Kisah Teladan Para Sahabat, Indahnya Mendahulukan Kepentingan Orang Lain

Penulis Cang Karna | Ditayangkan 20 Apr 2017

Kisah Teladan Para Sahabat, Indahnya Mendahulukan Kepentingan Orang Lain

Alkisah, seorang sahabat menerima hantaran sepotong kepala kambing.  Namun ia pikir ada yang lebih membutuhkan dari pada dirinya. Maka berpindahlah kepala kambing itu ke tetangga sebelahnya. Dan tetangga sebelahnya memiliki pemikiran yang sama.

Ia kemudian mengantarkan kepala kambing itu kepada tetangganya yang lebih membutuhkan. Demikian seterusnya sampai kepala kambing itu akhirnya kembali kepada si pengantar pertama seteah berputar pada tujuh orang. Luar biasa bukan ukuwah Islamiyah di antara para sahabat itu?

Urusan mendahulukan kepentingan orang lain mungkin terdengar sederhana. Namun pada kenyataannya hal itu sangat sulit untuk dilaksanakan. Bahkan dalam hal sederhana semacam menunggu antrian.  Apalagi jika antriannya tidak memakai nomer antrian.

Saling serobot masih saja terjadi. Sehingga hal sepele semacam itu bisa membuat suasana menjadi tidak mengenakkan dan membuat jadwal menjadi berantakan.

Betapa indahnya kalau setiap orang menghormati hak orang lain. Mempersilahkan orang lain untuk menggunakan haknya. Sekali pun itu milik pribadi kita sendiri. Misalnya saja kita memiliki uang yang berlebih.

Daripada untuk membeli barang-barang yang hanya kita inginkan,  lebih baik kita perhatikan kebutuhan orang lain yang lebih penting dan mendesak.

BACA JUGA : Meneladani Akhlak Rasulullah, Orangtua Sebaiknya Jangan Mengatakan Ini Pada Anak

Dalam hal ini Islam sudah memberikan contoh indahnya. Sahabat, tentunya ingat dengan pasangan Ali dan Fatimah. Ingat, ketika Fatimah hendak menikah, Rasulullah membelikannya sebuah gaun baru yang indah.

Tapi apa yang terjadi ketika seorang pengemis mengetuk pintu rumahnya dan meminta sedekah? Fatimah memberikan baju baru yang belum sempat dipakai di hari bahagianya itu.

Selain itu masih ada lagi kisah lain dari keluarga Ali dan Fatimah. Suatu hari Ali pergi ke pasar untuk menjual barang milik Fatimah. Namun sang suami hanya pulang dengan tangan hampa, karena uang hasil penjualan barang habis dibagikan kepada para pengemis.

Padahal di rumah Fatimah menanti dengan penuh harapan. Karena ketika itu di rumah persediaan makanan sudah habis. Tahukah Sahabat, apa komentar dari wanita penghulu surga itu?

“Alhamdulillah,” katanya.

Bisakah kita meniru mereka wahai sahabat? Semoga saja.

SHARE ARTIKEL