Jeremy Teti: "Kita berpikir ke depan, suatu saat akan ada sewa rahim", Netizen Geram dan Beri Komentar Menohok

Penulis Penulis | Ditayangkan 25 Dec 2017
Jeremy Teti:
gambar diolah dari laman isavelivetv

"Menurut saya, perkawinan sesama jenis setuju-setuju aja, selama orangtuanya setuju, kenapa nggak, iya gak," kata presenter kondang ini membuka topik.

Sontak netizen langsung menanggapi pernyataan ini dengan menohok.

Beberapa hari lalu media sosial di hebohkan dengan tersebarnya video yang memperlihatkan cuplikan dari acara televisi tentang LGBT.

Dalam cuplikan tersebut terlilat seorang pria yang menjadi sorotan netizen karena argumennya.

Dikutip dari suara.com, TV One pada Senin (6/7/2015) lalu membuat ruang perdebatan melalui acara Debat. Turut mengundang artis Jeremy Teti perwakilan dari selebriti yang mendukung UU LGBT disahkan di Indonesia, cepat atau lambat.

"Menurut saya, perkawinan sesama jenis setuju-setuju aja, selama orangtuanya setuju, kenapa nggak iya gak," kata presenter kondang ini membuka topik.

Simak Videonya seperti yang dikutip dari laman facebook isavelivetv.



"Perangkat hukum yang kuat ya, kenapa nggak, yang menikah dia, yang dosa dia, urusan dia dengan Tuhannya," lanjutnya.

Ketika peserta diskusi menyinggung bahwa pernikahan LGBT tak akan bisa membuat keturunan, lelaki kemayu itu pun mengambil contoh dari pasangan LGBT di luar negeri.

"Siapa yang bilang sejenis tidak bisa punya keturunan, iya nggak. Kalau di luar bisa menyewa rahimnya, maaf ya, kalau di Indonesia mungkin nggak bisa," ujar Jeremy.

"Kita berpikir ke depan, suatu saat akan ada penyewaan rahim buat kaum gay untuk menghasilkan anak. kita berpikir visi ke 50 tahun ke depan.

"Kalau generasi vintage ini sudah lewat lah generasi mereka. mereka selalu berpikir hukum, hukum, dan hukum. kita berpikir ini masalah sosial, kita berpikir ke depan," tandas lelaki berusia 47 tahun itu

Sewa rahim menurut Hukum Islam

Jeremy Teti:

Dalam buku Fatwa-Fatwa Kontemporer Jilid 3, ulama besar Mesir Dr. Yusuf Qaradhawi antara lain menulis bahwa semua ahli fiqih tidak membolehkan penyewaan rahim dalam berbagai bentuknya (hal. 660). Menurutnya, para ahli fiqih dan para pakar dari bidang kedokteran telah mengeluarkan fatwa yang membolehkan suami-istri atau salah satunya untuk memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan demi membantu mereka mewujudkan kelahiran anak. Namun, mereka syaratkan spermanya harus milik sang suami dan sel telur milik sang istri, tidak ada pihak ketiga di antara mereka. Misalnya, dalam masalah bayi tabung (hal. 659). Demikian tulis Qaradhawi.

Selanjutnya, Qaradhawi menulis, jika sperma berasal dari laki-laki lain baik diketahui maupun tidak, maka ini diharamkan. Begitupula jika sel telur berasal dari wanita lain, atau sel telur milik sang istri, tapi rahimnya milik wanita lain, inipun tidak diperbolehkan. Ketidakbolehan ini, menurut Qaradhawi, dikarenakan cara ini akan menimbulkan sebuah pertanyaan membingungkan, “Siapakah sang ibu bayi tersebut, apakah si pemilik sel telur yang membawa karakteristik keturunan, ataukah yang menderita dan menanggung rasa sakit karena hamil dan melahirkan?” Padahal, ia hamil dan melahirkan bukan atas kemauannya sendiri. Demikian Qaradhawi menjelaskan.

Lebih jauh Qaradhawi menulis:

“Bahkan, jika wanita tersebut adalah istri lain dari suaminya sendiri, maka ini tidak diperbolehkan juga. Pasalnya, dengan cara ini, tidak diketahui siapakah sebenarnya dari kedua istri ini yang merupakan ibu dari bayi akan dilahirkan kelak. Juga, kepada siapakah nasab (keturunan) sang bayi akan disandarkan, pemilik sel telur atau si pemilik rahim?

Para ahli fiqih sendiri berbeda pendapat jika hal ini benar-benar terjadi. Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa ibu sang bayi tersebut adalah si pemilik sel telur, dan saya lebih condong kepada pendapat ini. Ada juga yang berpendapat bahwa ibunya adalah wanita yang mengandung dan melahirkannya. Makna lahiriah dari ayat Al-Qur’an, sejalan dengan pendapat ini, yaitu dalam firman Allah swt,

Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka.’
(al-Mujaadilah: 2)”

Demikian kami telah sajikan penjelasan berikut berbagai pendapat mengenai hukum sewa rahim, dan status anak yang dilahirkan dari sewa rahim. Dari berbagai macam pendapat yang kami sajikan tersebut dapat terlihat bahwa pada dasarnya mengenai praktik sewa rahim maupun status anak yang dilahirkan melalui sewa rahim, masih terdapat pro kontra. Pada akhirnya, jika terjadi sengketa sehubungan hal ini, Hakim di pengadilan lah yang akan memutuskan penyelesaiannya.
SHARE ARTIKEL