Digigit Nyamuk Balita ini Meninggal, Ternyata Terserang Virus Japanese Encephalitis

Penulis Taufiq Firmansah | Ditayangkan 23 Jan 2018
Digigit Nyamuk Balita ini Meninggal, Ternyata Terserang Virus Japanese Encephalitis
Foto via theasiantparents.com

Kejadian yang mendadak dan tak disangka-sangka

Mungkin masih jarang didengar oleh orang awam, salah satu virus yang disebabkan oleh gigitan nyamuk, seperti yang dialami gadis kecil cantik ini, tak berlangsung lama setelah gigtan nyamuk gadis ini mendadak koma setelahnya meninggal, 

Para orangtua harus waspada kenali dan ketahui karena nyamuk jenis ini banyak ditemukan diarea persawahan

Penyakit Japanese Encephalitis mungkin masih terdengar asing di telinga Anda. Namun, penyakit yang disebabkan oleh nyamuk ini ternyata cukup mematikan.

Kisah balita yang terkena penyakit Japanese Encephalitis

Seperti yang terjadi pada seorang balita bernama Gavriella (2) yang mendadak demam pada hari Rabu, 10 Januari 2018. Suhu tubuhnya mencapai 38 derajat Celcius.

Baca juga : "Mungkin jika aku pergi ibu bisa kembali" Surat Anak Pengidap Kanker ini Bikin Mewek

Gavriella mengeluh perutnya sakit tetapi tidak diare. Keesokan hari tanggal 11 Januari 2018, tubuhnya masih panas sehingga ia diberikan obat penurun demam.

Malam harinya, Gavriella dibawa ke Rumah Sakit Mitra Kelapa Gading. Dokter Retno mendiagnosis Gavriella terkena virus.

Selagi menunggu obat dari apotek, balita ini masih aktif berlari-lari. Ibunya, Yulia, mencoba menidurkan Graviella sambil digendong dan diberi susu.

Digigit Nyamuk Balita ini Meninggal, Ternyata Terserang Virus Japanese Encephalitis
Foto via theasiantparents.com

Tak lama ia menggigil dan langsung dibawa ke UGD. Saat dibaringkan di ranjang, Gavriella kejang-kejang dan suhu tubuhnya menjadi 41 derajat.

Gavriella membutuhkan asupan oksigen sehingga ia pun dipasangi alat monitor. Ketika itu jantung Gavriella berdenyut kencang dan ia muntah-muntah sehingga dokter memasukkannya ke PICU (Pediatric Intensive Care Unit atau ICU khusus anak).

Tanggal 12 Januari pukul 6 pagi, dokter jaga PICU melaporkan bahwa Gavriella mengalami tiga kali kejang. Selang satu jam kemudian, ia mulai kritis dan tidak sadarkan diri.


Pukul 11 siang, Graviella menjalani CT Scan dan hasilnya menunjukkan ada pembengkakan pembuluh darah di otak belakang. Belakangan diketahui Graviella mengidap penyakit Japanese Encephalitis.

Berbagai upaya dilakukan demi kesembuhan Gavriella, termasuk melakukan penggalangan dana untuk membantu meringankan beban orangtuanya.

Baca juga : Orangtua Perlu Ajarkan ini 6 Aspek Pendidikan yang Sangat Mempengaruhi Karakter Anak

Sayangnya, Tuhan berkehendak lain. Tanggal 19 Januari 2018, Gavriella meninggal setelah berjuang selama kurang lebih seminggu.

Selamat jalan, Gavriella sayang! Doa kami untukmu dan keluarga yang ditinggalkan.


Apa itu penyakit Japanese Encephalitis?

Japanese Encephalitis adalah penyakit radang otak yang disebabkan oleh virus. Penyakit ini banyak terjadi di kawasan Asia dan disebarkan oleh nyamuk Culex tritaeniorhynchus.

Manusia bisa tertular penyakit Japanese Encephalitis apabila ia digigit nyamuk Culex yang terinfeksi. Biasanya nyamuk ini lebih aktif ketika malam.

Nyamuk Culex ini banyak terdapat di area persawahan dan irigasi. Di Bali, kasus Japanese Encephalitis cukup tinggi disebabkan banyaknya sawah dan peternakan babi di area tersebut.

Penyakit Japanese Encephalitis biasanya meningkat di kala musim hujan.

Gejala penyakit Japanese Encephalitis

Awalnya penyakit ini hanya menimbulkan gejala ringan atau bahkan tidak ada gejala sama sekali. Gejala pertama muncul sekitar 5 – 15 hari setelah seseorang digigit nyamuk Culex yang terinfeksi.

Berikut ini gejala Japanese Encephalitis:

  1. demam tinggi
  2. menggigil
  3. sakit kepala
  4. mual
  5. lemas
  6. muntah
  7. kaku pada tengkuk, terutama pada pasien dewasa
  8. disorientasi
  9. koma (kesadaran menurun)
  10. kejang, terutama pada pasien anak-anak
  11. lumpuh

Gejala tersebut biasanya membaik setelah fase kritis terlewati. Namun, 20 – 30% pasien yang terserang Japanese Encephalitis mengalami gangguan saraf kognitif.

Karena sebagian besar gejala penyakit ini mirip dengan penyakit umum lainnya, Anda butuh berkonsultasi ke dokter dan melakukan pemeriksaan laboraturium.

Biasanya uji lab bukan hanya dengan mengambil sampel darah melainkan juga pemeriksaan cairan sumsum.

Baca juga : Ajak Anaknya Main Pesawat-pesawatan Ayah ini Tak Sadar Hal Berbahaya Akan Mengancam

Vaksin untuk mencegah Japanese Encephalitis

Hingga saat ini belum ada pengobatan yang secara khusus untuk menyembuhkan Japanese Encephalitis. Biasanya obat-obatan yang diberikan hanya untuk menyembuhkan gejala-gejala yang dialami pasien.

Pasien yang positif terserang virus Japanese Encephalitis diharuskan menjalani rawat inap agar dapat dilakukan observasi secara intensif.

Namun, jangan khawatir! Ada cara untuk mencegah penyakit mematikan ini yaitu dengan menghindari gigitan nyamuk. Anda bisa mengenakan anti nyamuk yang sesuai untuk kulit.

Kenakan pakaian yang menutupi tubuh ketika sedang berada di luar rumah. Gunakan kelambu saat tidur.

Hindari kegiatan malam hari terutama di area persawahan yang banyak terdapat nyamuk Culex.

Cara lain adalah dengan vaksin Japanese Encephalitis yang dapat diberikan sejak anak berusia 2 bulan hingga dewasa. Vaksin ini perlu diberikan 2 kali dengan jarak 28 hari.

Vaksin booster dapat diberikan pada orang dewasa (di atas 17 tahun) dengan jangka waktu minimal 1 tahun setelah dua dosis vaksin diberikan.

Semoga informasi ini bermanfaat.
SHARE ARTIKEL