Anak di DO dari Ponpes Wali Santri ini Marahi Kyai, Buah Tidak Jatuh Jauh dari Pohonnya? 

Penulis Dian Aprilia | Ditayangkan 05 Mar 2020

Anak di DO dari Ponpes Wali Santri ini Marahi Kyai, Buah Tidak Jatuh Jauh dari Pohonnya? 

Wali Santri Mengamuk ke Ponpes - Image from Youtube

Viral, wali santri mengamuk hingga tunjuk-tunjuk wajah kyai. 

Tak terima anaknya dikeluarkan dari pondok pesantren, orang tua ini mengamuk ke pesantren. Memarahi hingga menampar kyai, bahkan ada salah satu pengajar yang dipukul. Lalu mengapa sang anak dikeluarkan dari pondok pesantren? Benarkah buah jatuh tidak jauh dari pohonnya? Simak kisah lengkapnya berikut ini. 

Viral di media sosial wali murid beramai-ramai mendatangi Pondok Pesantren Al Mujtahadah Pekanbaru, Riau, karena tidak terima anaknya dikeluarkan dari pesantren. 

Video tersebut diunggah beberapa akun media sosial, salah satunya menjadi viral di Facebook. Berikut isi tulisan dalam video yang tersebar tersebut: 

Viral Wali Murid mengamuk... 

Pondok Pesantren Asuhan Rektor UIN Suksa Riau, Prof. DR. H. AkhmadMujahidin, Pesantren Al-Mujtahadah, Jl. Handayani, Gang Ros, Marpoyan Damai, Pekanbaru, diamuk wali santrinya yang datang beramai-ramai. 

Infonya, santri yang bersangkutan dikeluarkan dari pondok, karena diduga melanggar aturan pondok, tapi orangtuanya protes. 

Hingga sampai begitu kejadiannya. Tapi Ustazdnya terlihat diam saja walau ditunjuk-tunjuk begituan. 

Kejadian yang Terekam di Video 

Dalam video tersebut, tampak seorang pria yang merupakan wali murid salah satu santri mengamuk dan memarahi ustadz yang menggunakan peci putih. 

Baca juga : 

Ustadz tersebut hanya bisa menunduk mendengar cacian yang dilontarkan oleh orang tua santri tersebut. Bahkan wali santri tersebut sempat memukul ustadz tersebut dengan secarik kertas yang ia pegang. 

Kemudian, wali santri tersebut juga terlibat adu mulut dengan pengurus pondok pesantren lainnya. Situasi pun tampak memanas. Sejumlah guru pesantren mencoba menenangkan wali murid tersebut. 

Kejadian dalam video tersebut dibenarkan Ustadz Riko Riusdi, selaku pembina santri Pondok Pesantren Al Mujtahadah Pekanbaru. "Benar. Itu kejadiannya pada tanggal 27 Februari 2020 lalu hari Kamis sekitar pukul 16.00 WIB," ujar Riko, Rabu. 

Wali Murid Mengamuk dengan Bawa Pengacara dan Media 

Riko mengatakan, pada saat itu sejumlah wali murid datang dengan membawa pengacara dan juga media. Mereka datang karena tidak terima anaknya dikeluarkan dari pesantren. 

BR (12) Madrasah Aliyah (MA), adalah salah satu santri yang dikeluarkan. Menurut Riko, santri itu sudah sering melanggar aturan dan sangat sulit dibina untuk jadi lebih baik. Sehingga, pihak pesantren memutuskan untuk mengeluarkan BR. 

"Sudah sering melanggar aturan. Aturan yang dilanggar, merokok, kabur lompat pagar lalu main warnet," tegas Riko. Selain BR, ada lima santri lainnya yang dikeluarkan karena hal yang sama.

Guru Pesantren Dipukul 

Orang tua BR tidak terima anaknya dikeluarkan, kemudian dia mengajak orang tua lainnya untuk protes ke pondok pesantren. Wali murid meminta agar anaknya tetap bisa mengikuti ujian. 

"Jadi saat itulah mereka datang marah-marah dan mengamuk hingga pukul saya. Tapi saya tidak melawan," sebut Riko. 

Salah satu saksi mata, Joko selaku Instruktur Otomotif di Balai Latihan Kerja (BLK) Pondok Pesantren Al Mujtahadah menyebutkan, ada 6 orang wali murid yang datang protes ke pondok pesantren.

Menurutnya, wali murid tersebut datang dan langsung marah-marah kepada para guru pengajar. 

"Saya lihat waktu itu kejadian. Mereka datang ke sini lempar pagar pakai batu. Tapi cuma dua orang yang mengamuk. Salah satu wali murid itu juga memukul ustadz Riko," sebut Joko, Rabu.

Buah Jatuh Tidak Jauh dari Pohonnya

Atas kejadian tersebut, banyak netizen yang menanggapinya dengan mencuplik sebuah peribahasa 'buah jatuh tidak jauh dari pohonnya', yang berarti karakter dan kepribadian seorang anak sangat bergantung pada orang tua dan lingkungan sekitarnya. 

Banyak yang beranggapan bahwa perilaku orang tua yang seperti itu, memungkinkan ditiru dan menjadi kepribadian sang anak. Sehingga mewajari jika anaknya sampai dikeluarkan dari sekolah, lalu benarkah hal tersebut? 

Sebelum berbicara tentang itu, jika melihat spesifik kejadian tersebut, wajar jika muncul perasaan miris dan prihatin. Utamanya ketika melihat perlakuan wali santri kepada ustadz atau salah satu pengajar yang kena pukul. Bagaimanapun juga, sebuah pertengkaran atau konflik seharusnya bisa diselesaikan dengan kepala dingin. 

Cacian dan makian justru akan memperparah suasana dan semakin sulit menemukan jalan tengah dari sebuah persoalan. 

Baiknya adalah dengan mengkomunikasikan dengan cara-cara yang santun dan jelas. Mengumpulkan berbagai permasalahan dari kedua belah pihak untuk kemudian dicari bersama solusinya. 

Jika jalan-jalan itu yang dipakai, niscaya kedua belah pihak bisa saling mengerti kondisi satu sama lain. Kondisi pikiran lebih terbuka ketika menerima masukan dari pihak lainnya. 

Dan, jika memang dirasa tidak ada keputusan yang bisa menyenangkan kedua belah pihak sepenuhnya. Maka kebesaran hati untuk menerima keputusan juga menjadi kunci penyelesaian masalah yang damai. 

Setidaknya, seusai kejadian, tidak ada amarah dan kebencian yang terpendam. Semua legowo, dan bersemangat untuk melanjutkan kehidupannya masing-masing dengan konsekuensi atas keputusan yang dibuat. 

Orang Tua adalah Teladan Utama Seorang Anak 

Orang tua adalah role model yang pertama kali akan ditiru oleh sang anak. Sehingga menjadi kewajiban dan tanggung jawab mereka untuk berperilaku yang baik dan mengajarkan sang anak untuk memiliki karakter yang baik pula. 

Perihal cara mendidik anak yang baik, Al Quran telah mengajarkannya melalui kisah Luqman dalam mendidik anaknya.

“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: ‘Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.’ Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. Jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (Luqman berkata): ‘Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.”

3 Prinsip Luqman dalam Mendidik Anak 

Dari kutipan ayat tersebut, orang tua bisa mencontoh 3 ajaran utama yang diberikan Luqman kepada anaknya untuk menjadi anak yang baik. 

Pertama, Luqman mengajarkan sang anak agar hanya mengillahkan Allah

Dia tanamkan ke dalam diri anaknya untuk mengesakan Allah, mengajarkan tauhid dan iman yang kuat kepada anaknya. Hal ini menjadikan anaknya mengenal Sang Penciptanya sejak dini, mengenal sosok yang telah memberikan berbagai nikmat kepadanya, dan sosok yang telah memuliakannya dalam kehidupan ini.

Kedua, Luqman mengajarkan sang anak agar berbuat baik kepada orang tua

Hal ini bisa orang tua contoh dengan mengajarkan sang anak untuk bersikap dan berperilaku yang baik kepada orang tua. Ajarkan cara berbuat baik di saat orang tua masih hidup atau telah meninggal dunia.

Namun perlu juga ditegaskan bahwa bakti pada orang tua memiliki batasan tertentu. Jika sikap bakti yang dilakukan telah melanggar prinsip-prinsip ajaran Islam, maka taat kepada aturan Islam harus dijadikan yang utama dibanding ketaatan terhadap orang tua. 

Kita tidak boleh melakukan ketaatan kepada seorang makhluk pun jika sampai melanggar perintah Allah.

Ketiga, Luqman mengajarkan sang anak untuk menanamkan sikap tanggung-jawab atas perbuatan yang dilakukan.

Setiap perbuatan akan selalu ada konsekuensinya. Orang tua perlu menumbuhkan kesadaran pada anak-anak bahwa setiap perbuatan harus dipertanggungjawabkan, baik kepada sesama atau kepada Allah. Amal baik akan dibalas kebaikan dan amal buruk akan dibalas keburukan. Apa yang kita tuai adalah apa yang kita panen.

“Barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat dzarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” (Qs. al-Zalzalah : 7-8).

Dengan pelajaran ini, anak-anak akan berhati-hati dalam bertindak dan berucap. Mereka tidak akan mudah untuk berperilaku yang buruk atau seenaknya sendiri. Jika melakukan suatu kesalahan, ia akan segera menyadari lalu bertaubat kepada Allah dan tidka mengulang kesalahannya.

Prinsip ketiga ini relevan dengan kejadian diatas. Orang tua wajib untuk memberikan pengajaran kepada sang anak untuk bersikap santun, taat kepada aturan sekolah dan aturan yang diberikan oleh guru, patuh menjalankan kewajibannya sebagai pelajar yakni menuntut ilmu. 

Sehingga anak akan terjaga dari perilaku-perilaku pelanggaran. Selain itu, anak bisa tumbuh menjadi manusia yang baik, disiplin, dan berakhlak. Semoga pendidikan Luqman kepada anaknya ini bisa ditiru oleh semua orang tua.

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لاِبْنِهِ وَهُوَيَعِظُهُ يَابُنَيَّ لاَتُشْرِكْ بِاللهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيْمٌ(13)وَوَصَّيْنَاالإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَي وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْلِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ المَصِيْرُ(14)وَإِنْ جَا هَدَكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَالَيسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلاَ تُطِعْهُمَا وَصَاحِبهُممَافِي الدُّنيَامَعرُوفًاوَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَن أَنَبَ إِلَيَّ مَرْجِعُكُم فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُم تَعْمَلُونَ(15)يَابُنَيَّ إِنَّهَاإِنْ تَكُ مِثقَالَ حَبَّةٍ مِن خَردَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَو فِي السَّمَوَاتِ أَو فِيَ الأَرْضِ يَأْتِ بِهَااللهُ إِنَّ اللهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ(16)

SHARE ARTIKEL