Ilustrasi mahar logam mulia. |
Mahar pernikahan seratus persen menjadi hak istri. Siapa pun tidak memiliki hak terhadap mahar tersebut. Suami, orang tua, apalagi mertua, sama sekali tidak memiliki wewenang terhadap mahar tersebut.
Allah Ta’ala berfirman,
وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا
“Berikanlah mahar kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh dengan kerelaan. Namun jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari mahar itu dengan kerelaan, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.” (QS. An Nisa’: 4)
Baca Juga : Hukum Mengeraskan Dzikir Setelah Shalat, Disertai Hadist dan Penjelasanya!
Ayat ini dijadikan dalil oleh para ulama bahwa mahar dalam pernikahan sepenuhnya menjadi hak mempelai wanita. Siapa pun orangnya, termasuk orang tua sang istri, tidak memiliki hak sedikit pun untuk mengambil maharnya.
Ibnu Hazm mengatakan, “Tidak halal bagi ayah seorang gadis, baik masih kecil maupun sudah besar, juga ayah seorang janda dan anggota keluarga lainnya, menggunakan sedikit pun dari mahar putri atau keluarganya. Dan tidak seorang pun yang kami sebutkan di atas, berhak untuk memberikan sebagian mahar itu, tidak kepada suami baik yang telah menceraikan ataupun belum (menceraikan), tidak pula kepada yang lainnya. Siapa yang melakukan demikian, maka itu adalah perbuatan yang salah dan tertolak selamanya.” (Al Muhalla, 9:511).
Namun jika mempelai wanita mengizinkan kepada suaminya atau orang tuanya dengan penuh kerelaan hatinya maka dibolehkan bagi suami atau orang tua untuk mengambilnya. (Tafsir Ibnu Katsir, 2:150).
Maka boleh ditarik kesimpulan bahwa, istri memiliki wewenang penuh untuk menggunakan mahar tersebut. Dia bisa menjualnya, menyimpannya, atau memberikannya kepada orang lain. Dan tidak boleh ada seorang pun yang menghalanginya, karena itu murni hak istri. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.