Kabar Baik, Ilmuwan Peraih Nobel Prediksi Wabah Corona akan Segera Berakhir
Penulis Dian Aprilia | Ditayangkan 28 Mar 2020Ilustrasi di china wabah corona sudah menurun - Image from liputan6.com
Tetap tenang dengan tetap peduli.
Levitt, pakar perhitungan dan statistika pernah memprediksi puncak dan akhir wabah Corona di China. Dan prediksinya tepat, bahkan sekaligus prediksi jumlah kasus hingga kematian.
Dia mengungkapkan, "Ini bukan akhir dunia. Situasi sebenarnya tidak separah yang seolah terjadi," tegasnya.
Seiring kondisi kecemasan masyarakat mengenai wabah Covid-19 atau virus corona meningkat di berbagai negara, untungnya masih terdapat kabar baik yang bisa meredam kekhawatiran tersebut.
Kabar baik itu tertuang dalam analisis yang dilakukan seorang pemenang Nobel sekaligus ahli biofisika Stanford, Michael Levitt.
Penelitian tersebut memperkirakan peningkatan jumlah kematian terkait kasus virus corona yang akan terus berkurang dari hari ke hari.
Levitt sengaja mengirimkan pesan-pesan menenangkan kepada teman-temannya yang berada di China, agar tidak perlu panik.
Kemudian, analisis Levitt tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Mandarin dan diteruskan melalui pesan-pesan broadcast.
Baca juga : ITB Ungkap Masa Puncak dan Berakhirnya Corona di Indonesia
Kabar baik ini pun menjadi pembicaraan populer di berbagai wawancara di Asia.
Levitt mungkin bukanlah ahli epidemiologi, tetapi ia mengakui dia mahir pada perhitungan dan statistik.
Meskipun dia yakin pandemi ini akan berjalan baik-baik saja, Levitt menekankan dukungannya terhadap semua kebijakan dari pemerintah. Dan menghimbau agar masyarakat tetap patuh.
Levitt sama sekali tak bermaksud menjadi peramal kapan pandemi ini berakhir, sebab analisisnya tepat merupakan hal yang tidak disengaja.
Istrinya, Shoshan Brosh adalah seorang peneliti seni di China dan kurator untuk seni fotografer setempat. Hal ini berarti Levitt dan pasangannya harus membagi waktu mereka antara Amerika Serikat, Israel, dan China.
Saat kasus corona ini meledak, Brosh menulis kalimat penyemangat kepada teman-temannya di China.
"Ketika mereka menjawab kami, mereka menggambarkan betapa rumitnya situasi di sana (China), saya memutuskan untuk menelisik lebih dalam pada angka-angka (laporan kasus setiap harinya) dengan harapan bisa mendapatkan beberapa kesimpulan," jelas Levitt pada Jumat (13/3/2020).
“Tingkat infeksi virus di provinsi Hubei meningkat 30% setiap hari. Itu adalah statistik yang menakutkan. Saya bukan ahli influenza tetapi saya bisa menganalisis angka dan itu adalah pertumbuhan eksponensial," sambungnya.
Pada tingkat ini, Levit mengungkap kemungkinan terburuknya seluruh penduduk dunia seharusnya sudah terinfeksi dalam 90 hari.
Namun, dari hari ke hari tren tersebut berubah, dan justru mengalami penurunan jumlah kasus.
Ketika Levitt menganalisis data pada 1 Februari, Hubei memiliki 1.800 kasus baru setiap hari dan dalam enam hari jumlah ini mencapai sebanyak 4.700 kasus.
“Dan kemudian, pada 7 Februari, jumlah kasus infeksi baru mulai menurun secara linear dan tidak berhenti. Seminggu kemudian, hal yang sama terjadi dengan jumlah kematian," kata Levitt.
Baca juga: Strategi Ampuh yang Dipakai Banyak Negara untuk Tangani Corona
Itu artinya, perubahan yang signifikan pada kurva ini menandai telah terjadinya titik puncak.
"Perubahan dramatis pada kurva ini menandai titik tengah dan memungkinkan prediksi yang lebih baik tentang kapan pandemi akan berakhir. Berdasarkan itu, saya menyimpulkan bahwa situasi di seluruh Tiongkok akan membaik dalam dua minggu. Dan, memang, sekarang ada sangat sedikit kasus infeksi baru,” lanjutnya.
Pesan Levitt dalam sebuah broadcast itu dengan cepat membuat penasaran masyarakat China dan masyarakat umum yang ingin menganalisis kebenaran informasi tersebut.
Kemudian, mereka pun mulai menghubungi Levitt untuk mengkonfirmasi prediksinya tersebut.
“Itulah bagaimana saya tahu saya perlu melanjutkan (analisis angka tersebut),” katanya.
Levitt mulai mengirimkan laporan berkala kepada teman-temannya di China, dan popularitas mereka menyebabkan wawancara di televisi China, misalnya pada CGTN yang setara dengan CNN.
Berdasarkan berkurangnya jumlah kasus infeksi dan kematian, katanya, virus itu mungkin akan hilang dari China pada akhir Maret. Dia juga memprediksi puncak Corona di China, jauh sebelum pakar kesehatan memprediksinya.
Ia juga menambahkan, bahwa jumlah kasus infeksi baru bisa segera mencapai angka nol. Sedangkan Korea Selatan telah melewati titik puncak dan sudah bisa melihat akhir dari wabah ini.
Namun, Levit enggan membuat prediksi penyebaran corona ini dalam cakupan global. Karena baginya masih sulit untuk memprediksinya.
Saat ini, Levitt memperkirakan situasi serupa akan terjadi di Amerika Serikat dan negara-negara lain di dunia yang terdampak virus corona.
Jika sejumlah ahli epidemiologi memprediksi akan ada gangguan sosial besar-besaran dan berkepanjangan serta jutaan kematian. Analisis Levitt justru berkebalikan dengan prediksi terburuk tersebut.
"Yang kita butuhkan saat ini adalah mengendalikan kepanikan. Dalam skala besar, kita akan baik-baik saja," kata Levitt dengan tenang.
Proses Analisis yang Dilakukan Levitt
Pada 31 Januari, China mencatat ada 46 kasus kematian baru karena virus corona serta 42 kematian sehari sebelumnya.
Meski jumlah kematian terus meningkat setiap harinya, namun tren kenaikan tersebut lambat laun akan menurun.
Menurut penelitiannya, Levitt menemukan fakta bahwa peningkatan jumlah pasien data pengawasan (PDP) cenderung lebih lambat daripada jumlah kasus baru positif. Hal ini menjadi tanda awal bahwa lintasan wabah telah bergeser.
"Ini menunjukkan bahwa tingkat peningkatan jumlah kematian akan melambat pada pekan-pekan mendatang," tulis Levitt pada 1 Februari lalu, yang kemudian dibagikan di media sosial China.
Hal itu membuatnya berani memperkirakan jumlah kematian akan berkurang setiap hari.
Prediksi yang Akurat
Tiga minggu setelahnya, Levitt menyampaikan bahwa tingkat pertumbuhan virus telah sampai pada titik puncak.
Dia bahkan memperkirakan dalam jumlah angka. Total kasus Covid-19 yang terkonfirmasi di China akan mencapai sekitar 80.000, dengan sekitar 3.250 kematian, ungkapnya.
Pada 16 Maret, total kasus Covid-19 di China tercatat sejumlah 80.298 kasus dan 3.245 kematian. Dengan total penduduk negara mencapai 1,4 miliar orang dan sekitar 10 juta penduduk yang meninggal setiap tahunnya.
Jumlah pasien yang baru didiagnosis telah turun menjadi sekitar 25 setiap harinya, tanpa ada kasus penyebaran yang dilaporkan sejak Rabu (18/03).
Mencari Titik Puncak Wabah di Setiap Negara
Kini, ilmuwan yang menerima Hadiah Nobel 2013 itu sedang mencoba melihat adanya titik puncak dengan metode serupa di negara-negara lain.
Bahkan, titik ledakan itu juga diprediksi terjadi pada negara-negara yang tidak memberlakukan aturan isolasi ketat atau lockdown seperti yang telah dilakukan oleh China.
Untuk mendapatkan kesimpulan ini, Levitt menganalisis data dari 78 negara yang melaporkan lebih dari 50 kasus Covid-19 baru setiap harinya dan melihat adanya tanda-tanda pemulihan di banyak negara terdampak Covid-19.
Dia tidak fokus pada jumlah total kasus di suatu negara, tetapi lebih pada jumlah kasus baru yang diidentifikasi setiap harinya. Utamanya pada perubahan jumlah dari satu hari ke hari lainnya.
"Angka-angkanya masih tinggi, tetapi jelas ada tanda-tanda pertumbuhan (virus corona) melambat," katanya.
Misalnya, di Korea Selatan, kasus baru memang terus muncul dan membuat jumlah total kasus positif Covid-19 bertambah.
Namun, perhitungan kasus baru setiap harinya telah menurun dalam beberapa minggu terakhir dengan angka tetap di bawah 200 kasus. Hal ini bisa jadi pertanda bahwa wabah corona disana mungkin sudah mereda.
Selanjutnya di Iran, jumlah kasus baru Covid-19 yang terkonfirmasi per harinya relatif tetap pada pekan lalu.
Pada Senin pekan lalu, kenaikan kasus mencapai 1.053 kasus, tetapi pada hari Minggu menurun menjadi 1.028.
Meskipun angka kasus baru tersebut terbilang masih cukup tinggi, tetapi polanya menunjukkan bahwa wabah di sana seperti sudah melewati setengah jalan dari masa puncak wabah.
Prediksi Wabah Corona di Italia
Sementara, jumlah kasus baru di Italia diperkirakan masih akan terus meningkat. Di negara tersebut, jumlah kasus baru yang terkonfirmasi terus meningkat pada beberapa waktu terakhir ini.
Di tempat-tempat yang telah berhasil pulih dari wabah awal yakni Wuhan, China, para pejabat masih harus mencegah kemungkinan virus corona kembali lagi.
Saat ini China sedang berjuang menghentikan gelombang kedua infeksi baru yang datang dari tempat-tempat di mana virus itu bisa menyebar.
Negara-negara lain, menurut dia, hampir pasti akan mengalami kekhawatiran yang sama.
Corona Tidak Separah yang Terjadi
Levitt mengatakan, ia mendukung kebijakan-kebijakan ketat untuk memerangi wabah tersebut. Menurutnya, mandat social distancing dan physical distancing atau menjaga jarak fisik adalah aturan yang penting.
Utamanya harus menghindari pertemuan besar, karena virus ini adalah virus baru sehingga penduduk tidak memiliki kekebalan terhadapnya. Selain itu penemuan vaksin diperkirakan beberapa bulan lagi.
Meski begitu, dia mengatakan mendapatkan vaksinasi flu juga penting untuk mengurangi terjadinya lonjakan pasien yang ke rumah sakit.
Dia menambahkan, pemberitaan media juga berkontribusi besar terhadap kepanikan yang terjadi di masyarakat.
Padahal, kasus penyakit lainnya yang juga menyebabkan angka kematian tinggi, tidak banyak diberitakan oleh media.
Selain itu, Levitt khawatir, gangguan ekonomi yang masif ini justru bisa menyebabkan bencana kesehatan mental pada masyarakat. Seperti kemiskinan dan keputusasaan karena kehilangan pekerjaan atau kesulitan memenuhi kebutuhan hidup.
Dia menuturkan, virus dapat tumbuh secara eksponensial atau peningkatan dalam periode tertentu hanya ketika tidak terdeteksi dan tidak ada tindakan untuk mengendalikannya. Hal ini terbukti dengan yang terjadi di Korea Selatan bulan lalu.
Jadi, perlu melakukan deteksi sejak dini, tidak hanya melalui pengujian, tetapi juga bisa dengan pengawasan suhu tubuh seperti diterapkan China, serta isolasi sosial di beberapa wilayah.
Meskipun untuk sementara ini tingkat kematian akibat Covid-19 tampak secara signifikan lebih tinggi daripada flu, Levitt mengatakan, masyarakat tidak perlu panik dan khawatir berlebihan.
"Ini bukan akhir dunia. Situasi sebenarnya tidak separah yang seolah terjadi," tegasnya.