Bahkan Allahpun Melarang Hambanya Melakukan Sholat, Inilah Penjelasanya ...

Penulis Cang Karna | Ditayangkan 09 Feb 2017

Bahkan Allahpun Melarang Hambanya Melakukan Sholat, Inilah Penjelasanya ...

Telah kami ketengahkan dalil-dalil yang menjelaskan larangan mengerjakan shalat setelah Subuh sampai terbitnya matahari dan shalat Ashar sampai terbenamnya matahari.


Kami pun telah menyebutkan bahwa larangan mengerjakannya di awal waktu setelah Subuh dan Ashar bersifat ringan; dibolehkan mengerjakan shalat jika ada sebabnya.

Tidak makruh hukumnya saat demikian. Berbeda dengan saat terbit dan terbenamnya matahari, dengan saat terbit dan terbenamnya matahari, larangan pada saat ini bersifat keras.

Di dua waktu ini dilarang shalat, kecuali shalat wajib.

Karena waktu terlarang bagian pertama dan bagian kedua bersambung, baik dari setelah Subuh sampai terbitnya matahari ataupun dari setelah Ashar sampai terbenamnya matahari, maka semestinya kita mengetahui kadar waktu larangan keras supaya kita bisa menghindari shalat di saat itu.

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa seseorang boleh mengerjakan shalat kapan saja, malam atau pun siang, kecuali waktu-waktu yang terlarang. Waktu-waktu itu adalah:

1. Saat Syuruq. Yaitu saat matahari mulai dan tampak sampai setinggi tombak. Waktu terlarang ini sekitar 15 menit.

2. Waktu Zhahirah. Yaitu saat matahari tepat di tengah langit, saat tidak ada bayangan bagi orang yang berdiri. Apabila bayang-bayang sudah mulai terlihat, masuklah waktu Dzuhur dan shalat puun diperkenankan.

3. Ketika matahari mulai terbenam sampai terbenam seluruhnya. Jika sudah terbenam, masuklah Maghrib dan shalat pun diperkenankan. Wkatu terlarang di saat ini kira-kira 15 menit.

Ketiga waktu di atas adalah waktu dilarang shalat sunnah walaupun ada sebabnya. Bahkan larangannya sampai ke tingkatan haram.

Atau dalam istilah madzhab Hanafi makruh tahrim. Terutama saat terbit matahari dan saat terbenamnya. Inilah pendapat yang dipegang Umar bin Khaththan, Ummul Mukminin Aisyah, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Zubair, Ibnu Sirin, dan Ibnu Jarir Ath-Thabari.

SHARE ARTIKEL