Diterima atau Tidaknya Shalat memang Hak Allah. Kalau Rajin Shalat, Tapi Nggak Pakai Hijab??
Penulis Dzikir Pikir | Ditayangkan 22 Mar 2017Foto hanya ilustrasi
Manusia hanya bisa berusaha, itu pasti. Dan setiap usaha kita saja belum tentu berhasil. Namun tetap yakin saja bila sudah melakukan yang terbaik. Ada pertanyaan ini, fakta sehari-hari.
Assalamu’alaikum warahmatullahi Wabaraktuh,
Ustadz, saya punya adik perempuan yang susah sekali diajak memakai pakaian muslimah, memakai jilbab. Tapi ia tetap menjaga shalat dan perbuatan baik lainnya. Bagaimana ustadz apa shalat dan ibadah lainnya dapat menutupi dosa tidak memakai jilbab?
Syukran
ILHAM WAHYUDI
Wa’alikumsalam warahmatullahi Wabaraktuh,
Berikut jawaban yang kami kutip dari konsultasisyariah,
Untuk menjawab pertanyaan antum, ada beberapa hal yang perlu saya sampaikan.
Pertama, kewajiban jilbab bagi wanita muslimah merupakan bagian dari al-ma’lum min ad-din bidh-dharurah, suatu yang tidak dipertentangkan lagi kewajibannya. Sama halnya dengan shalat, puasa, haji, dll. Karena ia didukung dengan dalil kuat dan qath’i, baik dari al-Qur’an dan as-Sunnah, serta telah menjadi ijma’ ulama akan kewajibannya.
Di antaranya seperti ditegaskan dengan firman Allah swt, “Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min:”Hendaklah mereka menjulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka“. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (QS. Al-Ahzab: 59). Ihwal jilbab syar’i juga dijelaskan oleh Rasulullah saw, “Wahai Asma, jika wanita sudah mendapatkan haid (dewasa) yang boleh terlihat darinya hanya ini dan ini (beliau menunjukkan wajah dan telapak tangannya).” (HR. Abu Daud).
Para ulama menggarisbawahi bahwa jilbab syar’i memliki ketentuan tidak menampakan bagian tubuh (kecuali wajah dan telapak tangan), tidak transparan, dan tidak ketat (menampakan lekuk tubuh). Karena itu aneh bila masih ada yang dikenal ulama tapi dengan mudah menyatakan jilbab adalah produk budaya Arab dan tidak wajib.
Baca Juga: Kamu Kira Berkerudung sudah Menutupi Aurat, Apa Tidak Sadar dengan yang Kau Pamerkan
Kedua, kewajiban-kewajiban yang Allah dan Rasul-Nya tetapkan tidak berkonotasi saling menggantikan satu sama lainnya. Orang rajin menunaikan shalat tidak bermakna melegitisi untuk tidak puasa, atau nilai pahala shalatnya dapat menutupi dosa tidak puasa. Karena itu, wanita yang rajin melakukan shalat tapi tidak memakai jilbab, nilai shalatnya tidak dapat menghapus dosa tidak memakai jilbab. Dalam artian, ia tetap berdosa karena belum mau mengikuti syariat memakai jilbab.
Kalau saya gambarkan, layaknya mahasiswa mengambil beberapa mata kuliah di kampus, 8 mata kuliah misalnya, dan ia hanya aktif pada 5 mata kuliah, maka sisanya tetap dinyatakan tidak lulus, dan tidak bisa ditutupi dengan 5 mata kuliah yang telah ia ambil. Oleh karena itu, jika ingin lulus sebagai hamba Allah sejati, berusahala untuk luluskan seluruh kewajiban yang Allah absensikan untuk kita.
Ketiga, adapun menganai apakah shalatnya diterima oleh Allah swt, maka tentu diterima atau tidaknya kembali kepada-Nya. Mutlak hak prerogatif Allah swt. Namun patut dicermati, layaknya logika mata kuliah di kampus di atas, yakinlah dosen atau pihak kampus menjadi murka kepada mahasiswa karena ada beberapa mata kuliah yang diremehkan, tidak dipedulikan.
Karena itu, teruslah dengan lembut dan penuh kebijaksanaan ajak saudari Anda mengenakan jilbab syari’i. semoga Allah swt menganugerahkan hidayah dan taufik-Nya untuk kita semua.
Wallahu’alam. []