Demi Mengangkat Suaminya Sebagai Qawwam, Wanita ini Rela Tinggalkan Karir yang Lagi Melejit

Penulis Taufiq Firmansah | Ditayangkan 05 Dec 2017
Demi Mengangkat Suaminya Sebagai Qawwam, Wanita ini Rela Tinggalkan Karir yang Lagi Melejit

Luar biasa pilihan wanita ini....

Memilih meninggalkan karir dan berhijrah, dengan niatan ingin mengangkat suaminya yang sebagai qawwam, InsyaAllah keluarga akan dihindarkan dari api neraka.

Kisah ini dibagikan seorang wanita yang mempunyai teman, ia meninggalkan semua karirnya disaat sedang melejitnya.

Alasannya sangat mengagumkan, ia hanya ingin menjadi sebagaimana mestinya untuk keluarga dan suaminya. berikut ini pengalaman yang dibagikannya

Baca juga : "Yang penting nikahi aku dulu, urusan harta dan kesenangan bisa kita cari bersama"

Mengutip dari ruangmuslimah, tetiba pagi tadi teringat kisah seorang teman sekitar 5 atau 6 tahun lalu dengan gayanya yang cuek datang kerumah, setelah mengucap salam tanpa basa basi langsung berujar, “Nov aku mau resign kerja nih.”

“Alasannya apa, bukannya karirmu bagus banget?” (Ya.. saat itu atas izin Allah, sebagai lulusan salah satu perguruan tinggi negeri dengan predikat summa cum laude gak mengherankan jika karirnya cepat melesat).

“Justru itu aku takut sombong sama suamiku Nov..” katanya lagi.

“Ya jangan sombong dong”, jawab saya kala itu.

“Pasti sombonglah Nov, karir aku naik terus nih, otomatis gaji juga bakalan jauh diatas suami aku,” jawabnya. (asal tahu saja, suaminya juga punya posisi yang bagus ditempatnya bekerja).

“Lagian aku pengen hijrah, biar bisa taklim kaya ibu-ibu di komplek ini, susah banget ngaturnya kalau masih kerja, walau disempat-sempatin jadinya cuma sisa waktu aja,” sambungnya.

Singkat cerita, resign lah teman yang satu ini, buka usaha mulai dari bisnis kitchen set, jualan gamis, sampai bisnis ayam yang masih ada sampai saat ini, dengan penuh perjuangan jatuh bangunnya. Juga bagaimana hijrahnya bagaimana transformasi dari gaya hidup yang cukup dengan mobil gonta-ganti berkelas satu anak dua baby sitter hehe… sampai akhirnya memilih hidup bersahaja.

Point yang ingin saya sampaikan bukan dari segi suksesnya sekarang atau dulu dari segi finansial, tapi Masya Allah bagaimana usaha teman saya ini dengan mau mengangkat suaminya sebagai qawwam. Dengan cara memposisikan diri pada tempat semestinya.

Ya bukankah dalam Qur’an surat An Nisa ayat 34 yang berbunyi:

ٱلرِّجَالُ قَوَّٲمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعۡضَهُمۡ عَلَىٰ بَعۡضٍ۬ وَبِمَآ أَنفَقُواْ مِنۡ أَمۡوَٲلِهِمۡ‌ۚ فَٱلصَّـٰلِحَـٰتُ قَـٰنِتَـٰتٌ حَـٰفِظَـٰتٌ۬ لِّلۡغَيۡبِ بِمَا حَفِظَ ٱللَّهُ‌ۚ

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka [laki-laki] atas sebahagian yang lain [wanita], dan karena mereka [laki-laki] telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri.”

Qawwamun adalah jamak dari qawwam, yang semakna dengan kata qayyim. Artinya adalah pemimpin, pembesar, sebagai hakim dan pendidik, yang bertanggung jawab atas pengaturan sesuatu. Namun kata qawwam memiliki arti yang lebih dari qayyim. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir dan Al-Baghawi)

Ibnu ‘Abbas c dalam menjelaskan ayat ini mengatakan: “Qawwam artinya pemimpin, di mana wajib atas seorang istri taat kepadanya sebagaimana yang Allah  l perintahkan baginya untuk taat kepada suami, serta menaatinya dengan berbuat baik kepada keluarganya dan menjaga hartanya.” (Tafsir Ath-Thabari)

“Dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka”, meliputi seluruh jenis nafkah yang Allah l wajibkan atas kaum laki-laki untuk kaum perempuan di dalam Al-Kitab dan As-Sunnah. Baik berupa mahar pernikahan, berbagai macam nafkah dalam keluarga, dan beban-beban lainnya.

Baca juga : Cerita Haru Wanita ini, "Menikah itu Hanya Tentang Berjuang Bersama Orang yang Tepat"

Maknanya adalah wanita-wanita yang taat kepada suaminya, sebagaimana yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas c dan yang lainnya. (Tafsir Ibnu Katsir)

“Memelihara diri ketika suaminya tidak ada”, yaitu para wanita yang senantiasa memelihara suaminya, dengan cara memelihara kehormatan dirinya dan menjaga harta suaminya.

Dan tadi pagi Alhamdulillah sempat menemani teman saya ini untuk melihat dauroh Qur’an, disana dia membantu mengatur jadwal ustadz dalam berdakwah Al quran.

“Baru bangun nih masih jet lag baru pulang umroh,” (nggak ketinggalan sambil memberi oleh-oleh minyak wangi dan coklat.. Alhamdulillah). Gayanya gak berubah masih seperti dulu masih cuek masih banyak ngobrol ini itu, termasuk ngobrol gimana lika liku travel umroh (kegiatan terbarunya sekarang buka travel umroh dengan dua orang yang juga teman satu komplek dulu). Luar biasa Masya Allah.

“Jangan dibilang bisnis ya, aku sih niatnya hanya ingin memfasilitasi orang yang mau umroh aja. Sebagai salah satu ikhtiar aku ingin menerbangkan karyawan aku umroh. Makanya bisnis ayamku namanya AYAM TERBANK. Nah, karena belum terwujud menerbangkan karyawan umroh. Paling nggak ini dulu deh dijalani,” begitu obrolan mengalir dari bibir nya.

Masya Allah entah berapa tabungan pahala yang dia peroleh dari pengabdiannya. Semoga Allah memberikan keistiqomahan. Dan kebaikannya bisa menular. Aamiin ya Robb.

“Eh ngomong-ngomong alasan dulu resign apa sih? selain karena suami,” tanya saya.

“Pengen ngurus anak. Sama pengen pakai jilbab, dikantor dulu mana boleh sih pakai jilbab,” jawabnya dengan tenang.

Masya Allah dalam Islam pun tidak melarang seorang istri berpenghasilan asal syarat-syarat terpenuhi diantaranya:

Adakah kita ketika suami dan anak membutuhkan kita? bukankah beberapa istri Rasulullah pun mempunyai penghasilan sendiri? seperti Zaenab misalnya beliau memintal benang dan menyamak kulit dengan tangan beliau sendiri, lalu dari hasil dari usahanya itu beliau sedekahkan dijalan Allah, lalu ada Hafsoh yang membuat parfum sendiri yang semuanya itu beliau para ummahatul mukminin melakukan usahanya di dalam rumah mereka masing-masing, sehingga kapanpun Rasullullah membutuhkan istrinya mereka selalu siap berada di rumahnya.

Baca juga :

Dan yang paling menarik untuk diteladani adalah bagaimana ibunda Khadijah yang kala itu merupakan pengusaha besar, namun setelah beliau menikah dengan nabi Muhammad yang kala itu belum diankgkat menjadi nabi, ibunda Khadijah memberikan seluruh usahanya untuk dikelola oleh sang suami, dan hal itu dilakukan dalam rangka penghormatan beliau kepada Rasulullah sebagai qawwam dirumah tangga beliau.

Adakah kita mampu memetik teladan dari para ummahatul mukminin sebagai satu-satunya teladan kita.
Di dalam Al-Quran surat At Thahrim, Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِيكُمۡ نَارً۬ا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلۡحِجَارَةُ عَلَيۡہَا مَلَـٰٓٮِٕكَةٌ غِلَاظٌ۬ شِدَادٌ۬ لَّا يَعۡصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمۡ وَيَفۡعَلُونَ مَا يُؤۡمَرُونَ (٦)

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan,” (6)

Ya, karena tugas memelihara keluarga dari api neraka selain merupakan tugas utama kepala keluarga, kita pun sebagai istri mempunyai tugas dalam menyelamatkan diri dan keluarga kita dari api neraka. Wallahua’lam bishowab.
SHARE ARTIKEL