Kisah Syekh Abdul Qadir Jailani Yang Ingin Nyawanya Dicabut Oleh Allah Bukan Malaikat Maut

Penulis Vikky | Ditayangkan 12 Mar 2016

Nama beliau adalah Ja’far bin Tsa’lab bin Ja’far bin Ali bin Muthahhar bin Naufal Al adfawi. Seoarang ‘ulama bermadzhab Syafi’I yang tinggal di Baghdad. Dilahirkan pada pertengahan bulan Sya’ban tahun 685 H. Wafat tahun 748 H di Kairo. Biografi beliau dimuat oleh Al Hafidz di dalam kitab Ad Durarul Kaminah, biografi nomor 1452. Imam Ibnu Rajab menyatakan bahwa Syeikh Abdul Qadir Al Jailani lahir pada tahun 490/471 H di kota Jailan atau disebut juga dengan Kailan. 


Kisah Syekh Abdul Qadir Jailani Yang Ingin Nyawanya Dicabut Oleh Allah Bukan Malaikat Maut

Sehingga diakhir nama beliau ditambahkan kata Al Jailani atau Al Kailani atau juga Al Jiliy. (Biaografi beliau dimuat dalam Kitab Adz Dzail ‘Ala Thabaqil Hanabilah I/301-390, nomor 134, karya Imam Ibnu Rajab Al Hambali. Buku ini belum diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia).
Beliau wafat pada hari Sabtu malam, setelah maghrib, pada tanggal 9 Rabi’ul Akhir tahun 561 H di daerah Babul Azaj.

Dalam ceramah di akhir bulan Rajab 546 H di Madrasah, Syekh Abdul Qadir Jailani menuturkan:Imam Junaid Al-Baghdadi rahimahullah sering kali mengatakan :

Apa yang dapat kuperbuat terhadap diriku? Aku ini hanya seorang hamba dan milik Majikanku.

Dia telah menyerahkan dirinya kepada Allah, tidak memiliki pilihan lain selain terhadap-Nya dan tidak mengusik-Nya. Junaid telah rela dengan apa pun yang ditakdirkan kepadanya. Hatinya telah menjadi baik dan nafsunya telah tenang.

Dia telah mengamalkan firman Allah Azza wa Jalla, “Sesungguhnya pelindungku adalah Allah yang telah menurunkan Al-Kitab (Al-Quran) dan Dia melindungi orang-orang yang saleh.” (QS Al-‘Araf:196).

Pada suatu malam, aku mengingat kematian, dan aku menangis dari awal malam hingga waktu sahur
tiba. Aku berdoa, “Ya Tuhanku, aku mohon kepadamu agar malaikat mautt tidak mencabut nyawaku, tapi Engkau sendiri yang mencabutnya.

Kemudian, aku tertidur, lalu aku bermimpi melihat seorang tua yang mengagumkan dan menawan. Dia kemudian masuk dari arah pintu, dan aku bertanya kepadanya: “Siapakah engkau?

Lalu, dia menjawab, “Aku malaikat maut.

Aku katakan kepadanya, “Aku telah meminta kepada Allah agar Dia sendiri yang mencabut nyawaku, bukan engkau yang akan mencabutnya.

Malaikat itu balik bertanya, “Lalu mengapa engkau meminta hal itu? Apa dosaku? Aku hanyalah hamba yang mengikuti perintah. Aku diperintahkan bersikap lemah lembut terhadap suatu kaum dan bersikap kasar kepada kaum yang lainnya.” Kemudian, dia memelukku dan menangis, maka aku pun menangis bersamanya.

Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata :

“Betapa banyak hati yang terbakar oleh kecintaan kepada dunia, padahal di dadanya ada Al-Quran. Sementara, banyak orang saleh yang selalu bangun malam mendirikan shalat malam, beramar makruf nahi munkar. Tangan mereka itu terbelenggu oleh sikap wara’ sehingga meninggalkan dunia, dan keinginan mereka mencari Tuhan mereka begitu kuat. Maka, infakkan harta kalian kepada mereka itu. Sebab, di kemudian hari mereka itu akan mendapatkan kekuasaan di sisi Allah ‘Azza wa Jalla.”(dikutib dari kitab Fath Rabbani).

Jadi sudah menjadi keharusan bagi setiap muslim untuk memperlakukan para ulama dengan sebaik mungkin, namun tetap dalam batas-batas yang telah ditetapkan syari’ah. Mudah-mudahan Allah senantiasa memberikan petunjuk kepada kita sehingga tidak tersesat dalam kehidupan yang penuh dengan fitnah ini.Semoga kisah tersebut menjadi inspirasi untuk kita, agar meneladani sikap Syekh Abdul Qadir Jailani RA.

(Sumber: ahlulbaitrasulullah.blogspot.com)
SHARE ARTIKEL