dari dosa, seperti orang yang tidak memiliki itu dosa.” (HR. Ibnu Majah 4250, baihaqi dalam al-Kubro 20561 dan dihasankan al-Albani).

Dan ketika seseorang tidak lagi dianggap memiliki dosa, tidak ada hukuman baginya.

Keempat,  jangan ceritakan hal ini kepada siapa pun, termasuk orang yang ingin menikah dengan Anda. Bahkan termasuk kepada lelaki yang nantinya akan menjadi suami anda.

Menceritakan hal ini kepada orang lain justru akan menimbulkan masalah baru. Simpan kejadian ini untuk diri Anda sendiri. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَصَابَ مِنْ هَذِهِ الْقَاذُورَاتِ شَيْئًا فَلْيَسْتَتِرْ بِسِتْرِ اللَّهِ

“Siapa yang tertimpa musibah maksiat dengan melakukan perbuatan semacam ini (perbuatan zina), hendaknya dia menyembunyikannya, dengan kerahasiaan yang Allah berikan.” (HR. Malik dalam Al-Muwatha’, no. 1508)

Bahkan jika ada seseorang yang berzina di negara yang menyelenggarakan hukuman had, namun dia rahasiakan dosanya, dan tidak melaporkannya ke hakim, maka tidak ada hukuman had baginya.

Dalam hadis lain dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, bahwa setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merajam al-Aslami (seseorang dari bani Aslam), beliau bersabda,

اجْتَنِبُوا هَذِهِ الْقَاذُورَةَ الَّتِي نَهَى اللَّهُ عَنْهَا فَمَنْ أَلَمَّ فَلْيَسْتَتِرْ بِسِتْرِ اللَّهِ وَلْيُتُبْ إِلَى اللَّهِ فَإِنَّهُ مَنْ يُبْدِلْنَا صَفْحَتَهُ نُقِمْ عَلَيْهِ كِتَابَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ

Jauhilah perbuatan menjijikkan yang Allah larang ini. Siapa yang pernah melakukannya, hendaknya dia merahasiakannya dengan tabir yang Allah berikan kepadanya, dan bertaubat kepada Allah. Karena siapa yang kesalahannya dilaporkan kepada kami, maka kami akan tegakkan hukuman seperti dalam kitab Allah. (HR. Hakim 3/272, al-Baihaqi dalam as-Shughra 2719 dan dishahihkan ad-Dzahabi).

Oleh karena itu, yang paling penting bagi orang yang pernah melakukan dosa zina, baik setelah menikah maupun sebelum menikah, bukan ditegakkannya hukuman had baginya.

Namun yang paling penting adalah semangat dia untuk bertaubat. Bahkan dianjurkan baginya untuk merahasiakan dosa ini, sehingga hanya menjadi masalah antara dia dengan Allah.

Allahu a’lam.
SHARE ARTIKEL