Hal yang Harus Anda Ketahui Sebelum Melakukan Transfusi Darah

Penulis Isfatu Fadhilatul | Ditayangkan 29 Jan 2020

Hal yang Harus Anda Ketahui Sebelum Melakukan Transfusi Darah

Ilustrasi transfusi darah - Image from id.pinterest.com

Cari tahu lebih lanjut mengenai transfusi darah disini.

Transfusi darah adalah prosedur medis untuk menyalurkan darah kepada seseorang yang membutuhkan untuk membuat kondisi kesehatannya pulih. Siapa saja yang harus melakukan prosedur ini? Apa yang harus disiapkan jika harus ditransfusi? Berikut penjelasan lengkap tentang hal-hal apa saja yang harus Anda ketahui sebelum melakukan prosedur transfusi darah.

Transfusi Darah

Transfusi darah adalah prosedur yang dilakukan untuk menyalurkan darah yang terkumpul dalam kantong darah kepada seseorang yang membutuhkan darah, melalui pembuluh darah vena atau yang disebut dengan intravena. Darah yang disalurkan tersebut berasal dari pendonor.

Transfusi darah merupakan salah satu bagian dari serangkaian penanganan medis untuk menyelamatkan nyawa pasien yang kekurangan darah atau sedang menderita penyakit tertentu. Darah yang ditransfusikan tersebut bisa dalam bentuk komponen darah secara keseluruhan (whole blood), atau salah satu komponen darah saja, seperti:

  • Sel darah merah (packed red cell/PRC) : Komponen darah yang paling sering ditransfusikan. Sel darah merah berfungsi untuk mengalirkan oksigen dari jantung ke seluruh tubuh, dan membuang karbondioksida serta zat-zat sisa dalam tubuh.
  • Trombosit (thrombocyte concentrates/TC) : Komponen darah yang berperan dalam menghentikan perdarahan.
  • Faktor pembekuan (cryoprecipitate) : Sama halnya seperti trombosit, cryoprecipitate berperan dalam menghentikan perdarahan.
  • Plasma darah (fresh frozen plasma/FFP) : Komponen darah yang bersifat cair, yang mengandung faktor pembekuan, protein, vitamin, kalsium, natrium, kalium, serta hormon.

Adakah transfusi darah putih? Tentu saja ada. Transfusi sel darah putih, atau transfusi granulosit, merupakan tindakan mentransfusikan jenis sel darah putih ke dalam sirkulasi seseorang. 

Prosedur transfusi darah putih sangat jarang dilakukan dan hanya dilakukan dalam kondisi khusus saja. Salah satu kondisi yang terkadang membutuhkan transfusi sel darah putih adalah pasien yang mengalami penyakit infeksi berat atau parah yang sudah pernah diobati dengan antibiotik akan tetapi tidak merespon, atau pengobatan dengan antibiotik tidak memberikan hasil yang signifikan.

Selain itu, pasien yang menjalani prosedur kemoterapi atau radioterapi yang mengalami infeksi berat atau parah juga terkadang bisa dianjurkan untuk melakukan transfusi sel darah putih, meskipun sangat jarang terjadi.

Melakukan transfusi sel darah putih sebaiknya atas anjuran serta pengawasan dari dokter yang ahli dibidang tersebut, misalnya dokter konsultan hematologi dan onkologi medik. 

Hal ini dikarenakan, prosedur ini sangat jarang dilakukan dan memerlukan pengawasan serta penanganan yang lebih khusus karena prosesnya yang lebih rumit dan berpotensi adanya reaksi selama atau beberapa saat setelah transfusi dilakukan.

Baca Juga: 26 Makanan Penambah HB Agar Terhindar Dari Penyakit

Indikasi transfusi darah

Transfusi darah akan dilakukan jika pasien mengalami kekurangan salah satu atau seluruh komponen darah. Terdapat banyak kondisi yang menyebabkan seseorang mengalami kekurangan darah, antara lain:

  • Baru saja menjalani prosedur operasi besar sehingga harus melakukan transfusi guna menggantikan darahnya yang hilang.
  • Mengalami kecelakaan atau bencana yang menyebabkan perdarahan hebat.
  • Mengalami suatu gangguan fungsi tubuh tertentu, seperti anemia, penyakit infeksi yang kronis atau parah, gangguan fungsi hati, thalassemia, hemofilia, dan trombositopenia.

Rata-rata orang dewasa mempunyai total sekitar 5 liter darah di dalam tubuhnya. Jika kehilangan darah sedikit saja atau tidak lebih dari 1,5 liter, maka tubuh dapat menggantikannya dengan menciptakan sel darah merah baru dalam waktu beberapa minggu. Meskipun begitu, tetap harus dibantu dengan asupan makanan dan minuman yang cukup.

Terdapat banyak sekali kondisi yang mengharuskan melakukan transfusi darah. Jenis darah yang diberikan pun berbeda-beda, tergantung kebutuhan pasien yang mengacu pada situasi atau kondisi yang dialami. Adapun jenis transfusi darah yang bisa dilakukan antara lain:

  • Transfusi darah PRC : Anemia atau kadar Hb yang rendah adalah kondisi yang mendasari seseorang diberikan PRC. Anemia dapat terjadi pada siapa saja, baik anak-anak maupun orang dewasa. Beberapa penyakit yang dapat mengakibatkan anemia dan membutuhkan transfusi sel darah merah antara lain thalasemia, anemia aplastik, atau anemia yang disebabkan oleh perdarahan.

  • Transfusi TC atau cryoprecipitate : Trombosit atau cryoprecipitate akan diberikan pada pasien jika ia mengalami perdarahan atau dicurigai akan mengalami perdarahan karena memiliki gangguan pembekuan darah, misalnya seperti hemofilia atau trombositopenia.

  • Transfusi FFP : Jenis transfusi yang dibutuhkan saat seseorang mengalami infeksi berat, penyakit liver ataupun luka bakar parah. FFP juga berisi faktor pembekuan, sehingga pada beberapa kasus perdarahan, FFP bisa saja diberikan.

Bolehkah bayi mendapatkan transfusi darah?

Hal yang Harus Anda Ketahui Sebelum Melakukan Transfusi Darah

Ilustrasi transfusi darah - Image from id.pinterest.com

Banyak orang yang bertanya-tanya, bolehkah melakukan transfusi darah pada anak dan bayi? Tentu boleh-boleh saja. 

Salah satu kondisi yang mengharuskan prosedur transfusi darah pada bayi adalah rendahnya kadar hemoglobin pada bayi. Umumnya, kadar hemoglobin normal pada bayi yang baru lahir adalah 13,5-24 g/dl, ukuran tersebut bisa bervariasi tergantung usia gestasi bayi.

Jadi, jika kadar hemoglobin bayi Anda berada jauh dari angka tersebut, maka bayi Anda mengalami anemia. Kasus anemia pada bayi lahir prematur merupakan hal yang sering terjadi. Tentu saja, kondisi ini membutuhkan penanganan segera.

Transfusi darah memanglah prosedur yang mengandung resiko, namun resiko ini tidak terlalu berbahaya. Yang terpenting adalah golongan darah dan rhesus antara pendonor dan bayi sama, selain itu, pendonor juga dalam keadaan yang sehat. 

Biasanya, sebelum ditransfusikan, darah pendonor sudah melalui berbagai macam tes seperti tes HIV, hepatitis B dan C, serta tes penyakit menular lainnya yang berbahaya. Orang tua tidak perlu khawatir, kemungkinan kesalahan dari tes ini sangatlah kecil, yaitu hanya 1 dari 2,3 juta transfusi darah yang mengandung HIV, serta satu dari 350 ribu yang terkontaminasi virus hepatitis B.

Baca Juga:
Perbedaan Karakteristik Golongan Darah A, B, AB, dan O
Pengentalan Darah: Penyebab, Gejala, dan Pencegahannya

Prosedur transfusi darah

1. Sebelum transfusi darah

Umumnya, pasien tidak perlu melakukan apapun ketika akan melakukan transfusi darah. Pasien akan diambil sampel darahnya oleh dokter untuk dilakukan cek golongan darah, berdasarkan golongan darah ABO (A, B, AB, atau O) dan berdasarkan rhesusnya (Rh) yang dibagi menjadi rhesus positif dan negatif. 

Setelah golongan darah sudah sesuai, maka selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan kembali dengan mencocokkan golongan darah yang diambil dari pendonor dengan golongan darah penerima (resipien), pemeriksaan ini dinamakan dengan crossmatch.

Ketika crossmatch, tidak hanya mencocokan kembali golongan darah pendonor dengan resipien saja, akan tetapi juga melihat munculnya antibodi yang kemungkinan akan menyerang sel darah pendonor dan membahayakan tubuh si penerima.

2. Melakukan transfusi darah

Transfusi darah umumnya akan berlangsung selama 4 jam atau lebih cepat tergantung jenis darah dan banyaknya darah yang diberikan. Pasien akan diminta bersandar di kursi ataupun berbaring di tempat tidur.

Setelah itu, dokter akan menusukkan jarum ke pembuluh darah di sekitar lengan pasien. Jarum yang masuk ke pembuluh darah ini kemudian dihubungkan dengan kateter atau selang tipis yang tersambung pada kantong darah. Pada tahap ini, darah akan dialirkan menggunakan selang tipis, dari kantong darah menuju ke pembuluh darah.

Pada 15 menit awal transfusi darah, kondisi pasien akan terus dipantau oleh dokter guna memastikan pasien tersebut tidak mengalami reaksi alergi. Namun, jika muncul gejala-gejala reaksi alergi, maka prosedur dapat segera dihentikan.

Setelah satu jam pertama tes berjalan dan reaksi alergi tidak ditemukan, maka dokter atau perawat dapat mempercepat proses transfusi darah.

3. Setelah transfusi darah

Dokter ataupun perawat akan melepaskan selang yang sebelumnya dimasukkan ke pembuluh darah pasien. Setelah itu, kondisi vital pasien juga akan dipantau, mulai dari denyut jantung, tekanan darah, hingga suhu badan.

Efek samping dari transfusi darah

Sejauh ini, apabila prosedur transfusi darah dilakukan berdasarkan standar medis yang benar, maka tidak akan membahayakan kesehatan sama sekali. Mungkin, Anda hanya akan merasakan efek samping yang ringan, seperti:

  • Sakit kepala
  • Demam
  • Gatal-gatal
  • Sedikit susah untuk bernafas
  • Kulit memerah

Selain itu, efek samping yang jarang muncul, namun tetap bisa terjadi setelah melakukan transfusi darah antara lain:

  • Susah bernafas
  • Sakit pada dada
  • Tekanan darah menurun secara tiba-tiba

Jika Anda menjalani transfusi darah lebih dari satu kali, kemungkinan untuk terjadinya gangguan pada sistem imunitas tubuh lebih besar. Kondisi ini disebabkan karena reaksi sistem imunitas Anda terhadap darah yang baru saja masuk ke dalam tubuh. 

Akan tetapi, kondisi ini sangat jarang terjadi dan dapat dicegah dengan cara mengecek tipe darah Anda sebelumnya, sehingga darah yang ditransfusikan sudah pasti cocok dengan tubuh Anda.

Apabila Anda mengalami atau merasakan suatu gejala atau gangguan kesehatan tertentu selama transfusi darah berlangsung, maka jangan ragu untuk memberitahu dokter atau perawat yang menangani Anda.

Demikianlah penjelasan tentang transfusi darah ini. Kami juga telah menyediakan format transfusi darah pdf yang bisa Anda unduh [disini]. Semoga bermanfaat.

SHARE ARTIKEL