Seret Peti Mati Sambil Jalan Kaki dari Jakarta Ke Jateng, 2 Pemuda ini Ingin Menunjukkan Hal ini
Penulis Taufiq Firmansah | Ditayangkan 22 Sep 2017
SELALU INGAT PADA KEMATIAN....
2 pemuda ini berjalan kaki dari Jakarta menuju Jawa Tengah...
Keringat terus bercucuran di kening dua pemuda saat jalan kaki manapaki jalur Pantura Indramayu. Wajar saja karena matahari saat itu tepat sejajar di atas kepala mereka. Apalagi Pantura gersang dan berdekatan dengan laut. Sebuah topi menjadi teman setia mereka dalam menjalani petualangan.
Namun ada yang mengganjal saat melihat kedua pemuda itu berjalan di sisi Pantura. Mungkin saja bagi sebagian orang terkesan menyeramkan. Betapa tidak, sebuah peti kayu coklat seukuran orang dewasa ikut ditarik bersama mereka. Sontak siapa pun yang melintas pasti akan bertanya-tanya. Jika ditelisik lebih dekat barang yang ditarik kedua pemuda itu mirip dengan peti mati.
Baca juga : Cara Tepat Memilih Camilan yang Sehat Agar Gigi Pada Balita Tidak Rusak
Namun tenang saja, peti mati tersebut tidak benar-benar membawa jenazah di dalamnya. Melainkan berisi perbekalan mereka selama perjalanan seperti baju dan peralatan pendukung lainnya. Sekilas peti itu hanya replika saja.
Peti tersebut telah ditarik dengan berjalan kaki sejak Jumat (1/9/2017) kemarin. Peti tersebut ditarik mulai dari Jakarta dengan tujuan ke Kota Surabaya. Benar mereka hendak berjalan kaki dengan menarik peti itu ke Surabaya.
Ternyata mereka sedang melakukan pertunjukan pentas seni naskah “Migrasi Peti Mati” secara unik.
Keduanya ialah aktor Teater Jakarta. Masing-masing bernama Roy Julian dan Slamet Riyadi,
Pada Selasa (19/9/2017), mereka akhirnya tiba di objek wisata religi Pangeran Purbaya Surajaya (Wippas) Pemalang.
“Itu adalah rangkaian kegiatan yang diselenggarakan kantor Teater Jakarta, Teater Tanam Pemalang, Teater Asada Pemalang, Mangler Banyumili, Pemalang Tandang, dan Abdi Dalem. Total peserta 60 orang anggota teater di wilayah Pemalang,” kata Jeki dari Teater Tanam Pemalang sekaligus penanggung jawab aksi Roy dan Slamet.
Baca juga : Berpengaruh Buruk Pada Anak, Kebisaan Sepele ini Sering Dilakukan Orang tua Tanpa Disadari
Sedangkan salah satu aktor, Roy, mengatakan bahwa pada awalnya dia dengan Slamet harus melanjutkan perjalanan ke Kota Surabaya, Jawa Timur. Pasalnya, puncak pertunjukan itu akan diselenggarakan pada tanggal 23 September 2017 di Universitas Negeri Surabaya (UNESA).
Pemuncak pementasan yang terbilang avant garde tersebut ditandai oleh pementasan naskah berjudul “Fermentasi Hujan dalam Sepatu.‘
“Kesemua pementasan itu menceritakan perjalanan hidup manusia. Tapi, karena sisa waktu perjalanan ke Surabaya tak memadai, kami menghubungi rekan di Teater Tanam Pemalang untuk memfasilitasi kegiatan ini di Wippas Surajaya Pemalang,” jelas Roy.

Aksi jalan kaki tersebut tak semata-mata dilakoni tanpa tujuan. Mereka ingin menyebarkan suatu pesan yang mungkin kadangkala diabaikan oleh masyarakat. Bukan urusan dunia melainkan akhirat. Roy Julian (40) dan Slamet Riyadi (38) ingin mengingatkan manusia akan kematian.
Kematian pasti akan menghampiri setiap jiwa yang bernyawa. Tak peduli tua ataupun muda. Namun terkadang, manusia lupa akan hal tersebut. Mereka kebanyakan terlena akan dunia yang fana ini. "Kapan kita akan mati, itu adalah rahasia Tuhan. Oleh karenanya, manfaatkan masa hidup ini untuk memperbanyak ibadah," ujar Roy yang merupakan seniman Kantor Teater Jakarta, belum lama ini.
Lewat peti yang dibawanya, dia ingin memberi pesan tersebut kepada khalayak ramai. Dengan harapan, setiap mata yang melirik akan mengingat kematian.
Baca juga : Tak Ada Bantuan Sepeserpun, Keadaan Rumah Ibu ini Sangat Memprihatinkan, Bahkan Lurahnya pun Tak Menggubris
Rekan Roy, Slamet mengatakan, semula aksi jalan kaki itu dilakukan oleh tiga orang. Namun sayangnya, seorang rekannya tidak kuat meneruskan perjalanan dan memilih untuk pulang ke Bekasi. "Kami berangkat dari Jakarta tanggal 1 September kemarin. Tanggal 23 September nanti harus sampai Surabaya," ujar dia.
Ia menyatakan, pentas teaterikal tersebut dibuat untuk mengajak masyarakat agar selalu mengingat kematian dan bisa memaknai arti hidup.
Minta doa
Oleh kedua seniman itu, setiap inci perjalanan yang dilalui akan diresapi dan dihayati. Pengalaman, perasaan selama di jalan akan dituangkan saat pementasan teater di Surabaya nanti. Mereka ingin dalam melakoni teater dapat menghayati dengan penuh penjiwaan. Rencananya teater akan diselenggarakan di Universitas Negeri Surabaya pada 23 September mendatang. Teater tersebut mengambil judul "fermentasi hujan dalam sepatu".Roy mengatakan, dirinya akan terus berjalan hingga ke Surabaya. Dia menyadari, manusia hanya bisa berencana dan kehendak adalah mutlak milik Tuhan. "Kami juga tidak terlalu yakin bisa sampai dengan selamat di Surabaya karena kematian bisa datang kapan saja," kata dia.
Lewat sebait doa, harapan itu ia lantunkan. Agar pada saat pementasan nanti mereka dapat maksimal dalam menjalankan peran masing-masing. "Doakan kami agar semua lancar dan kami selamat sampai tujuan," tutur dia.