Aku, Ibumu Si Buruh Cuci yang Tak Ingin Kelak Kau Jadi Seperti Ini Wahai Anakku

Penulis Unknown | Ditayangkan 09 May 2017

Aku, Ibumu Si Buruh Cuci yang Tak Ingin Kelak Kau Jadi Seperti Ini Wahai Anakku

Seberapa seringkah kita menangis untuk kedua orang tua kita? Terlebih lagi seorang ibu. Sudah menjadi rahasia umum jikalau ibu yang telah dikirimkan oleh Allah SWT untuk menjaga kita sedari kecil, pasti menginginkan hal yang terbaik untuk buah hatinya. Seperti pepatah mengatakan, "kedua orang tua akan mampu mengangkat anaknya tinggi-tinggi, meskipun mereka bisa saja tenggelam di dalamnya, meskipun mereka tak tahu apakah anak mereka akan menarik mereka ke atas, atau malah membiarkan mereka".

Sungguh mulianya hati kedua orang tua yang tak pernah berharap balasan apapun dari buah hatinya. Seperti sebuah kisah inspiratif berikut ini, yang mana pengorbanan orang tua, terlebih lagi ibu, tak akan pernah berakhir. Meskipun dalam keterbatasan, bahkan sampai dunia memusuhinya, ia akan tetap berjuang untuk menyelamatkan anaknya.

Artikel pilihan : Saat Allah Menjauh Karena Dirimu Masih Seperti Ini, Tak Malukah?

Ya, menyelamatkan anaknya untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi, jauh dari apa yang bisa kedua orang tuanya bisa lakukan.

Yuniati (49), warga Ketandan Kulon, Kecamatan Imogiri, Bantul, DI Yogyakarta, pantang menyerah ketika kesulitan biaya menyekolahkan kedua anaknya. Hasilnya, buruh cuci itu mampu menyekolahkan anaknya hingga lulus jenjang S3.

Prinsip hidup Yuni adalah jangan sampai dua anaknya, Satya Chandra Wibawa Sakti (29) dan Oktaviana Ratna Cahyani (27), menjadi buruh cuci seperti dirinya. Itu makanya ia menjadikan Sakti, anak pertamanya menjadi contoh.

Sakti ia sekolahkan ke Jepang dan baru saja menyelesaikan S3 di Universitas Hokkaido, Jepang. “Pokoknya, prinsip saya sederhana, jangan sampai anak saya seperti saya,” ujarnya, Kamis (10/9/2015) Laman Okezone.

Pada 1985, Yuni menikah dengan Pepdi Nuryanto. Namun suaminya itu berhenti bekerja karena sesuatu hal. Yuni pun mulai bekerja serabutan, mencuci pakaian di kawasan Bintaran, Yogyakarta.

Waktu itu, Sakti masih kecil. “Waktu itu hasilnya hanya cukup untuk makan,”ucapnya.

Seiring berjalannya waktu, anaknya beranjak dewasa. Kemudian anak keduanya lahir. Ia tetap bertekad menyekolahkan kedua buah hatinya.

Saya kerja menyuci (pakaian) satu keluarga, komplit dibayar Rp10 ribu. Total ya, Rp250 ribu per bulan. Saya juga kerja di percetakan, Rp300 ribu per bulan. Total saya mendapatkan Rp600 ribu, harus menyekolahkan kedua anak,” katanya.

Hal itu ia terus lakukan. Pada 2004, Sakti masuk ke Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) jurusan Kimia. Beruntung, saat itu Sakti mendapat beasiswa. Namun Yuni tetap harus mengeluarkan biaya cukup besar.

Saat awal kuliah, dirinya harus membayar Rp4 juta untuk biaya kuliah Saksi. Yulianti pun memberanikan diri bertemu Bupati Bantul, kala itu Idham Samawi, untuk meminta bantuan. Hasilnya, ia mendapat biaya separuh untuk membayar Rp4 juta tersebut.

Itu ternyata tak cukup, sebab masih ada biaya lain selama Sakti kuliah. “Dengan penghasilan pas-pasan, harus menyekolahkan anak kuliah. Saya harus dakon atau utang sana tutup sini,” ujarnya.

Meski ekonomi seret, Sakti tetap ingin melanjutkan kuliah S2 di UGM. Untungnya ia dapat beasiswa lagi. Setelah lulus S2, ia melanjutkan ke jenjang S3 di Universitas Hokkaido jurusan Kimia.

Untungnya dapat beasiswa sampai lulus. Jadi saya cuma kasih uang jajan. Biar cuma Rp5.000 sehari,” tambahnya.

Aku, Ibumu Si Buruh Cuci yang Tak Ingin Kelak Kau Jadi Seperti Ini Wahai Anakku

Artikel pilihan : Jangan Membuatku Baper Wahai Engkau Lelaki, Cukup Jangan Lampaui Batasanmu Untukku

Selain itu, anak keduanya juga menempuh kuliah di Akademi Keperawatan Bethesda Yogyakarta. Itu juga ternyata memerlukan biaya yang cukup besar.

Yuniati pun mengaku masih memiliki banyak hutang karena menyekolahkan anaknya. Namun itu tidak dijadikannya beban. Baginya, yang terpenting anak-anak punya masa depan yang cerah. “Kalau dipikir saya malah stres. Jadi saya jalani saja,” ucapnya.

Saat ini Yuni bersyukur anak-anaknya sudah bisa mandiri. Sakti sudah selesai S3, namun masih di Jepang. Oktavia sudah menjadi perawat, bahkan sudah menikah.

Kalau prinsip saya, anak-anak mau membantu saya (sekarang) alhamdulilah. Kalau tidak, itu memang sudah tugas saya,” ucapnya.

MasyaAllah, sungguhlah Allah sangat berbaik hati kepada mereka yang ingin berusaha dan mengusahakan yang terbaik untuk orang yang mereka sayangi. Untuk itu, sudahkah engkau memeluk dan mencium kedua orang tuamu hari ini? Terlebih lagi ibumu. Peluk erat mereka dan cium kening mereka dengan perasaan tulus, dan menangislah untuk rasa terima kasih kepada mereka, serta katakan bahwa dirimu menyayangi mereka semua.
SHARE ARTIKEL