Dia Memintaku untuk Menikah Sementara Dengannya, Apakah Boleh?

Penulis Unknown | Ditayangkan 07 Mar 2017

Dia Memintaku untuk Menikah Sementara Dengannya, Apakah Boleh?

Hari ini aku memikirkan hal itu kembali, dimana aku yang telah beranjak dewasa ini telah mempunyai seorang kekasih yang ingin memintaku dalam halal-Nya. Sungguhlah setiap wanita ingin sekali jika pasangannya mengucapkan hal tersebut untuk meminta restu saling memiliki. Akan tetapi mengapa hatiku gundah?

Baca juga : Sesungguhnya Syetan Itu Pandai Menelanjangimu, Wahai Ukhti Berhati-hatilah!

Iya, hatiku gundah, karena ia yang ternyata ingin mempersuntingku, namun hanya untuk sementara. Aku pun berpikir cukup jauh dengan hal ini, mengapa hanya untuk sementara? Bukankah sebuah pernikahan harusnya dilandasi dengan perasaan ingin bersama selamanya?

Jika aku ditanya, bisa saja aku berkata iya. Mungkin karena ia masih ingin lebih berusaha lagi kedepannya hingga nantinya ia tak kawatir kalau kalau aku atau dirinya ingin mengakhiri pernikahan tersebut. Aku bisa saja menyetujuinya. Namun aku mengingat pandangan Islam tentang pernikahan sementara tersebut. Dan inilah yang membuatku gundah dengannya.

Sesungguhnya Syeikh Muhammad Sholeh al Munajjid berpendapat bahwa, tidak ada dalam istilah syari’at Islam apa yang disebut dengan “zawaj muaqqat” (pernikahan sementara).

Maka barang siapa yang melakukan itu maka dia akan terkena had (hukuman) zina. Sebagaimana yang dikatakan oleh Umar bin Khottob –radhiyallahu ‘anhu-: “Tidak satu pun dari mereka yang mendatangiku kecuali saya akan mencambuknya dengan hukuman had.

Dia Memintaku untuk Menikah Sementara Dengannya, Apakah Boleh?

Baca juga : Karena Tuhan Tak Akan Memberikan Apa yang Kamu Inginkan, Ikhlaskanlah

Namun sebagian ahli bid’ah dari orang-orang sesat mereka masih saja berpendapat sahnya nikah mut’ah yang termasuk bagian dari pernikahan sementara. Padahal di dalam Islam bentuk pernikahan tersebut sudah dihapus. Maka menjadi kewajiban untuk berhati-hati terhadap mereka, dan janganlah mengikuti perasaan hingga akan menghalangi untuk mengikuti kebenaran.

Jadi hati-hati dalam menentukan hukum sebuah perilaku, sejatinya ditanyakan kepada para ulama yang paham akan hukum tersebut.
SHARE ARTIKEL