Boleh Merias Tangan dengan Hena, Tapi Jangan Sampai Menimbulkan Fitnah dan Mengundang Syahwat

Penulis Penulis | Ditayangkan 12 Jan 2018

Boleh Merias Tangan dengan Hena, Tapi Jangan Sampai Menimbulkan Fitnah dan Mengundang Syahwat

Sekarang ini banyak wanita yang memakai hena, baik di kuku maupun tangannya. agar terlihat lebih cantik, tapi tahukah kamu muslimah hukum memakai hena di tempat umum?

Jangan sampai hanya karena terlihat ingin cantik malah menjadi fitnah dan menyebabkan dosa.

Henna atau Hena (حناء) adalah pewarna yang biasa digunakan untuk menghiasi tangan dan kaki wanita, yang dibuat dari bahan tumbuhan bernama “henna” (Lawsonia genus).

Di Indonesia dikenal dengan “pacar kuku”, dinamakan demikian sesuai dengan asalnya yaitu dari tumbuhan yang bernama “pacar kuku” (Lawsonia inermis).

Penjelasan hukum memakai hena untuk muslimah seperti yang dikutip dari konsultasisyariah.

Pertama, memakai pacar atau hena, termasuk perkara mubah. 

Karena tradisi semacam ini telah dikenal di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Diantara dalilnya,

Hadis dari A’isyah radhiyallahu ‘anha, beliau menceritakan,

Ada seorang wanita menjulurkan tangannya dibalik tabir, menyerahkan sebuah surat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menahan tangan beliau sendiri (tidak mengambil suratnya). Hingga wanita itu bertanya,

”Ya Rasulullah, aku ulurkan tanganku untuk menyerahkan surat, mengapa anda tidak mengambilnya.”

Lalu beliau mengatakan, ”Sungguh aku tidak tahu, apakah ini tangan wanita ataukah laki-laki.”

”Ini tangan wanita.” jawab orang itu.

Lalu beliau bersabda,

لَوْ كُنْتِ امْرَأَةً لَغَيَّرْتِ أَظْفَارَكِ بِالْحِنَّاءِ

”Jika kamu seorang wanita, seharusnya kamu ubah kukumu dengan hena.” (HR. Nasai 5089, Abu Daud 4166 dan dihasankan al-Albani)

Hadis berikutnya dari Ibn Dhamrah bin Said, dari neneknya, dari seorang wanita diantara mereka. Wanita ini pernah melakukan shalat di dua arah kiblat (masjidil aqsa dan masjidil haram) di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau menceritakan, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menemuiku, lelau beliau berpesan,

اخْتَضِبِي، تَتْرُكُ إِحْدَاكُنَّ الْخِضَابَ حَتَّى تَكُونَ يَدُهَا كَيَدِ الرَّجُلِ

Pakailah pacar, diantara kalian ada yang tidak memakai pacar sehingga tanganya seperti tangan laki-laki.

Sejak saat itu, wanita itu tidak pernah meninggalkan memakai pacar, hingga wafat’.

Hanya saja, hadis ini dinilai dhaif oleh Syuaib al-Arnauth.

Al-Mula Ali Qori mengatakan,

أي يريد النبي تغييرها بالحناء إما لكونه أفضل أو لكونه المعتاد المتعارف

Maksudnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkeinginan untuk mengubah tangannya dengan hena. Bisa jadi karena itu lebih afdhal, atau karena itu kebiasaan yang makruf (di kalangan wanita).

Kedua, hena atau pacar tangan, termasuk perhiasan yang bisa menarik perhatian lawan jenis. 

Karena itu, para wanita yang memakai hena atau pacar di tangan, hendaknya menutupinya dan tidak ditampakkan kepada lelaki yang bukan mahram. Berdasarkan kandungan makna firman Allah,

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ

Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan mereka harus menutupkan kain kudung kedadanya, danjanganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka … (QS. An-Nur: 31)

Makna ’janganlah menampakkan perhiasannya’ semua yang menarik perhatian lawan jenis, termasuk tangannya yang diberi hena. Karena itu, yang lebih tepat, hena digunakan untuk berhias diri di depan suami.

Sementara yang belum menikah, sebaiknya tidak menggunakan pacar, terlebih jika itu ditampakkan sehingga mengundang perhatian orang.

Ketiga, terdapat riwayat bahwa Umar bin Khatab melarang membuat pola ukiran pacar di tangan atau memakai hena hanya di kuku.

Dari Abul Ala’ bin Abdillah bin Syikhir bahwa ada seorang wanita yang pernah mendengar ceramah Umar,

يا معشر النساء إذا اختضبتن فإياكن النقش والتطريف ولتخضب إحداكن يديها إلى هذا وأشار إلى موضع السوار

Wahai para wanita, gunakanlah pacar, namun hindari pola ukiran dan pacaran hanya di ujung kuku. Hendaknya kalian memakai pacar di tangannya sampai sini. Kemudian beliau berisyarat sampai ke tempat gelang. (HR. Abdurrazaq dalam Mushannaf).

Namun, Ibnu Hajar menjelaskan bahwa atsar (riwayat sahabat) ini tidaklah menunjukkan larangan memakai pacar di ujung kuku. Berdasarkan hadis dari A’isyah di atas. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membolehkan wanita memakai hena di kuku.

Dan riwayat Umar dipahami sesuai konteks kejadian, bahwa ketika itu sedang ihram. Sehingga beliau menganjurkan agar wanita menutupi tangannya dengan hena. Jika hanya di ujung kuku atau pola ukiran, tidak bisa menutupi tangan.

Atau karena beliau khawatir, hena pola ukiran dan di ujung kuku akan menimbulkan fitnah, sementara ketika ihram para wanita tidak boleh memakai sarung tangan. (Talkhis al-Habir, 2/237).

Karena itu, sebatas ukiran dan memakai pacar di ujung kuku, tidak terlarang menurut sebagian ulama.

Keempat, apakah memakai hena menyebabkan wudhunya batal

Jawab, hena atau pacar yang meresap di balik kulit, tidak menutupi permukaan kulit, dan tidak menghalangi air untuk mengenai permukaan kulit. Hena semacam ini tidak menghalangi keabsahan wudhu.

Berbeda dengan cat, yang tidak bisa meresap ke dalam kulit, sehingga menutupi permukaan kulit. Ini bisa menghalangi air mengenai permukaan kulit.
SHARE ARTIKEL