Benarkah Bila Suami MARAH, AMAL Istri Tidak Diterima?

Penulis Dzikir Pikir | Ditayangkan 27 Jun 2016
Benarkah Bila Suami MARAH, AMAL Istri Tidak Diterima?
Benarkah bila suami marah, amal istri tidak diterima?
Rasulullah SAW bersabda : “Aku melihat ke dalam Surga maka aku melihat kebanyakan penduduknya adalah fuqara (orang-orang fakir) dan aku melihat ke dalam neraka maka aku menyaksikan kebanyakan penduduknya adalah wanita.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas dan Imran serta selain keduanya)”

Dalam hadist lain beliau bersabda : “Mereka (wanita) kufur terhadap suami-suami mereka, kufur terhadap kebaikan-kebaikannya. Kalaulah engkau (suami) berbuat baik kepada salah seorang di antara mereka selama waktu yang panjang kemudian dia melihat sesuatu pada dirimu (yang tidak dia sukai) niscaya dia akan berkata : ‘Aku tidak pernah melihat sedikitpun kebaikan pada dirimu.”

Astagfirullah apakah penjelasan atas hadist diatas, bisa berarti bahwa bila seorang istri membuat suaminya marah maka shalat dan amal ibadah lainnya tidak diterima Allah ?

Dikutip dari rumaysho, memang ada beberapa hadits yang  menyebutkan tentang hal ini diantaranya adalah riwayat dari Abu Umamah radhiallahu‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ثَلاَثَةٌ لاَ تُجَاوِزُ صَلاَتُهُمْ آذَانَهُمْ: الْعَبْدُ الْآبِقُ حَتىَّ يَرْجِعَ وَامْرَأَةٌ بَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَلَيْهَا سَاخِطٌ، وَإِمَامُ قَوْمٍ وَهُمْ لَهُ كَارِهُوْنَ

“Ada tiga golongan yang shalat mereka tidak melewati telinga-telinga mereka, yaitu budak yang melarikan diri dari tuannya sampai ia kembali kepada tuannya, istri yang melewati malam hari sementara suaminya marah kepadanya, dan seseorang yang mengimami suatu kaum sementara mereka benci kepadanya.” (Hadit Hasan riwayat al Imam Tirmidzi)

Penjelasan Hadits :

Hadis diatas menjadi dalil bagi para istri atas besarnya kewajiban ta’at kepada suami mereka, dan satu perilaku yang membuat suami marah bukanlah perkara kecil tapi sesuatu yang berbahaya dan mengancam agamanya.  Sehingga ulama mengatakan asas perlakuan seorang istri kepada suaminya adalah Tholabu Ar-Ridha (mencari kerelaan/keridhaan) suami, selama suami tidak memerintahkan berbuat maksiat. Sebagaimana ini diisyaratkan dalam hadits –hadits diantaranya :

فَانْظُرِيْ أَيْنَ أَنْتِ مِنْهُ، فَإنَّمَا هُوَ جَنَّتُكِ وَنارُكِ

“Lihatlah di mana keberadaanmu dalam pergaulanmu dengan suamimu, karena dia adalah surga dan nerakamu.” (HR. Thabrani)

إِذَا صَلَّتْ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ

"Apabila seorang istri melaksanakan shalat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan ta'at kepada suaminya, niscaya akan dikatakan kepadanya; 'Masuklah kamu ke dalam syurga dari pintu mana saja yang kamu inginkan.” (HR. Ahmad)

أَيُّمَا امْرَأَةٍ مَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَنْهَا رَاضٍ دَخَلَتْ الْجَنَّةَ

"Wanita manapun yang meninggal dan suaminya dalam keadaan ridha (kepadanya), niscaya dia masuk surga.” (HR. Tirmidzi)

Baca Juga : Kisah Gadis Yang Memesan Kamar di Neraka Jahanam, Naudzubillah Min Dzalik

Makna marah suami

Ketika para ulama memberikan penjelasan tentang makna imam yang dibenci jama’ahnya, mereka mengatakan bahwa benci yang dimaksud adalah benci yang dibenarkan syariat, semisal imamnya adalah orang yang fasik, atau sebenarnya tidak layak jadi imam. Imam Al-Munawi mengatakan, “Imam ini shalatnya batal karena dia tercela secara syariat, misalnya karena kefasikan atau perbuatan bid’ah yang dia lakukan, atau terlalu menggampangkan masalah najis, atau meninggalkan salah satu rukun dan wajib shalat…”

Akan tetapi jika ada seorang imam shalat yang baik akhlaqnya, bagus pemahamannya, menjalankan kewajiban sebagai imam sebagaimana mestinya, namun masih ada sebagian orang yang tidak menyukainya karena alasan yang tidak dibenarkan, misalnya karena perbedaan pendapat, maka ketidak-sukaan ini tidak berarti apa-apa. Sebagaimana keterangan Ibnu Qudamah, “Jika imam agamanya bagus, mengikuti sunah, kemudian ada jamaah yang tidak suka karena prinsip agamanya itu maka dia tidak dimakruhkan untuk menjadi imam.”

Nah hal yang sama juga bisa kita tarik dalam memaknai marahnya suami kepada istri yang disebutkan dalam hadits. Kemarahan yang dimaksud adalah kemarahan dalam perkara yang dibenarkan dan dalam batasan syar’i. Semisal adanya pelanggaran agama yang dilakukan seorang istri, yang berulang kali diingatkan tapi tetap membandel kemudian suaminya marah, kemarahan itu tidaklah sama dengan nilai kemarahan orang lain pada umumnya, tapi memiliki kekhususan sebagaimana yang disebutkan dalam hadits diatas.

Jadi, hadits diatas sama sekali tidak bisa dijadikan dasar legal bagi para suami untuk marah-marah dan menjadi pembenaran atas kemarahannya.

Wallahu a’lam.
SHARE ARTIKEL