Mengonsumsi Produk Berlabel Halal Saja tidak Cukup, Terus?

Penulis Cang Karna | Ditayangkan 25 Apr 2017
Mengonsumsi Produk Berlabel Halal Saja tidak Cukup, Terus?

Sangat Penting bagi kaum Muslimin untuk memilih makanan halal yang akan dikonsumsi. Sebab, makanan yang dikonsumsi akan menjadi darah dan daging yang sangat berpengaruh pada kepribadian dan keberkahan hidup.

Makanan berlabel halal memang banyak ditemukan di tanah air. Tapi, tidak cukup dengan halal saja. Makanan yang akan dikonsumsi juga harus baik bagi tubuh "Halalan Thoyyiban". Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala di dalam Al Qur’an,

“dan makanlah makanan yang halal lagi baik (thayyib) dari apa yang telah dirizkikan kepadamu dan bertaqwalah kepada Allah dan kamu beriman kepada-Nya” (QS. Al Maidah : 88)  

Perintah ini juga ditegaskan dalam ayat yang lain,

“Wahai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan; karena sesungguhnya syetan itu adalah musuh yang nyata bagimu” (QS. Al Baqarah : 168)

Halal yang harus diperhatikan pun bukan sekedar halal makanannya, akan tetapi penting diperhatikan sumber yang didapat untuk memperoleh makanan tersebut, apakah dengan cara yang baik (halal) atau dengan cara yang bathil (haram).

Jika sumbernya haram seperti korupsi, mencuri, merampok,  maka makanan yang dimakan pun meski sebetulnya halal, tetap haram. Hal itu akan membuat si pemakannya disiksa di api neraka. Rasulullah Shalallohu 'Alaihi Wasallam berkata,

"Tiap tubuh yang tumbuh dari (makanan) yang haram maka api neraka lebih utama membakarnya," (HR. Ath-Thabrani)

Tak berhenti sampai di situ, upaya dalam memastikan kehalalan suatu produk perlu juga diperhatikan antara lain alat yang digunakan, serta cara pengolahannya, harus dipastikan tidak memiliki unsur-unsur atau zat yang dapat membuat makanan yang tadinya halal menjadi haram. Sebagai contoh, roti yang berasal dari tepung terigu, telur dan sebagainya yang asalnya halal, akan tetapi diolah dengan menambahkan minyak babi atau zat haram lainnya, sudah barang tentu roti olahan tersebut haram hukumnya.

Di Negara kita, Majelis Ulama Indonesia (MUI) memiliki wewenang menentukan halal tidaknya makanan yang diproduksi oleh pabrik maupun home Industry. Pasalnya, sebelum menentukan kehalalan suatu produk, MUI terlebih dahulu memeriksa mulai dari komposisi makanan, cara pembuatan serta alat-alat yang digunakan. Setelah dilakukan uji kelayakan dan dipastikan kehalalannya dari hulu ke hilir inilah produk-produk tersebut baru benar-benar bisa dinyatakan halal. Setelah itu barulah produsen berhak mendapatkan sertifikat dari MUI serta wajib dicantumkan label halal berlogo MUI sebagai pembuktian bahwa produk tersebut halal.

Dewasa ini banyak ditemukan produk-produk makanan, obat-obatan juga kosmetik yang memiliki label halal dengan "tulisan Arab" saja. Klaim halal semacam itu belum dapat dijadikan patokan bahwa produk tersebut benar-benar halal. Sebab halalnya suatu produk mestinya memiliki sertifikat dari MUI, karena 'halal' saja belum tentu terjamin kehalalannya.

Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Tangsel, Abdul Razaq, mengimbau masyarakat agar teliti ketika hendak membeli. Bagi yang ragu-ragu apakah makanan yang dikonsumsi tersebut berlabel halal atau tidak, lebih baik ditinggalkan saja seperti dikutip. Dikutip dari ROL, MUI juga menyarankan agar terus berhati-hati atas produk makan yang tidak berlabel halal MUI. Karena kehalalan makanan akan menentukan pribadi dan kehidupan kita.
SHARE ARTIKEL